Kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak masih kerap terjadi. Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Dunia memang semakin berkembang, tapi keadilan bagi perempuan masih menjadi tantangan besar. Hal ini terlihat dari tingginya angka kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Indonesia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) serta Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah merilis laporan terbaru mengenai kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan.
Hasil laporan tersebut menunjukkan angka yang masih tinggi dan harus menjadi perhatian serius bagi semua kalangan. Berikut informasi selengkapnya.
Kementerian PPPA ungkap ada 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
Masih banyak korban kekerasan yang enggan untuk melapor. Foto: Chinnapong/Shutterstock
Menurut data dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), hingga 3 Juli 2025 tercatat sebanyak 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka ini melonjak lebih dari 2.000 kasus hanya dalam 17 hari terakhir.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyampaikan bahwa angka tersebut kemungkinan masih jauh dari realita sebenarnya karena banyak korban yang belum melapor dan belum tercatat dalam sistem layanan.
"Korban masih sulit bicara dan belum merasa aman untuk melapor," ujar Arifah dalam Rapat Evaluasi Kinerja Semester I 2025 Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (05/08).
CATAHU oleh Komnas Perempuan mencatat ada 445.502 kekerasan terhadap perempuan
Sementara itu, menurut Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU) yang dirilis oleh Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 445.502 kasus kekerasan terjadi terhadap perempuan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 9,77% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan terbesar terjadi pada kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang naik 40,8%. Bentuk-bentuk kekerasan online meliputi ancaman daring, pelecehan seksual siber, penyebaran konten negatif secara ilegal, eksploitasi seksual, pelanggaran privasi, hingga penipuan.
Langkah pemerintah untuk menangani kekerasan terhadap Perempuan dan anak
Pemerintah sedang memperkuat langkah untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Foto: siam.pukkato/Shutterstock
Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, pemerintah mengambil langkah memperkuat Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA) yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga lintas lembaga.
"GN-AKPA bukan milik satu institusi. Ini gerakan bersama, agar upaya pencegahan, perlindungan, dan pemulihan berjalan lebih konkret di lapangan. Rencana Aksi NasionaL (RAN) dan Rencana Aksi Daerah (RAD) sedang disusun bersama agar masuk dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah," ungkap Arifah.
Memanfaatkan teknologi untuk memperkuat kesetaraan gender
Komnas Perempuan juga mengimbau agar teknologi, terutama Artificial Intelligence (AI), dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kesetaraan gender dan membantu percepatan pencegahan, penanganan, serta pemulihan korban kekerasan.
Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, menegaskan teknologi harus diarahkan untuk mencegah kekerasan dan menyelamatkan korban, bukan menjadi alat yang memfasilitasi kekerasan baru.
"Tanpa kebijakan yang responsif gender, kemajuan teknologi justru berisiko melanggengkan kekerasan dan diskriminasi dalam bentuk baru," ujar Chatarina.