Sejumlah Langkah Hadapi Risiko Polusi Mikroplastik - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Sejumlah Langkah Hadapi Risiko Polusi Mikroplastik
Oct 25th 2025, 03:41 by kumparanNEWS

Mikroplastik yang terkandung di air hujan Jakarta. Foto: Dok. BRIN
Mikroplastik yang terkandung di air hujan Jakarta. Foto: Dok. BRIN

Jumlah mikroplastik di Jakarta mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terungkap dalam media briefing Pemprov DKI Jakarta, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta BMKG, di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (24/10).

Penelitian yang dilakukan BRIN di wilayah Muara Angke, Jakarta Utara, menunjukkan ada peningkatan mikroplastik hingga lima kali lipat dalam rentan 7 tahun.

"Sebenarnya dulu sudah pernah kami informasikan, kami melakukan kajian mikroplastik di Muara Angke di titik yang sama itu meningkat lima kali lipat dari tahun 2015 ke 2022," ujar Profesor Riset BRIN Muhammad Reza Cordova.

Dari Mana Asalnya?

Seorang pemulung mengumpulkan barang-barang bekas seperti plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (2/9/2025). Foto: KRISTIANTO PURNOMO/AFP
Seorang pemulung mengumpulkan barang-barang bekas seperti plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (2/9/2025). Foto: KRISTIANTO PURNOMO/AFP

Peningkatan mikroplastik di Jakarta dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan sistem pengelolaan sampah yang belum sepenuhnya tertangani. Khususnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang masih menerapkan open dumping.

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana di mana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.

Reza menjelaskan, pengelolaan sampah di Jakarta sebenarnya sudah cukup baik, dengan lebih dari 95 persen sampah dikumpulkan dan diangkut dari sumbernya.

Namun, hasil penelitian BRIN menunjukkan adanya hubungan antara mikroplastik di udara dengan TPA terbuka.

"Kami juga sebenarnya menemukan bahwa ada hubungan positif antara mikroplastik yang ditemukan di udara dengan TPA, terutama TPA-TPA yang open dumping. Semakin dia ber-open dumping, semakin tinggi pula mikroplastik yang dihasilkan," ujar Reza.

Ia menjelaskan, air lindi dari TPA terbuka turut berkontribusi meningkatkan jumlah mikro dan mesoplastik di lingkungan.

"Karena dari hasil riset kami yang ada, dari air lindi saja itu meningkatkan mikro dan meso plastik, ukuran yang sedikit lebih besar itu 3 sampai 9 kali lipat di badan air," jelasnya.

Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova (kedua kanan) menyamapaikan keterangan pers di Balai Kota, Jakarta Pusat pada Jumat (24/10/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova (kedua kanan) menyamapaikan keterangan pers di Balai Kota, Jakarta Pusat pada Jumat (24/10/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan

Reza menambahkan, kondisi tersebut dapat memperburuk kualitas udara dan air, terutama saat musim kemarau.

"Jadi kan open dumping terkena langsung sinar matahari dan itu bisa melepaskan mikroplastiknya dan mungkin bisa jadi, saya tadi baru tahu juga ternyata 15 kilo, berarti kemungkinan turun akan lebih banyak," ujarnya.

BRIN mencatat tren peningkatan jumlah mikroplastik berbanding lurus dengan jumlah penduduk dan aktivitas perkotaan. Hasil penelitian BRIN sebelumnya bahkan mengungkap air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan.

Penelitian menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Ibu Kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Dwi Atmoko (tengah), saat media briefing di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (24/10/2025).  Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Dwi Atmoko (tengah), saat media briefing di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (24/10/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan

Terkait mikroplastik yang ditemukan dalam air hujan di Jakarta, BMKG menjelaskan tidak selalu berasal dari wilayah itu sendiri. Sebab partikel halus ini dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain melalui udara sebelum akhirnya turun ke permukaan bumi.

"Perlu dipahami bahwa mikroplastik di suatu daerah tidak selalu berasal dari daerah itu sendiri. Fenomena ini disebut transportasi polutan (pollutant transport) di mana partikel-partikel polutan terbawa angin dari satu wilayah ke wilayah lain," tutur Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Dwi Atmoko.

"Artinya, mikroplastik yang ditemukan di Jakarta bisa saja berasal dari wilayah lain, atau sebaliknya, partikel dari Jakarta terbawa angin ke daerah lain," sambungnya.

Menurut Dwi, letak Indonesia di garis ekuator menyebabkan wilayahnya menerima radiasi matahari yang tinggi. Saat musim kemarau, suhu panas sering memicu pembakaran sampah terbuka oleh masyarakat.

"Dari proses itulah, asap dan partikel mikroplastik hasil pembakaran naik ke atmosfer, lalu terbawa oleh angin ke wilayah lain," katanya.

Ia menambahkan, kondisi iklim tropis dengan tingkat penguapan dan pembentukan awan yang tinggi juga mempercepat siklus deposisi partikel tersebut.

"Partikel-partikel tersebut kemudian terdeposit kembali ke permukaan bumi melalui hujan," ujarnya.

Dalam situasi saat ini, ketika angin bertiup dari arah timur hingga tenggara, polutan dari wilayah-wilayah tersebut dapat terbawa ke Jakarta, begitu pula sebaliknya.

"Kesimpulannya, mikroplastik dapat dianggap bagian dari aerosol, partikel kecil di atmosfer yang terus bergerak, berpindah, dan akhirnya turun ke bumi melalui hujan atau deposisi kering. Proses sirkulasi inilah yang membuat mikroplastik bisa ditemukan di berbagai tempat, bahkan jauh dari sumber aslinya," tutup Dwi.

