Lampung Geh, Bandar Lampung – Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) Menilai kelangkaan solar yang terjadi di sejumlah wilayah Lampung dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian serius berbagai kalangan, termasuk akademisi, melalui wawancara pada Kamis (23/10) di ruangnya di FEB Unila.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) menilai bahwa situasi ini sudah tergolong krusial dan darurat.
"Antrean panjang di SPBU bahkan mampu memicu emosi warga dan beresiko memakan korban seperti yang terjadi di Banyuasin, Sumatera Selatan pada supirt angkot," pungkasnya.
Menurutnya, dari perspektif ekonomi, kelangkaan solar ini dapat dijelaskan melalui ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Beliau memandang fenomena ini terjadi karena karena kurangnya pasokan solar juga langkanya SPBU yang menjual solar.
Ia juga menambahkan Ini terjadi karena mungkin pasokan menurun atau tidak cukup untuk aktivitas ekonomi yang sedang berjalan.
"Kelangkaan ini pun berdampak besar terhadap sektor-sektor produktif seperti transportasi, pertanian, dan perikanan yang nantinya menurunkan produktivitas produksi," tekannya.
Ia menjelaskan bahwa pelaku transportasi sangat terdampak karena proses produksi dan mobilitas bergantung pada solar.
"Dampaknya, mereka harus mengantisipasi dengan menaikkan harga atau melakukan efisiensi. Kalau harga dinaikkan, masyarakat bisa terbebani. Kalau efisiensi dilakukan, maka keuntungan mereka berkurang," katanya.
Dari sisi harga, ia menilai bahwa kelangkaan solar memang berpotensi mendorong kenaikan harga barang, meski tidak signifikan secara keseluruhan.
"Kalau kita lihat inflasi, mungkin naik sekitar 0,02 persen. Dampak paling terasa itu di sektor transportasi dan pertanian," jelasnya.
Sementara itu, untuk sektor UMKM yang juga bergantung pada distribusi bahan bakar solar, kondisi ini menimbulkan gangguan pada proses produksi. Meski begitu, ia menilai pelaku UMKM di Indonesia cenderung kreatif dalam menghadapi situasi sulit.
"UMKM kita ini jagoan-jagoan semua. Mereka biasanya bisa beradaptasi. Tapi kalau ini terus berlarut, ya lama-lama mereka juga bisa kelelahan dan mengalami kerugian," ujarnya.
Beliau menilai positif fenomena. ini seharusnya menjadi momentum bagi Lampung untuk memperkuat ketahanan energi dan mulai mengembangkan bioenergi dari kelapa sawit, singkong, hingga pisang yang mampu mengurangi ketergantungan impor solar.
Oleh karena itu, menurutnya, pengawasan distribusi dan penegakan hukum perlu diperkuat agar potensi penyimpangan bisa dicegah sejak awal. (Putri/Lua)