EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di dunia perbankan, Hera F. Haryn adalah nama baru. Kiprahnya di sektor keuangan baru ia mulai lima tahun yang lalu. Namun, pengalaman panjangnya sebagai jurnalis selama hampir 15 tahun membuatnya tak perlu waktu lama untuk belajar dan beradaptasi.
Kini, duduk sebagai EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera bertanggung jawab merancang strategi komunikasi perusahaan sekaligus mengawal berbagai program keberlanjutan yang dijalankan oleh bank swasta terbesar di Indonesia itu.
Saat ditemui di ruang kantornya yang hangat di Menara BCA dengan pemandangan Bundaran HI yang ikonik, Hera memperlihatkan sejumlah produk UMKM binaan Bakti BCA. Ia tampak begitu antusias menuturkan asal-usul tiap produk. Ada kopi yang ditanam di pegunungan, batik dari pengrajin daerah, sampai perhiasan hasil tangan kreatif pelaku usaha kecil.
Hera juga bercerita tentang seorang perempuan pelaku UMKM binaan Bakti BCA yang sukses mengembangkan produk keripik hingga punya penghasilan tetap. Dari penghasilan itu, perempuan tersebut bisa menyekolahkan anaknya hingga ke universitas dan membantu ekonomi keluarga.
Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Dia bisa punya kehidupan yang lebih baik, meningkatkan taraf hidup keluarganya. Sehingga pelan-pelan kemiskinan itu tidak diwariskan. Dan ketika melihat orang lain bisa berbahagia, bisa lebih baik, itu adalah satisfaction yang priceless bagi saya," ujar Hera.
Simak perbincangan kumparanWOMAN dengan Hera mengenai perjalanan karier, kepemimpinan, dan nilai hidupnya selama ini yang ternyata sejalan dengan semangat Bakti BCA.
Saat banyak perusahaan fokus pada brand exposure lewat CSR, bagaimana BCA memastikan Bakti BCA tetap berakar pada kebutuhan masyarakat, bukan sekadar tick the box?
H: Tidak dapat dipungkiri, selama ini banyak yang menilai bahwa CSR itu hanya sebuah jargon. Dan itu saya rasa meruntuhkan value sebenarnya. Sebab apa yang dilakukan BCA sudah menyentuh impact. Mungkin kalau dari segi kuantitas kita belum terbilang banyak, tapi di Bakti BCA memang quality over quantity.
Filosofi Bakti BCA adalah untuk empowering the nation. Kami ingin mendorong dan mendampingi beneficiaries agar memiliki keberdayaan bahkan bisa masuk ke level global.
Bakti BCA adalah payung besar kegiatan non-bisnis BCA dengan lima pilar utama: kesehatan, pendidikan, komunitas, budaya, dan lingkungan. Prinsipnya sederhana, dimulai dari pemberdayaan individu lewat Bakti Pendidikan dan Bakti Kesehatan, lalu naik ke level komunitas melalui Desa Binaan Bakti BCA dan Desa Mitra Bakti BCA, hingga akhirnya membentuk ekosistem lewat Bakti Lingkungan.
Untuk itu kami menyebutnya sebagai corporate shared value, yang artinya ini beyond dari CSR. Konsep bisnis perbankan adalah bank follows trade, bank follows the economy. Jadi kami harus memastikan bahwa market itu berkembang. Caranya yaitu dengan membantu manusia-manusia yang menjadi subjek market agar memiliki keberdayaan sehingga market terus besar.
Aksi penanaman daun pandan oleh Bakti BCA di Pantai Santan, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (10/8). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Apa filosofi yang Ibu pegang saat merancang program sosial, sehingga sejalan dengan karakter BCA sebagai bank sekaligus lembaga yang punya peran sosial?
H: Menurut saya value BCA itu yang menjadi dasar kami. BCA itu selalu berintegritas, karena kami sadar betul perbankan merupakan bagian dari business of trust. Jadi kepercayaan dan reputasi itu hal pertama.
Kemudian yang kedua tentunya impactful yang bisa terukur dalam jangka waktu tertentu. Program yang kami jalankan harus bisa memberikan impact bahkan multiplier effect untuk kehidupan yang lebih baik.
