Oct 31st 2025, 11:00 by Muhammad Fadhlansyah Nasution
Pembagian makan bergizi gratis (MBG) di SMP Negeri 40 Jakarta. Foto: Dok. Humas SMP Negeri 40 Jakarta
Kesehatan fiskal dan nasib jutaan anak Indonesia kini berada di ujung tanduk. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Badan Gizi Nasional (BGN) adalah harapan besar. Namun, hingga Oktober 2025 ini, program tersebut menghadapi tembok penghalang: lambatnya penyerapan anggaran.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Menkeu Purbaya) sudah mengeluarkan ultimatum tegas. Jika dana jumbo ini tidak terpakai secara efisien hingga akhir bulan Oktober, pemerintah akan menarik kembali uang tersebut ke kas negara.
Keputusan ini bukan tanpa dasar. Program MBG dialokasikan sekitar Rp71 triliun untuk tahun 2025. Namun, per Agustus 2025, realisasi serapan anggaran MBG baru mencapai Rp13,2 triliun, atau sekitar 18,6%.
Angka 18,6% ini sangat rendah, terutama untuk program prioritas yang seharusnya memberi dorongan ekonomi dan sosial. Serapan yang macet menunjukkan ketidaksiapan implementasi di lapangan, mulai dari kurangnya sumber daya manusia hingga keterlambatan pembangunan 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan terkait program paket ekonomi usai rapat koorddinasi dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Menkeu Purbaya bersikap layaknya auditor yang kejam, tapi realistis. Ia wajib memastikan uang pajak rakyat dibelanjakan dengan efisien. Dana yang mengendap tidak hanya menimbulkan risiko inflasi, tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan negara menjalankan fungsinya.
Jebakan Multiplier Effect: Ketika Uang Pajak Gagal Berputar
Sayangnya, di balik niat baik menjaga disiplin anggaran, terdapat kerugian besar bagi ekonomi nasional. Belanja pemerintah—apalagi yang langsung menyentuh konsumsi—adalah stimulus tercepat. Menkeu Purbaya sendiri mengakui, belanja yang mendorong pertumbuhan pasti akan meningkatkan penerimaan pajak.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menghitung, program MBG memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang luar biasa. Setiap seribu rupiah yang dikeluarkan untuk MBG, diperkirakan akan memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp63.500.
Dengan tingkat serapan yang hanya Rp13,2 triliun per Agustus, itu berarti potensi stimulus PDB yang seharusnya mencapai ribuan triliun rupiah telah menguap sia-sia. Uang pajak yang didiamkan dalam kas negara tidak bisa berputar menjadi aktivitas ekonomi, PPN, maupun PPh di tingkat lokal.
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
Jika Purbaya benar-benar menarik sisa dana yang belum terserap, puluhan triliun rupiah belanja stimulus akan hilang. Konsekuensinya, upaya pemerintah untuk memperkuat basis pajak di tengah tekanan penerimaan saat ini akan terhambat. Pajak yang ditarik harusnya kembali sebagai daya ungkit, bukan sebagai saldo mengendap.
Gizi dan Pekerjaan: Manfaat Nyata di Tengah Keterbatasan
Meskipun laju penyerapan lambat, kita harus tetap optimistis melihat manfaat konkret yang sudah muncul. MBG bukan hanya program gizi, melainkan juga program penciptaan lapangan kerja.
Hingga kini, program ini berhasil mempekerjakan kurang lebih 68.000 orang. Lebih dari 60% dari jumlah itu adalah ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak berpenghasilan, kini mendapatkan pendapatan minimal Rp2 juta.
Ini adalah bukti nyata bahwa uang pajak—ketika dibelanjakan dengan benar—mampu mencapai target ganda: meningkatkan gizi anak-anak (untuk mengatasi stunting 21,5%) dan menghilangkan kemiskinan ekstrem di level akar rumput. Dampak ekonomi lokal ini menjadi alasan terkuat mengapa program ini harus berhasil.
Saatnya Negara Membuktikan Diri kepada Pembayar Pajak
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Ancaman Menkeu Purbaya harus dilihat sebagai cambuk untuk percepatan eksekusi. BGN tidak boleh terlena dengan pagu indikatif fantastis Rp217,86 triliun untuk tahun 2026. Angka besar itu hanya janji, sedangkan serapan yang rendah adalah kegagalan nyata di tahun 2025.
Negara telah berkomitmen pada mandat sosial ini. Uang pajak yang kita bayarkan adalah dana yang didedikasikan untuk masa depan bangsa. BGN harus segera menyelesaikan masalah logistik dan birokrasi, terutama mempercepat penyaluran gizi untuk ibu hamil dan balita, yang merupakan sasaran utama penanganan stunting.
Harapan kita adalah melihat fungsi negara berjalan dengan akuntabel. Kita membayar pajak agar uang itu diubah menjadi investasi modal manusia yang sehat dan perputaran ekonomi yang adil. MBG adalah kontrak sosial terbesar saat ini. Kegagalan BGN dalam menyerap anggaran hingga akhir tahun bukan hanya kerugian fiskal, melainkan juga pengkhianatan terhadap kepercayaan pembayar pajak.
Mari kita berharap otoritas BGN segera merespons ultimatum ini dengan aksi nyata di lapangan. Buktikan bahwa uang pajak rakyat benar-benar menjadi alat vital untuk membangun fondasi Indonesia yang lebih kuat dan berdaya saing.