Yati warga Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang berkeliling mencari gas elpiji. Foto: Dok. Istimewa
Yati dan sepeda tuanya membelah banjir di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Ia menenteng sebuah gas elpiji, yang jadi barang langka setelah 10 hari banjir di kawasan tersebut.
Hari ini ia sudah berjalan 2 kilometer untuk membeli gas di SPBU Karangkimpul. Namun, permintaannya itu ditolak.
"Saya rumahnya di ujung, ini mau beli gas katanya ada di SPBU, jadi saya ke sini. Tapi saya beli nggak boleh, katanya untuk warung-warung," ujar Yati kepada wartawan, Kamis (31/10).
Meski kecewa dan lelah namun ia tak patah arang. Sebab, di rumah masih ada keluarganya yang butuh diberi makan.
"Nanti saya cari lagi, kalau sudah nggak capek. Bingung mau masak pakai apa kalau enggak ada gas. Sulit," keluh Yati sambil menitikkan air mata.
Hal senada juga dikatakan Kundarsih (50) warga Kampung Pondok, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kundarsih (50). Sudah sepuluh hari ia bertahan hidup di kepungan banjir.
"Di rumah saya banjirnya selutut dari Rabu minggu lalu belum surut, kemarin malah tambah besar," imbuh Kundarsih.
Selama hidup di tengah kepungan air setinggi lutut orang dewasa, Kundarsih memutar otak untuk bertahan hidup. Sebab, selama banjir ini, harga bahan pokok justru naik dua kali lipat.
"Masak harus hemat sehemat-hematnya. Di kampung harga naik dua kali lipat, jadi saya belanja di pasar. Saya jalan kaki 2 kilometer takutnya kalau hujan lagi tambah tinggi," keluh Kundarsih.
Tak hanya bahan pokok, harga gas elpiji melon juga melonjak naik. Harganya kini mencapai Rp 25 ribu dan sulit ditemukan di lingkungan rumahnya.
"Gas ini langka, pangkalan nggak dikirimi. Katanya yang menyuplai nggak mau lewat karena kena banjir. Kalau gas sulit kita mau masak bagaimana," ungkap dia.
Selama terjebak banjir, Kundarsih dan empat orang keluarganya hanya mendapat bantuan satu bungkus nasi. Itu pun tak setiap hari diberikan.
"Bantuannya nasi bungkus, satu keluarga satu bungkus. Isinya nasi, kering tempe, mi, telur. Kadang dua hari sekali dapatnya," sebut dia.
Hingga hari ini, banjir di Kawasan Kaligawe sudah berlangsung sepuluh hari tanpa tanda-tanda surut. Warga berharap pemerintah memenuhi janjinya, untuk memberi mereka bantuan.
"Katanya dua hari mau surut, tapi ini belum surut. Janjinya kosong. Kami nggak butuh janji, butuh kepastian, karena banjir ini sudah lama dan sangat merugikan kami," kata dia.