Aksi penanaman daun pandan oleh Bakti BCA di Pantai Santan, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (10/8). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Bagaimana Ibu menjaga agar komunikasi tentang Bakti BCA tidak hanya soal angka besar, tapi juga menghadirkan cerita personal yang menggerakkan?
H: Kami telah menggandeng publik figur untuk mempromosikan kampanye. Sejak tahun lalu kami bekerja sama dengan Nicholas Saputra. Saya pikir perlu ada kerja sama dengan tokoh yang punya pengaruh dan value yang sama dengan BCA.
Selain itu kita juga gandeng teman-teman Gen Z melalui program "Generasi Berbakti." Jadi, kita membuat kompetisi antarkampus di seluruh Indonesia, call for proposal. Kami pilih 4 tim terbaik untuk berkesempatan mengabdi di empat Desa Binaan Bakti BCA.
Lalu kemudian mereka live-in di sana sebulan. Setelah itu, mereka akan kembali untuk mempresentasikan link and match dari gagasannya. Bisa nggak gagasan yang mereka bawa di awal diimplementasikan di lapangan? Termasuk juga memastikan soal sustainability-nya.
Dari program ini kami mendapatkan banyak ide cemerlang dari generasi muda. Menurut saya ini bagus sekali karena ide ini berasal dari anak-anak bangsa kita sendiri.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Apa tantangan besar dalam memastikan keberlanjutan sebuah program?
H: Tantangan yang paling utama adalah soal bagaimana pengelolaan atau organisasi di daerah, itu sangat menantang. Kemudian juga karakter masyarakatnya. Masing-masing titik itu beda eagerness mereka untuk maju dan membentuk teamwork yang solid. Kadang-kadang kita temui juga konflik di sana.
Nah, ketika ada potensi konflik, sebelum kami masuk, kami lihat dulu. Kalau tidak memungkinkan, kami akan back off. Karena agak sulit rasanya kalau mau masuk dan terlibat dalam konflik di titik-titik beneficiaries.
Bakti BCA Sokong Konservasi Penyu di Banyuwangi Foto: Dok. kumparan
Dari sekian banyak program Bakti BCA, program mana yang paling dekat di hati Ibu secara personal?
H: Semua. Menurut saya, sebagai individu kita harus berbahagia dulu. Ketika kita sudah berbahagia, maka kita wajib menularkan kebahagiaan itu dalam bentuk menjadi manusia yang baik dan bermanfaat.
Dan apa yang dilakukan Bakti BCA rasanya sejalan dengan keyakinan saya, belief saya sebagai manusia. Jadi saya pikir, semua Bakti BCA itu memberikan value yang selaras. Ketika melihat orang lain bisa berbahagia, bisa lebih baik, itu adalah satisfaction yang priceless. Dan nggak semuanya itu transaksional, dinilai dengan uang.
Ceritakan soal perjalanan karier Ibu Hera hingga sampai pada posisi strategis di BCA
H: Saya itu sejak di kampus sudah siaran waktu itu di daerah ya, terus kemudian saya bergabung ke Metro TV tahun 2008 awal, lalu saya join di Bloomberg TV, lalu ke CNN Indonesia TV, lalu kemudian ke CNBC Indonesia TV. Saya hampir 15 tahun di media ya.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Apa prinsip yang selalu Ibu pegang saat memimpin tim lintas generasi dan latar belakang?
H:Equal respect, result oriented, dan kekeluargaan. Terhadap siapa pun itu, equal respect itu penting. Ini juga berhubungan dengan cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Kalau ada satu dua hal yang tidak sesuai, kita komunikasi dengan cara yang baik. Menurut saya, value itu harus dipertahankan lintas generasi.
Equal respect itu juga bersinggungan dengan kepentingan perusahaan, yakni kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan ego saya sendiri atau ego satu dua orang dalam tim. Jadi yang muda nggak ngerasa jadi paling tahu dibandingkan yang senior. Yang senior pun tidak mengecilkan yang baru bergabung. Karena semua prinsip akhir kita adalah result oriented.
Leadership perempuan sering diasosiasikan dengan empathy dan collaboration. Menurut Ibu, apakah itu kekuatan yang natural atau butuh dilatih?
