Sep 23rd 2025, 08:03 by BASRA (Berita Anak Surabaya)
Ilustrasi wawancara pejabat negara. Foto: Pixabay
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang baru dilantik Presiden Prabowo banyak mendapat perhatian masyarakat luas karena gaya komunikasinya. Banyak yang menyukai gaya komunikasi Purbaya karena dianggap ceplas-ceplos bahkan disebut koboy oleh Menkeu terdahulu Sri Mulyani. Masyarakat menilai komunikasi Purbaya mampu menerjemahkan program pemerintah dengan sederhana terutama di kalangan muda.
Sementara sebagian lainnya juga merasa gaya komunikasi Purbaya akan menimbulkan polemik karena tidak menyesuaikan kondisi sosial masyarakat.
Terkait ini, Pakar kajian budaya dan media Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), Radius Setiyawan menganggap gaya komunikasi Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa berciri dynamic style yang lugas, cepat, dan langsung ke inti persoalan. Namun, ia mengingatkan pentingnya sensitivitas sosial dalam setiap pernyataan publik.
Warek bidang Riset, Kerja sama dan Digitalisasi UM Surabaya ini juga mengingatkan kembali kontroversi awal yang sempat muncul terkait tuntutan 17+8 Tuntutan Rakyat, Purbaya berpendapat bahwa tuntutan tersebut merupakan suara dari sebagian kecil masyarakat.
"Pernyataan itu dianggap tidak memahami kondisi sosiologis masyarakat saat itu. Tetapi makin ke sini, Purbaya terlihat belajar. Ia mampu menjawab isu-isu makroekonomi, perbankan, hingga moneter dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah diterima publik," ujar Radius dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Selasa (23/9).
Menurut Radius, gaya komunikasi pemimpin politik di Indonesia memang beragam. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikenal dengan systematic style, menyusun jawaban runtut dan hati-hati.
Presiden Joko Widodo lebih egaliter, menggunakan bahasa sederhana agar dekat dengan masyarakat. Sementara Presiden Prabowo dan kini Menkeu Purbaya lebih dinamis, berbicara lugas dan langsung.
"Setiap gaya punya kelebihan masing-masing. Tetapi yang terpenting, komunikasi politik bukan sekadar retorika. Ia harus paham denyut masyarakat. Kalau kondisi publik sedang marah atau kecewa, jangan sampai muncul kata-kata yang diskriminatif atau membuat masyarakat merasa tidak dianggap," tegas Radius.
Radius juga memberi pesan bagi jajaran menteri baru di Kabinet Merah Putih. Menurutnya, komunikasi publik kini sama pentingnya dengan kinerja teknis.
"Masyarakat menuntut komunikasi yang sederhana tapi substansial. Jangan sampai kebijakan bagus gagal diterima hanya karena cara menyampaikannya keliru. Menteri harus paham betul siapa audiensnya, kondisi sosialnya, dan memilih bahasa yang tepat," ujarnya.
Ia pun menekankan bahwa keberhasilan komunikasi politik harus berbanding lurus dengan hasil nyata di lapangan.
"Kalau komunikasi dan kebijakan berjalan seiring, maka kepercayaan publik akan tumbuh. Itu yang paling dibutuhkan Indonesia saat ini," pungkasnya.