TEMPO Interaktif, Jakarta -Perseteruan antara Yayasan Trisakti dengan Rektorat Universitas Trisakti mencapai babak baru. Dua petinggi Universitas Trisakti, Prayitno, Ketua Senat Trisakti dan Advendi Simangunsong, Ketua Forum Komunikasi Karyawan Trisakti dilaporkan ke polisi.
"Mereka dilaporkan karena menghalang-halangi eksekusi sembilan petinggi Kampus Trisakti dengan segala cara, termasuk menggunakan preman," kata pengacara Yayasan Utomo Karim melalui telepon, 6 Agustus 2011. Tindakan ini, kata Utomo, melanggar pasal 216 jo. pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut Utomo, kedua orang inilah yang paling berperan mengahalangi eksekusi yang dilakukan pada Mei lalu. "Tapi bisa dalam penyelidikan ternyata ada orang lain yang terlibat, bisa saja tidak hanya kedua orang ini yang terkena."
Pengacara Yayasan telah melaporkan kedua petinggi Trisakti ini ke Bareskrim Mabes Polri pada Jumat, 5 Juli 2011 kemarin. Ini merupakan laporan kedua pihak Yayasan ke Mabes Polri. Pekan lalu mereka juga melaporkan Rektorat Trisakti karena dianggap menyodorkan bukti palsu ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur sehingga pengadilan memutuskan pihak universitas yang berhak mengelola Kampus Trisakti.
Advendi Simangunsong membantah semua tudingan yayasan. "Yang menyebutkan perintah eksekusi adalah tindakan non-executable adalah kuasa hukum Universitas, bukan saya pribadi," ujarnya melalui telepon. Ia juga membantah bahwa pihaknya melibatkan preman dalam eksekusi pada 19 Mei lalu. "Mereka mahasiswa dan karyawan kampus. Kalau mereka preman, tentu usaha eksekusi sudah rusuh."
Ia menampik tuduhan Universitas Trisakti telah menggunakan dokumen palsu dalam memenangkan tuntutan di PN Jakarta Timur. Dokumen yang mereka miliki telah dilegalisir Inspektorat Departemen Pendidikan Nasional.
"Dan bukti kami diterima oleh pengadilan, sedangkan bukti yang diajukan pihak yayasan ditolak karena dinilai tidak berkekuatan hukum," kata Advendi.
Ia heran yayasan tidak mengajukan banding bila tidak puas atas putusan PN Jakarta Timur dan malah menyeretnya ke urusan pidana.
Sengketa ini terjadi sejak 2002, saat Rektor Trisakti, Thoby Mutis mengeluarkan Statuta 2001 R yang menghapus kewenangan Yayasan Trisakti dan menggantinya dengan Badan Hukum Pendidikan. Berdasarkan dokumen yang mereka miliki, yayasan dibentuk setelah universitas dibentuk sehingga yayasan dinilai tidak berhak mengelola universitas.
Yayasan Trisakti mengajukan tuntutan hukum, yang kemudian dimenangkan oleh Mahkamah Agung. Salah satu putusannya adalah eksekusi terhadap sembilan petinggi Universitas. Eksekusi yang dilaksanakan 19 Mei lalu itu gagal karena ditolak kampus.
RATNANING ASIH