H: Kalau dari beberapa buku psikologi yang pernah saya baca, katanya memang perempuan itu dilahirkan dengan blessing itu ya. Tapi di sisi lain, menurut saya prinsipnya sama seperti jam terbang. Semakin sering dilatih, maka dia akan semakin menemukan titik objektifitasnya. Jadi jangan juga karena perempuan kita jadi terlalu bawa perasaan, baper. Menurut saya itu juga nggak fair.
Jadi empati itu juga harus dilatih dengan jam terbang, sehingga dia menemukan titik objektifitasnya. Ada titik-titik logical thinking laki-laki yang perlu kita absorb, kalau kita sudah menjadi leader. Jadi lebih praktikal. Untuk hal-hal yang menurut saya sangat manusiawi, itu menjadi kelebihan: bagaimana kita bisa melihat suatu hal dalam titik empatiness yang lebih khas perempuan.
Dan di situ, perempuan dengan jam terbang, melatih leadership tersebut tadi empati dan kolaborasi itu bisa menjadi kekuatan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketika harus mengambil keputusan sulit yang menyangkut reputasi perusahaan sekaligus dampak sosial, bagaimana cara Ibu menyeimbangkannya?
H: Menurut saya, social economy impact itu sejalan dengan value BCA. Sehingga tidak ada pertentangan antara value BCA dan juga Bakti BCA, ibarat ada satu panggung yang saling melengkapi.
Kami adalah business entity, itu pasti, karena kami adalah bank. Tapi di sisi lain, kami juga membesarkan Bakti BCA sebagai corporate share value. Jadi, itu adalah panggung yang hidup bersamaan.
Menurut kami di kumparanWOMAN, Ibu Hera adalah sosok role model bagi perempuan yang punya aspirasi sebagai leader, bagaimana tanggapan Ibu?
H: Saya masih merasa perlu waktu dan jam terbang yang panjang. Jadi, jalan untuk menjadi role model itu masih panjang, karena saya juga masih terus belajar dan membangun investasi diri saya.
Saya senang melihat perempuan-perempuan luar biasa yang memberikan pengaruh, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Saya juga membaca kisah tokoh-tokoh sejarah perempuan, bagaimana mereka bisa tercatat dalam sejarah sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia. Itu masih menjadi buku kegemaran saya sampai sekarang.
Jadi, menurut saya, perjalanan ini masih panjang dan saya tidak tahu apakah saya akan sampai di titik sebagai role model atau tidak. Tapi bagaimanapun, saya hanya berusaha melakukan versi terbaik saya.
Seperti yang tadi saya sampaikan, pertama saya membangun pengembangan diri sehingga bisa berbahagia dulu dengan diri saya sendiri. Ketika saya sudah selesai dengan diri saya sendiri, stage selanjutnya adalah menjadi manusia yang baik dan bermanfaat untuk orang lain, sekecil apa pun itu.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lalu apakah Bu Hera punya sosok role model perempuan dalam hidup Ibu?
H: Saya tidak punya satu tokoh tertentu. Buku pertama yang ayah saya berikan kepada saya waktu masih SD adalah 100 Tokoh Berpengaruh di Dunia karya Michael H. Hart. Lalu, ketika SMP, saya mulai sadar, "Oh, ternyata tidak banyak perempuan yang ada di buku itu ya."
Salah satu favorit saya adalah sosok Laksamana Cut Nyak Malahayati, marinir perempuan pertama di dunia. Menurut saya sosoknya luar biasa, karena beliau berani berperang dengan rencong sampai Cornelis de Houtman tewas di tangannya.
Artinya perempuan bisa melakukan eksekusi langsung. Bukan hanya dalam konteks perang fisik saja, tapi juga di masa yakni dalam konteks perempuan berdaya. Dan ternyata itu sudah banyak dibuktikan oleh sejarah. Sosok-sosok seperti itulah yang banyak memengaruhi cara saya melihat sesuatu sampai hari ini.
Kalau di industri perbankan?
H: Saya masih baru 5 tahun di industri perbankan. Tapi menurut saya, perempuan-perempuan di industri finansial, khususnya perbankan yang jumlahnya memang tidak banyak membuat saya hats off dan sangat inspired by them.
Di BCA sendiri juga ada dua direktur perempuan, dan menurut saya mereka luar biasa. Value-value yang mereka pegang banyak memengaruhi cara saya bekerja sampai hari ini. Jadi, siapapun perempuan hebat di industri perbankan, beliau-beliau adalah role model saya.