Bahaya Mikroplastik

Alat dari BRIN untuk teliti mikroplastik pada hujan di Jakarta. Foto: Dok. BRIN
Alat dari BRIN untuk teliti mikroplastik pada hujan di Jakarta. Foto: Dok. BRIN

Profesor Riset BRIN Muhammad Reza Cordova mejelaskan mikroplastik berpotensi masuk ke peredaran darah dan jantung jika ukurannya semakin kecil, di bawah 50 mikron bahkan seukuran partikel debu atau bakteri.

"Dampaknya terhadap tubuh manusia memang masih dalam tahap kajian. Namun, ada indikasi bahwa mikroplastik dapat menyebabkan iritasi atau peradangan," ujar Reza.

"Jika ukurannya semakin kecil di bawah 50 mikron, bahkan seukuran partikel debu atau bakteri maka mikroplastik berpotensi masuk ke peredaran darah, dan dari situ bisa menuju organ vital seperti jantung," lanjutnya.

Ia menuturkan, mikroplastik di udara memiliki karakteristik seperti sponge bearing yang mudah menyerap zat lain di sekitarnya.

Artinya, partikel mikroplastik dapat menjadi media pembawa polutan lain, bahkan mikroorganisme atau virus, yang kemudian terhirup manusia.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan P2P Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Rahmat Aji Pramono, membenarkan partikel mikroplastik yang sangat kecil dapat masuk ke peredaran darah. Selain itu juga bisa mengganggu fungsi organ, termasuk janin di dalam kandungan.

"Memang dari beberapa penelitian ini, ketika dia sudah masuk dalam tubuh kita dan dia masuk ke dalam peredaran darah, itu bisa mengganggu organ manapun yang dia kunjungi ya," kata Pramono.

"Termasuk ketika dia ibu hamil dan ketika polutan ini sampai kepada peredaran untuk janin, ini bisa mengganggu untuk pemberian nutrisi pada janinnya ya," lanjut dia.

Selain gangguan pada janin, mikroplastik yang masuk dalam tubuh lewat udara dapat menyebabkan gangguan pernapasan ringan hingga peradangan pada saluran pernapasan.

"Ketika mikroplastik masuk melalui saluran pernapasan, partikel-partikel kecil ini dapat menyebabkan peradangan atau luka-luka kecil di sepanjang saluran tersebut. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berkembang menjadi gangguan pernapasan kronis, seperti asma atau penyakit paru lainnya," katanya.

Selain melalui udara, mikroplastik juga dapat masuk lewat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di saluran pencernaan, partikel plastik berukuran mikro dapat menimbulkan peradangan yang berlangsung lama.

Menurut Pramono keberadaan mikroplastik juga dapat memperparah kondisi kesehatan orang dengan penyakit bawaan, misalnya diabetes mellitus atau kebiasaan merokok.

Langkah Pencegahan

Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS

Pramono menegaskan masyarakat tidak perlu panik berlebihan ketika terkena air hujan yang mengandung mikroplastik.

"Sebenarnya sih enggak usah khawatir ya. Kalau kita kehujanan dengan adanya air hujan yang ada mikroplastik ini, tidak serta-merta membuat kita jadi sakit. Karena tubuh manusia ini punya sistem kekebalan yang baik," kata Pramono.

"Begitu juga yang masuk ke dalam lewat saluran pernapasan, kita punya refleks batuk dan refleks bersin. Jadi ketika ada benda asing masuk, itu pasti kita punya refleks untuk batuk dan bersin," imbuhnya.

Namun, ia menekankan pentingnya langkah pencegahan, terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi, yakni penderita diabetes melitus dan hipertensi.

Untuk mengurangi paparan mikroplastik, Pramono menyarankan masyarakat menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama saat polusi udara meningkat.

"Kalau lagi musim kemarau, polusinya lagi tinggi, kalau bisa keluar tuh pakai masker gitu. Kita juga bisa memantau ya kondisi polusi udara seperti apa, PM 2,5-nya lagi tinggi atau enggak. Karena di dalam PM 2,5 juga pasti ada mikroplastiknya," katanya.

Selain itu, Pramono menekankan pentingnya menjaga kebersihan di dalam rumah, karena mikroplastik juga bisa berasal dari debu rumah tangga.

Adapun Profesor BRIN, Muhammad Reza Cordova, menyarankan masyarakat menggunakan masker kain berbahan katun untuk melindungi diri dari polusi udara dan paparan mikroplastik.

Menurutnya, masker medis memang menjadi pilihan paling efektif dalam menyaring udara kotor. Namun bahan dasarnya yang terbuat dari plastik seperti polipropilena, berpotensi melepaskan mikroplastik jika digunakan melebihi masa pakainya. Karena itu, masker kain berbahan katun bisa menjadi alternatif yang lebih aman untuk pemakaian sehari-hari.

"Kalau kita melewati batas umur penggunaannya, justru malah lebih memungkinkan masuk mikroplastik itu ke dalam tubuh kita. Paling tidak, minimal, kita pakai masker kain yang katun," ujarnya.

Meski efektivitas masker kain tidak sebaik masker medis dalam menyaring partikel kecil, Reza menilai pilihan itu tetap bermanfaat terutama untuk masyarakat yang sering beraktivitas di luar ruangan.

Pemberian Sanksi Sosial

Menindaklanjuti temuan mikroplastik tersebut, Pemrov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup juga tengah mengkaji untuk memberikan sanksi sosial bagi masyarakat yang membakar sampah.

"Ke depannya kita akan mulai melakukan sanksi sosial di mana memang pelaku dari open burning itu bisa kita berikan sanksi sosial berupa penampakan wajahnya di media-media sosial di Dinas LH," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto.

Menurut Asep, langkah tersebut diharapkan bisa memberikan efek positif bagi perubahan perilaku masyarakat, terutama karena pembakaran sampah dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url