JAKARTA - Perusahaan petrokimia nasional, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) saat ini tengah menjajaki kerja sama dengan Vopak Singapura untuk membangun terminal LPG. Suryandi berharap, terminal itu bisa memberikan pasokan LPG sebagai bahan baku alternatif ketika terjadi lonjakan harga nafta.
Hal tersebut disampaikan Direktur CAP Suryandi, di sela-sela acara Media Workshop tentang Prospek Industri Petrokimia Industri, di Bandung, akhir pekan lalu.
"Dana investasi ditaksir sebesar USD150 juta dengan kapasitas terminal satu juta ton per tahun. Dirancang rampung pada 2015. Dalam kerja sama ini, kami hanya posisi minoritas, dengan porsi investasi USD11 juta-USD12 juta, termasuk untuk pengadaan lahan," tutur Suryandi.
Sekjen Inaplas Fajar AD Budiyono memprediksikan, Indonesia akan semakin sulit untuk memperoleh nafta di 2015 nanti. Indonesia tidak mempunyai gas ethan sebagai alternatif. Sehingga, kata dia, kondensat dan LPG menjadi alternatif.
Ekonom Faisal Basri menilai, saat ini belum ada keseriusan pemerintah untuk memperhatikan industri petrokimia, terutama dalam memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku.
"Kebijakan sektor minyak dan gas bumi tidak mendukung perkembangan industri petrokimia. Padahal, industri ini merupakan ibunya industri. Pada 2010, impor nafta mencapai 1,6 juta ton, namun pada saat yang bersamaan, pemerintah justru mengekspor Nafta sebesar 785 ribu ton," tegas Faisal.
Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Tony Tanduk menambahkan, pemerintah masih berupaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri petromia nasional.
"Kami masih terus melakukan pembicaraan rutin dengan Pertamina, bagaimana caranya agar nanti Pertamina tidak hanya fokus pada produksi produk energi saja, tapi juga menyisakan nafta sebagai bahan baku industri petrokimia," kata Tony.
(Sandra Karina/Koran SI/ade)
