Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Wacana redenominasirupiah atau penyederhanaan digit rupiah kembali dihidupkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menolak gugatan mengenai redenominasi karena menilai perlu kajian strategis dari pemerintah.
Kini, Purbaya memasukkan rencana redenominasi dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.
Purbaya menetapkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) sebagai salah satu program prioritas nasional di bidang kebijakan fiskal. RUU ini masuk kategori rancangan undang-undang luncuran dan ditargetkan rampung pada tahun 2027.
Redenominasi merupakan langkah penyederhanaan jumlah digit pada mata uang tanpa mengubah daya beli masyarakat. Artinya, nilai uang secara riil tetap sama, hanya penyebutannya yang dibuat lebih sederhana. Sebagai contoh, harga barang yang sebelumnya Rp 10.000 akan ditulis menjadi Rp 10 setelah redenominasi.
Sempat Ditolak MK
Sebelum PMK 70 2025 mencuat, advokat bernama Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak menggugat Pasal 5 Ayat 1 Huruf C dan Pasal 5 Ayat 2 Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke MK.
Penggugat meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk redenominasi atau melakukan pengurangan jumlah nol dalam mata uang rupiah. Sebagai contoh pecahan Rp 1.000 diredenominasi menjadi Rp 1 saja.
Zico menilai Pasal 5 ayat 1 huruf c UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:
"Ciri umum rupiah kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 paling sedikit memuat: c. Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengkonversi angka Rp 1.000 (seribu rupiah) menjadi Rp 1 (satu rupiah)," tulis isi permohonan Zico.
Ilustrasi desain uang rupiah hasil redenominasi yang menghilangkan 3 angka nol di belakang. Foto: Istimewa
Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu menolak redenominasi rupiah. Mahkamah menilai kebijakan tersebut merupakan suatu hal yang fundamental dan perlu dilakukan kajian secara strategis.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, membacakan amar putusan perkara nomor 94/PUU-XXIII/2025 dalam sidang di MK, Kamis, 17 Juli 2025.
Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan, kebijakan redenominasi perlu ditetapkan ke dalam sebuah undang-undang. Sehingga, akan lebih tepat permohonan ini ditujukan kepada pembuat undang-undang.
"Untuk maksud tersebut, pemohon seharusnya memperjuangkan melalui pembentuk undang-undang. Sebab kebijakan redenominasi mata uang rupiah tidak dapat dilakukan hanya dengan mengubah atau memaknai norma sebagaimana yang dimohonkan pengujian oleh pemohon," jelas hakim MK, Enny Nurbaningsih.
Selain itu, untuk melaksanakan redenominasi, MK menilai perlu ada kajian yang dilakukan secara komprehensif. Hal tersebut saat ini tengah dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Untung Rugi Redenominasi Rupiah
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menjelaskan manfaat utama dari redenominasi rupiah yakni mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang lain, di mana saat ini nilai tukar rupiah sangat kecil.
Piter menuturkan ekonomi Indonesia masuk di posisi 20 besar dunia. Namun karena angka nol pada rupiah yang terlalu banyak, maka nilai tukarnya cenderung lebih kecil bahkan jika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.
Dengan demikian, kata Piter, kebijakan redenominasi akan membuat nilai tukar rupiah tak terlalu jauh dengan mata uang lain. Sehingga masyarakat bangga menyimpan rupiah yang akhirnya berdampak pada stabilitas nilai tukar.
"Kalau kita bangga dengan rupiah, akan membuat rupiah lebih stabil. Orang mau megang rupiah, sekarang orang lebih banyak pegang dolar. Semakin banyak yang pegang rupiah akan lebih stabil, ekonomi lebih kuat," tutur Piter kepada kumparan pada 26 Juni 2023.
Selain itu, Piter mengungkapkan manfaat redenominasi lainnya adalah mempermudah sistem pencatatan keuangan, apalagi di sistem digital. Piter mencontohkan, ketika menuliskan angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai ribuan triliun dolar AS, pencatatannya pun sulit karena terlalu banyak angka nol.
Piter menilai kebijakan redenominasi rupiah tidak akan berdampak negatif apapun setelah implementasinya. Namun, dia mengakui selama proses transisi dan sosialisasi akan ada efek peningkatan inflasi.
"Harga-harga itu tidak semuanya bulat, misalnya Rp 13.990 dengan redenominasi ada kecenderungan harga dibulatkan ke atas. Tapi kan itu cuma sekali mengubah harga, enggak bisa terus terusan. Justru setelah itu ada kemungkinan kita mengalami inflasi yang lebih stabil, lebih kuat. Karena harganya sudah di sana," tutur dia.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, di Jakarta, Rabu (6/12/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga menilai redenominasi rupiah akan berdampak kepada penguatan nilai tukar. Dia mencontohkan sebelum krisis moneter terjadi, nilai tukar rupiah berkisar antara Rp 2.400-2.700 per dolar AS.
"Dengan sekarang nilainya Rp 15.000, jika dipotong menjadi Rp 15 ini akan menguatkan nilai tukar karena perbandingannya menjadi sedikit, maka terjadi penguatan nilai tukar," jelas Tauhid.
Tauhid menuturkan keuntungan redenominasi rupiah yang kedua adalah dapat mengurangi kesalahan pencatatan, proses administrasi, maupun transaksi keuangan karena angkanya menjadi lebih sederhana.
Dia juga menjelaskan beberapa hal yang perlu dikhawatirkan selama proses redenominasi berlangsung adalah penyesuaian harga barang yang menyebabkan inflasi terutama di 3-4 bulan usai implementasi.
Kemudian, dia juga menyoroti dampak negatif lain dari proses redenominasi yakni adanya efek seolah-olah masyarakat kehilangan nilai aset yang sudah dimilikinya.
"Misal dulu kita membeli mobil, tanah atau emas dengan nilai sangat tinggi, pada saat harga tinggi misalnya Rp 2 miliar, menjadi sekian juta. Itu yang harus dikhawatirkan di beberapa tahun awal pasti akan terasa," tutur Tauhid.