Ilustrasi Anak Praremaja Sedang Pubertas. Foto: Shutterstock
Semakin bertambahnya usia anak, terkadang perasaan orang tua jadi campur aduk. Di satu sisi bangga melihat perkembangannya yang begitu pesat, tapi di sisi lain muncul juga kekhawatiran ketika si kecil memasuki usia pubertas. Apakah Anda merasakannya juga, Moms?
Pubertas adalah proses pendewasaan anak, terutama pada segi fisik dan hormon yang bertransisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Masa ini ditandai dengan perkembangan organ reproduksi dan munculnya ciri-ciri seksual sekunder.
Pubertas akan membawa banyak perubahan bagi anak, baik dari segi fisik, mental, maupun hormonal. Perubahan kondisi yang cukup drastis ini bisa membuat anak bingung dan takut. Apalagi, jika tidak ada pengetahuan sebelumnya dan orang tua tidak hadir mendampingi.
Psikolog Anak dan Keluarga, Ratih Zulhaqqi, S.Psi, M.Psi, mengatakan bahwa pubertas dapat terjadi pada usia yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan.
"Biasanya anak perempuan mengalami (pubertas) pada usia 10-11 tahun sedangkan anak laki-laki pada usia 11-13 tahun," ujar Ratih Zulhaqqi, S.Psi, M.Psi, dalam program Ask The Expert kumparanMOM, Kamis (14/08).
Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua untuk mempersiapkan anak melewati masa pubertas?
Waktu Terbaik Membahas Masa Pubertas
Ilustrasi mimpi basah yang dialami anak laki-laki saat memasuki pubertas. Foto: Mama Belle and the kids/Shutterstock
Pubertas adalah bagian kecil dari edukasi seks. Sebelum anak memasuki masa pubertas, orang tua, harus sudah memberi tahu apa itu pubertas, sehingga anak tidak kebingungan dan paham dengan apa yang terjadi pada tubuhnya, Moms.
Nah, menurut Ratih, pembahasan tentang edukasi seks ini bisa dilakukan dengan memulai obrolan ringan bersama anak. Cara paling sederhananya adalah dengan mengenalkan anggota tubuh privat dan batasan-batasannya.
"Ketika anak sudah bisa bicara, misalnya umur 2 tahun, kita sebagai orang tua sudah mulai memberi tahu bagian mana saja yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Misal kelamin, payudara (untuk anak perempuan) dan juga cara berpakaian yang baik untuk anak," ujar Ratih.
Semakin sering dibicarakan, anak akan semakin paham dan akan lebih terbuka kepada orang tua.
"Kita sebagai orang tua harus bisa masuk dan mengerti anak, bukan berpikir seperti apa yang kita pikir, jadi harus nanya dulu (ke anak)," tambahnya
Sehingga anak akan terbuka dan merasakan pendapatnya didengar oleh orang tuanya. Hal ini yang membuat anak menjadi lebih terbuka untuk menceritakan apa yang sedang ia rasakan.
"Tugas kita sebagai orang tua adalah mengedukasi dan memberi pengertian kepada anak sampai ia paham," tutup Ratih.
Seiring usianya bertambah, Anda bisa mencoba menjelaskan kondisi yang lebih kompleks, seperti menstruasi pada anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki. Gunakan berbagai alternatif edukasi, mulai dari bercerita, menjelaskan lewat buku bacaan, atau memberikan tontonan edukatif.
Pastikan si kecil tahu bahwa orang tuanya terbuka untuk berdiskusi soal apa pun. Ingatkan juga si kecil untuk tidak ragu bercerita atau bertanya pada orang tuanya tentang apa pun yang terjadi pada tubuhnya, bukan bercerita pada orang lain. Sebab jika ia bercerita pada orang yang salah, dikhawatirkan mendapat penjelasan yang tidak tepat dan membahayakan dirinya sendiri.