Cerita Pedagang Pasar Antik di Jalan Surabaya: Bertahan Meski Makin Sepi - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Cerita Pedagang Pasar Antik di Jalan Surabaya: Bertahan Meski Makin Sepi
Dec 26th 2025, 10:00 by kumparanBISNIS

Kios barang antik Anto di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Kios barang antik Anto di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan

Di tengah menurunnya pembeli pascapandemi, Pasar Antik Jalan Surabaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, belum sepenuhnya kehilangan denyut ekonomi. Para pedagang masih bertahan dengan memajang beragam barang lawas, mulai dari keramik kuno, wayang, guci, hingga piringan hitam, yang menyasar kolektor dan wisatawan asing.

Pantauan kumparan di lokasi, Selasa (23/12) siang, aktivitas jual beli masih berlangsung meski tidak seramai sebelum pandemi. Jalan Surabaya yang membentang sekitar 500 meter itu tampak dipenuhi kios-kios antik di sisi trotoar.

Sejumlah pengunjung terlihat berjalan santai, berhenti sejenak untuk melihat-lihat, bertanya harga, atau sekadar menikmati suasana. Beberapa wisatawan asing tampak masuk ke kios dan melakukan transaksi. Atmosfer lawas menjadi ciri khas kawasan ini, menciptakan kesan seolah kembali ke era 1980-an.

Anton, pedagang barang antik di Jalan Surabaya, mengaku sudah berjualan sejak awal 1980-an. "Masuk (kios barang antik di Jalan Surabaya) dari tahun 1982," ujar Anton ketika ditemui kumparan.

Dia mengatakan aktivitas perdagangan di kawasan ini mulai ramai pada dekade berikutnya. Menurutnya, jenis barang yang laku sangat bergantung pada selera pembeli.

Kios barang antik Rinto di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Kios barang antik Rinto di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan

"Ya tergantung selera orang, tapi orang sering nyari keramik-keramik, buat dekor. Jadi kita beli yang dicari orang aja gitu," kata dia.

Ia memilih bertahan dengan sistem penjualan konvensional dan tak memanfaatkan platform daring. Harga barang antik yang dijual pun bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Patung wayang seukuran lutut orang dewasa dijual sekitar Rp 300 ribu, piring keramik hiasan mencapai Rp 1,5 juta, sementara guci dibanderol mulai Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta.

Selain itu, Anton menjual barang yang sedikit berbeda yakni bass betot berbahan kayu. Alat musik tradisional ini dipajang di depan kios dibanderol sekitar Rp 3,5 juta, tapi masih bisa ditawar oleh pembeli.

Barang-barang antik tersebut dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera dan Jawa. Anton juga menyebut kios yang ia tempati merupakan miliknya sendiri.

"Dari daerah, banyak, semua dikumpulin. Sumatera, Jawa, gitu," ungkap Anton.

Namun, Anton mengakui kondisi pasar belum pulih sepenuhnya sejak pandemi COVID-19. Menurutnya, penurunan jumlah pengunjung mulai terasa sejak 2021. Saat ini, keuntungan yang diperoleh sebagian besar kembali diputar sebagai modal usaha.

"Ya Rp 12 juta (sekarang), itu buat modal juga," katanya.

Dari sisi biaya operasional, beban sewa kios sebesar Rp 200 ribu per bulan yang mencakup retribusi kepada Pemda DKI Jakarta dan biaya keamanan. Meski demikian, Anton menyatakan tetap mempertahankan usaha ini karena telah menjadi sumber nafkah keluarganya selama puluhan tahun.

Lanskap kios-kios barang antik di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Lanskap kios-kios barang antik di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan

"Iya udah ini aja, udah nyaman enak. Dari dulu nafkahin keluarga dari sini kan. Alhamdulillah," ujarnya.

Pembeli di Jalan Surabaya berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dengan proporsi yang relatif seimbang. Wisatawan asing, kata dia, cenderung tertarik pada wayang dan barang-barang bernuansa etnik.

Pedagang lain, Rinto, mengatakan piringan hitam masih menjadi salah satu barang yang cukup sering dibeli. Harga piringan hitam berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu, tergantung kondisi dan jenisnya. Selain itu, gramofon dan patung juga termasuk barang yang cukup diminati.

"Macem-macem, ada yang Rp 100 ribu, ada yang Rp 300 ribu, ini yang bisa di setel. Lawas semua ini," tutur Rinto ketika ditemui kumparan.

Kata Rinto, sebagian besar pembeli piringan hitam berasal dari luar negeri dan kerap membeli dalam jumlah banyak, meski hanya untuk pajangan.

Lanskap kios-kios barang antik di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Lanskap kios-kios barang antik di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url