TEMPO Interaktif, Jakarta - Pakar ilmu politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit sangat meyakini kompetensi Sri Mulyani Indrawati sebagai presiden Indonesia. Sehingga, ia mengaku melanggar sumpahnya untuk menjadi non-partisan demi mendukung SMI dalam Partai Serikat Rakyat Independen (SRI). "Saya melanggar sumpah saya sejak duduk di FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) UI bahwa saya akan jadi non-partisan," ujarnya dalam wawancara via telepon, Sabtu, 6 Agustus 2011.
Atas ajakan Rahmat Tolleng, menurut Arbi, dalam studinya tentang sosok presiden yang dibutuhkan bangsa ini, SMI memenuhi tujuh indikator kriteria presiden. Pertama, adanya dukungan partai. SMI yang tidak punya partai, kini memiliki dukungan Partai SRI. Kedua, integritas. Dikatakan Arbi, SMI mempunyai daya kritis, kemandirian, keberanian, dan kecerdasan. Ketiga, pengalaman berpolitik. Hal ini juga dipandang telah ada pada SMI.
Keempat, kemampuan mengatasi masalah. "Terlihat ketika menangani Kementerian Keuangan," ujar Arbi. Selanjutnya, ia juga dianggap mampu mengelola manajemen pemerintahan. Indikator selanjutnya adalah penerimaan dunia internasional. Terakhir, mampu melakukan perubahan.
Dibanding nama-nama lain dalam daftar calon presiden pada studi yang dilakukan Arbi, yaitu pengusaha Prabowo, mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Wiranto, dan ibu negara Ani Yudhoyono, SMI dipandang unggul. "Jadi, saya dukung dia bukan karena kenal," ucap Arbi. Selain itu, Arbi mengatakan, sebagian besar pendukung Partai SRI adalah akademisi. "Hanya sedikit yang politisi," kata dia lagi. Arbi kini duduk dalam Majelis Pertimbangan Partai SRI.
ATMI PERTIWI