KemenPPPA: 99,81 Persen Perempuan Korban Kekerasan Tidak Melapor dan Pilih Diam - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
KemenPPPA: 99,81 Persen Perempuan Korban Kekerasan Tidak Melapor dan Pilih Diam
Dec 9th 2025, 11:13 by kumparanWOMAN

Ilustrasi perempuan korban kekerasan seksual. Foto: Cat Box/Shutterstock
Ilustrasi perempuan korban kekerasan seksual. Foto: Cat Box/Shutterstock

Kekerasan seksual, fisik, maupun psikis masih menjadi persoalan serius yang menghantui perempuan di Indonesia. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional yang diinisiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 6,2 juta perempuan mengalami kekerasan sepanjang tahun 2024.

Namun, dari jumlah yang begitu besar, hanya 12.418 kasus yang tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Artinya hanya 0,19 persen korban yang melaporkan kekerasan yang mereka alami.

Sementara itu, 99,81 persen di antara mereka memilih diam dan tidak melaporkan kejadian pilu yang dialaminya. Margareth Robin, Asisten Deputi Perumusan dan Koordinasi Kebijakan bidang Perlindungan Hak Perempuan, KemenPPPA menjelaskan fenomena ini ibarat gunung es. Yakni apa yang tercatat dalam laporan hanyalah sebagian kecil dibandingkan kasus yang sebenarnya terjadi di lapangan.

"Kita ketahui bersama bahwa fenomena gunung es ini menjadi gambaran kekerasan yang dialami perempuan. Yang muncul di permukaan hanya sedikit, tapi di bawahnya masih banyak kasus yang tidak terungkap," ungkapnya saat Press Briefing a 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) pada Selasa (18/11).

Perempuan korban kekerasan seksual pilih diam karena merasa aib dan tidak punya support system

Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan. Foto: leungchopan/Shutterstock
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan. Foto: leungchopan/Shutterstock

Di antara berbagai bentuk kekerasan tersebut, kekerasan seksual menjadi salah satu jenis yang kerap enggan untuk dilaporkan. Menurut Margareth, hal itu terjadi karena mereka masih merasa apa yang dialaminya merupakan aib, sehingga malu untuk mengungkapkannya.

"Tidak bisa kita pungkiri bahwa kekerasan seksual itu dianggap aib. Sehingga perempuan tidak berani menceritakan kasusnya," ujarnya kepada kumparanWOMAN saat ditemui usai acara.

Alasan lainnya adalah perempuan korban kekerasan merasa sendirian. Sebab, mereka tidak memiliki support system yang baik. "Selanjutnya bisa jadi perempuan itu sendiri. Mereka tidak memiliki tempat cerita yang dapat membantunya, akibatnya korban memilih diam," lanjutnya.

Margareth pun menegaskan bahwa korban jangan takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Sebab, ada Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan korban kekerasan. Yakni tercantum pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

UU ini mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual dengan tujuan mencegah, menangani, melindungi korban, memulihkan korban, serta merehabilitasi pelaku dari segala bentuk kekerasan seksual.

Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) juga memberikan perlindungan bagi perempuan di lingkup rumah tangga dari berbagai bentuk kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran.

Baca juga: UN Women: 99 Persen Perempuan Jadi Sasaran Kekerasan Seksual karena AI

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url