Mendikdasmen Abdul Muti saat ditemui wartawan di SLBN 01 Jakarta, Jumat (31/10/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti menyorot kasus perundungan berujung bunuh diri yang menimpa seorang siswa di Sukabumi, Jawa Barat.
Ia menyebut tengah mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) baru untuk mencegah hal serupa terjadi lagi.
"Kami berusaha untuk nanti akan memperbaiki peraturan menteri sebelumnya tentang pembentukan tim untuk mengatasi masalah kekerasan, kemudian bullying, kemudian intoleransi, dan lain-lain yang nanti kita perbaiki," ucap Mu'ti di SLBN 01 Jakarta pada Jumat (31/10).
SMPN 7 Sawahlunto dipasangi garis polisi terkait kasus siswa bunuh diri di kelas. Foto: Dok. Polsek Berangin
Kata Mu'ti, Permen itu akan mengatur soal duta antikekerasan di sekolah. Status duta itu akan diemban oleh para murid.
"Rencananya kami akan membentuk namanya duta antikekerasan yang ini direkrut dari kalangan para murid itu sendiri, sehingga ada pelibatan para murid apakah nanti melalui OSIS, apakah melalui misalnya pramuka atau berbagai bentuk pendekatan lain," ucap Mu'ti.
Mu'ti menjelaskan, para duta ini lah nantinya yang akan memberikan edukasi kepada murid lainnya soal bahaya kekerasan dan bullying.
"Yang intinya adalah para duta-duta antikekerasan inilah yang nanti berusaha untuk memperbaiki permasalahan kekerasan itu," ucap Mu'ti.
"Istilah lain kita sebut mereka ini dengan peer teachingnya yang mudah-mudahan dengan pendekatan ini berbagai kekerasan dapat kita kurangi dan kemudian situasi di sekolah ini bisa semakin aman, semakin nyaman untuk anak-anak kita semuanya bisa belajar dengan gembira, belajar dengan penuh semangat untuk mencapai cita-cita," tandasnya.
Kasus Bunuh Diri Siswi di Sukabumi
Ilustrasi bullying di Korea Selatan. Foto: CGN089/Shutterstock
Ajeng (14 tahun), siswi MTs Negeri (setara SMP) di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, ditemukan tewas dalam kondisi leher tergantung menggunakan sarung, di rumahnya, pada Selasa (28/10).
Bersamaan dengan itu, ditemukan juga wasiat berbahasa Sunda yang ditulis tangan Ajeng, di sebuah buku tulis.
Pertama-tama, Ajeng menuliskan bahwa ia meminta maaf ibu dan bapaknya, kemudian ke guru-gurunya.
Sedangkan untuk teman-temannya, Ajeng hanya bisa bilang maaf ke empat teman yang tidak pernah menyakitinya.
Lalu Ajeng mulai menyinggung soal teman-temannya yang membuatnya bunuh diri. Dalam wasiat tersebut, Ajeng menyatakan bahwa ia sudah berusaha memaafkan, tapi teman-temannya sering bikin sakit hati, entah dari perkataan atau perilaku.
"Seperti kejadian tadi, bilang 'Mati saja kamu'," demikian tercantum dalam surat wasiat berbahasa Sunda itu.