Sejumlah warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Rabu (5/2/2025). Foto: Putra M. Akbar/ANTARA FOTO
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saling jawab karena data terkait subsidi LPG 3 kilogram. Polemik ini bermula dari pernyataan Purbaya mengenai harga keekonomian barang yang disubsidi negara, termasuk LPG.
Pada 30 September 2025, saat rapat dengan Komisi XI DPR, Purbaya mengungkapkan selisih harga barang-barang subsidi yang selama ini ditanggung pemerintah.
Ia mencontohkan LPG 3 kilogram yang memiliki harga keekonomian Rp 42.750 per tabung, namun masyarakat hanya membayar Rp 12.750. Dengan demikian, pemerintah menanggung Rp 30.000 per tabung.
"Untuk LPG 3 kg, subsidi mencapai 70 persen dari harga keekonomian. Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah," jelas Purbaya.
Ia juga menyebut realisasi subsidi pada 2024 mencapai Rp 80,2 triliun dengan 41,5 juta pelanggan penerima manfaat.
Bahlil Sebut Menkeu Salah Baca Data
Pernyataan itu kemudian ditanggapi Bahlil Lahadalia. Dia menilai ada kekeliruan dalam data yang dipaparkan Purbaya.
"Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin (Purbaya) butuh penyesuaian, belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya," kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (2/10).
Menurut Bahlil, data subsidi energi, khususnya LPG, masih dalam proses pematangan dan melibatkan kerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
"BPS itu kan kerja sama dengan tim di ESDM. Jadi mungkin Pak Menterinya belum baca data kali itu ya," ujarnya.
Kemudian, Bahlil kembali memastikan aturan terkait subsidi LPG saat ini sedang dieksekusi. Ia menambahkan, BPH Migas selama ini mengawasi subsidi LPG yang nilainya sekitar Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun per tahun.
Purbaya Respons Bahlil
Sehari setelahnya, merespons pernyataan Bahlil, Menkeu Purbaya menyebut perbedaan itu bisa jadi karena perbedaan cara melihat data. Ia menegaskan informasi yang ia sampaikan sesuai dengan laporan stafnya.
"Salah data? Mungkin cara ngeliat datanya beda. Kan hitung-hitungan kadang-kadang kalau dari akuntan kan kadang-kadang beda caranya," kata Purbaya saat kunjungan kerja di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10).
"Tapi saya yakin pada akhirnya besarannya sama juga. Kalau salah hitung bisa nambah duit saya salah hitung terus biar uang nambah. Tapi harusnya sama pada akhirnya," imbuh Purbaya.