Jan 21st 2025, 14:08, by Kevin S Kurnianto, kumparanSAINS
Seorang pria lansia (84) yang tak disebutkan identitasnya datang ke RS di Hong Kong dengan keluhan komplikasi penyumbatan saluran kencing. Dokter pun memeriksa kondisi dan menemukan keanehan: Warna kulit dan kukunya abu-abu.
Tak cuma keduanya, matanya pun juga berwarna abu-abu. Dokter pun segera melakukan tes darah untuk mencari tahu penyebab munculnya kondisi tak biasa yang dialami lansia itu.
Setelah ditelusuri, ternyata konsentrasi logam perak atau silver dalam aliran darah 40 kali lipat lebih tinggi dari orang pada umumnya. Tubuh pria ini jenuh dengan logam tersebut.
Konsentrasi perak dalam tubuhnya menyebabkan terbentuknya butiran-butiran kecil teroksidasi tepat di bawah kulit, di membran kelenjar keringat, pembuluh darah hingga serat kulit.
Dalam bahasa medis, pria itu mengidap kondisi yang disebut argyria. Ini merupakan penumpukan perak sistemik dalam jaringan tubuh. Kondisi ini sebenarnya jarang terjadi. Dalam kasus ekstrem, area kulit terbuka seseorang bisa berwarna sangat biru.
Kondisi ini biasanya ditemukan di orang-orang yang bekerja dan amat dekat bersinggungan dengan area tambang logam.
Pria ini bekerja bertahun-tahun sebagai pelayan. Anehnya, pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kontaminasi perak yang jelas dari tempat kerjanya. Tetangganya juga tidak ada yang menunjukkan perubahan warna kulit yang sama, begitu juga paparan di lingkungan rumahnya yang juga tidak mungkin terjadi.
Penyebab pria ini jadi berwarna abu-abu masih dicari. Dalam beberapa kasus, argyria bisa muncul dari kebiasaan orang mengonsumsi obat yang mengandung perak karena sifat antimikrobanya.
Produsen obat menggunakan perak koloid untuk memunculkan sifat antimikroba dalam sebuah obat. Faktanya BPOM AS telah memperingatkan, bahan itu tak bisa dianggap sebagai cara aman atau efektif mengobati penyakit.
Menurut laporan IFL Science, kandungan ini biasanya ada dalam suplemen makanan yang menjual klaim mampu mengeluarkan racun atau memperkuat pertahanan tubuh.
Logam ini dapat diserap melalui paru-paru, kulit, atau sistem pencernaan. Logam ini menyimpan partikel bermuatan. Radiasi UV dari sinar matahari bereaksi dengan ion perak, menangkap elektronnya dan berubah menjadi bentuk yang dapat bereaksi membentuk senyawa yang memantulkan warna abu-abu kusam atau biru.
Pria berusia 84 tahun itu kini juga sedang dirawat untuk menyembuhkan tumor prostat jinaknya. Karena ia sangat 'sensitif' terhadap obat mengandung perak, lansia itu mendapat paket terapi antiandrogen umum finasteride.
Untungnya, kondisi ini tidak akan berdampak signifikan pada kesehatan jangka panjang pasien. Selain efek kosmetik yang samar, penumpukan perak relatif tidak berbahaya, tetapi dalam konsentrasi tertinggi, paling berpotensi memengaruhi penyerapan beberapa antibiotik dan obat-obatan seperti tiroksin.
Meski begitu, pria berusia 84 tahun itu akan kesulitan menghilangkan warna abu-abunya jika ia mau. Saat ini belum ada tindakan yang diketahui dapat menghilangkan penumpukan perak dari tubuh.
Dari mana asalnya masih menjadi misteri, untuk saat ini. Namun, dengan diagnosis dalam catatan medisnya, dokter pasien pasti akan terus memantau status peraknya selama bertahun-tahun mendatang. Studi kasus ini dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine.