Tingginya jumlah laporan yang diterima oleh Kementerian Keuangan terkait sektor pajak dan bea cukai menunjukkan bahwa persoalan penerimaan negara kemungkinan besar lebih disebabkan oleh kebocoran dalam birokrasi pajak dan bea cukai—khususnya praktik korupsi oleh aparat yang berwenang.
Praktik semacam itu tidak hanya mengakibatkan menurunnya pemasukan negara, tetapi juga mendorong timbulnya ekonomi biaya tinggi yang menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
Sebagai ilustrasi, masih mudah untuk menemukan komentar bahwa risiko korupsi dalam administrasi perpajakan Indonesia masih sangat tinggi di mana ketika pihak perusahaan hendak bertemu dengan pejabat publik, yang dipikirkan adalah kebutuhan untuk menyiapkan hadiah atau sogokan bila pejabat itu adalah pejabat pajak.
Lapor Pak Purbaya
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bakal turun langsung memantau progres penanganan aduan masyarakat melalui pesan singkat WhatsApp "Lapor Pak Purbaya" (LPP) yang saat ini telah menembus 28.390 pesan masuk.
Dalam taklimat media di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (24/10/2025), Purbaya menyebut hampir separuh dari aduan itu sudah diverifikasi, tepatnya sebanyak 14.025 pesan. Sebanyak 722 pesan merupakan aduan, 353 pesan masukan, 432 pesan pertanyaan, dan 12.518 pesan lain-lain. Sementara 14.365 pesan masih dalam proses verifikasi.
Tingginya laporan ke LPP setidaknya bisa karena dua hal.
Pertama sebagai akibat dari antusiasme masyarakat kepada sosok Purbaya yang tampak berbeda dengan pejabat pada umumnya. Efek Purbaya ini menjadi kontras dengan "capaian" saluran laporan lain, bahkan yang secara hirarki lebih tinggi yakni Lapor Mas Wapres (LMW). Apakah "efek Purbaya" tersebut substantif, bukan bias ke pencitraan, tentu masih harus dilihat kemudian.
Selain itu, tingginya respons masyarakat juga dapat menunjukkan adanya perubahan preferensi publik terhadap mekanisme akuntabilitas yang dianggap lebih langsung dan responsif. Kanal digital berbasis figur pejabat memberi ilusi kedekatan dan efektivitas yang sering kali gagal dipenuhi birokrasi konvensional.
Namun hal ini juga mengisyaratkan lemahnya kredibilitas kanal resmi yang dimiliki institusi pemerintah. Ketergantungan pada figur individu dapat memperdalam trust deficit terhadap organisasi pajak dan bea cukai, karena keberhasilan penanganan aduan menjadi bergantung pada reputasi dan inisiatif seorang menteri, bukan pada kuatnya sistem.
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Kedua, boleh jadi hal ini menjadi indikasi kuat bahwa urusan perpajakan di sini memang masih sarat praktik-praktik tidak bersih oleh para birokrat pajak sendiri. Artinya, fenomena Gayus—mafia pajak—belumlah hilang dan bahkan seakan mendapatkan kesempatan ketika urgensi penerimaan pajak dalam anggaran pemerintah semakin meningkat.
Terlebih karena Ditjen Pajak sendiri sudah memiliki wadah pengaduan secara resmi melalui beragam saluran mulai dari telepon sampai ke surat atau datang sendiri. Yang dapat diadukan adalah urusan pelayanan perpajakan, kode etik dan disiplin, serta tindak pidana perpajakan.
Bila kelembagaan perpajakan khususnya, dan pemerintahan umumnya, berjalan baik, harusnya keluhan dan laporan mengalir deras ke saluran resmi yang sudah ada di organisasi pemerintahan itu sendiri.
Krisis kepercayaan
Jadi, harusnya "Saluran Pengaduan" Ditjen Pajak yang dituju, tanpa harus mengadakan saluran baru yang terkesan membawa nama pejabat negara, bukan secara langsung posisi pejabat itu sendiri. Maka ini juga dapat dibaca publik sebagai indikasi bahwa seorang Menteri Keuangan pun tidak memiliki kepercayaan yang cukup kepada birokrat pajak.
Dengan kata lain, kualitas birokrasi dan institusi di sini memang pantas dipertanyakan dan menuntut adanya perbaikan secara masif.
Tentunya situasi yang tidak sehat ini tidak semata terjadi di lingkup perpajakan (pajak dan bea cukai) semata, tetapi juga di cabang-cabang pemerintahan lainnya seperti tampak dari belitan kasus-kasus korupsi yang seakan tidak putus-putusnya melibatkan para pejabatnya.
LPP ataupun LMW boleh jadi ada manfaatnya. Tetapi cara-cara ini haruslah dilihat sebagai langkah-langkah jangka pendek atau temporer saja.
Dalam jangka panjang, saluran laporan haruslah melekat pada organisasi pemerintah dan dipercaya masyarakat sebagai bukti bahwa birokrasi dan kelembagaan pemerintah yang berkualitas.