Mantan Juru Bicara KPK, Johan Budi, menilai Humas Polri tak hanya direformasi, tapi juga perlu direvolusi. Menurut dia, cara berkomunikasi polisi pada publik mesti diperbaiki guna mengembalikan citra institusi tersebut di tengah masyarakat.
"Jadi ini adalah momentum reformasi Polri. Tapi kalau dari sisi kehumasannya saya menyebut bukan reformasi lagi, tapi revolusi. Revolusi tentang bagaimana berkomunikasi Polri," kata dia dalam kegiatan Sarasehan Div Humas Polri di Gedung STIK, Kebayoran Baru. Jakarta Selatan, Kamis (30/10).
Johan kemudian mencontohkan kasus tewasnya pengendara ojol, Affan Kurniawan, beberapa waktu lalu. Tak lama setelah kasus itu, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Transisi Polri.
Akan tetapi, tujuan pembentukan tim itu malah disalahartikan oleh publik. Hal itu dinilainya akibat komunikasi yang tidak terjalin dengan baik.
Para pengemudi ojek online (ojol) beriringan mengantarkan ambulans berisi jenazah rekan mereka, Affan Kurniawan menuju pemakaman di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
"Seolah-olah tim yang dibentuk oleh Pak Kapolri ini sebagai tandingan. Itu yang muncul, padahal itu kan tidak benar. Ini juga bagaimana Polri menyampaikan informasi itu kepada publik," ucap dia.
Kemudian, contoh lainnya adalah kasus judi online di Yogyakarta yang heboh baru-baru ini. Johan menyebut pemilihan diksi kata dan kalimat yang disampaikan oleh kepolisian setempat kurang tepat sehingga membuat citra polisi memburuk.
"Nah, ini kan kebalik-balik gitu kan, bandar judi kan harusnya ditangkap, saya sih gak tau cerita aslinya. Tapi yang ingin saya bold adalah cara menyampaikan itu yang penting, pemilihan diksi kalimat bagaimana ada simpati, ada empati, dan lain sebagainya," jelas dia.
Contoh kasus lainnya, yakni yang terjadi di Semarang ketika ada pelajar yang meninggal dunia. Ketika itu, kata Johan, polisi setempat bersikukuh menyampaikan bahwa pelajar itu meninggal dunia karena tawuran. Namun, belakangan, penyebab kematian pelajar itu ternyata bukan karena tawuran.
"Tapi ternyata di fakta lapangan (sebaliknya), ini yang memupuk rasa kebencian kepada polisi. Yang sedikit-sedikit ini yang kemudian masuk di media sosial, itulah kemudian membuat kebencian itu muncul," ujar dia.
Dengan demikian, Johan menegaskan, paradigma Polri kini mesti diubah. Apabila dahulu Polri dikenal sebagai penegak hukum, maka kini sebaiknya paradigma diubah menjadi pelayan masyarakat.
"Polisi yang melayani itu bagaimana? Polisi yang melayani adalah polisi yang memahami, mendengar, dan kemudian juga berinteraksi secara empati dan simpati dengan publik," kata dia.