gambar ilustrasi penjual petis glotak (gambar ilustrasi ini dibuat oleh Gemini AI)
Petis Glotak bukan sekadar makanan murah; dari bunyi di wajan hingga rasa yang nempel di lidah, ada cerita dan identitas yang tak boleh hilang.
Petis Glotak merupakan salah satu kuliner khas Tegal yang memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bahan, cara memasak, maupun cita rasanya. Meski namanya terdengar sederhana, makanan ini menyimpan nilai budaya dan tradisi lokal yang kuat di balik aroma rempahnya.
Petis Glotak terbuat dari gembus—ampas tahu yang diolah bersama rempah-rempah dan tulang ayam atau sapi. Menariknya, bunyi "glotak-glotak" yang muncul saat tulang-tulang itu dimasak di wajan menjadi asal mula nama hidangan ini. Rasanya gurih, asin, dan sedikit pedas, membuatnya berbeda dari petis kebanyakan.
Hidangan ini dibuat oleh para pedagang kecil dan ibu rumah tangga di Tegal yang menjaga resep turun-temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Tegal dari berbagai kalangan—pelajar, pekerja, hingga orang tua—masih rutin menikmatinya sebagai makanan pengisi sore hari.
Petis Glotak mudah dijumpai di pasar tradisional maupun di pinggir jalan di kawasan Tegal. Penjualnya biasanya menggunakan panci besar di atas tungku, dengan aroma rempah yang khas tercium dari kejauhan.
Waktu paling populer untuk menikmati glotak adalah sore hari, menjelang malam. Biasanya disajikan sebagai teman makan bubur atau nasi hangat. Sensasi gurih dan pedasnya memberikan rasa hangat yang cocok untuk waktu santai.
Selain karena rasanya yang khas, Petis Glotak menjadi simbol kreativitas masyarakat lokal. Dari bahan sederhana seperti ampas tahu, tercipta hidangan lezat yang menggugah selera. Makanan ini juga mencerminkan nilai ekonomi rakyat: murah, bergizi, dan tetap nikmat tanpa perlu bahan mahal.
Petis Glotak biasanya disajikan di mangkuk kecil dan disantap langsung atau dicampur dengan bubur maupun nasi. Harganya sangat terjangkau, sekitar Rp3.000 per porsi, membuatnya mudah dijangkau oleh semua kalangan.
Di tengah maraknya tren kuliner modern, Petis Glotak menjadi pengingat bahwa cita rasa lokal tak pernah kehilangan tempatnya. Bunyi "glotak-glotak" saat dimasak bukan sekadar suara dari dapur, melainkan gema dari tradisi dan kehangatan budaya Tegal yang terus hidup hingga hari ini.