Menteri Keuangan Indonesia yang baru dilantik Purbaya Yudhi Sadewa melambai kepada wartawan usai pelantikannya di Istana Kepresidenan di Jakarta (8/9/2025). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Kucuran Rp 200 triliun anggaran pemerintah yang disimpan di perbankan dalam bentuk deposito on call, diprediksi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi sepanjang tahun ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah membagi anggaran pemerintah yang mengendap Bank Indonesia (BI) tersebut kepada 5 bank pelat merah, yaitu Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing mendapat Rp 55 triliun. Sementara BTN memperoleh Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, mengatakan injeksi likuiditas tersebut merupakan kebijakan positif oleh pemerintah di saat kondisi ekonomi global terlihat kurang kondusif, yang dapat memberikan akselerasi bagi perekonomian.
"Kami menyambut positif langkah Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, setidaknya dampak mendukung upaya ekonomi Indonesia untuk tumbuh setidaknya 5 persen dan 5,1 persen pada 2025 dan 2026," kata Myrdal kepada kumparan, Sabtu (13/9).
Myrdal memperkirakan pertumbuhan kredit dan simpanan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan Indonesia masing-masing mencapai 7,40 persen dan 6,03 persen pada tahun 2025, jika mesin perekonomian domestik dimaksimalkan dan BI melanjutkan kebijakan moneter ekspansif, termasuk penurunan bunga moneter.
Selain itu, laju inflasi diprediksi masih stabil sekitar 2,21 persen pada tahun 2025 dan 2,29 persen pada 2026, sehingga membuat tingkat bunga moneter akan terus menurun, setidaknya 75 bps hingga tahun depan.
"Untuk risiko inflasi, kami melihat masih minim ditimbulkan dari kebijakan ini. Itu mengingat kucuran dana Rp 200 triliun masih relatif belum signifikan memberikan dampak untuk memicu lonjakan demand pull inflation," ungkap Myrdal.
Di sisi lain, Myrdal optimistis investor global akan melihat kondisi fundamental ekonomi Indonesia lebih baik. Arus dana asing akan masuk dan menopang nilai tukar Rupiah bergerak di kisaran Rp 15.990 hingga akhir tahun ini maupun pada tahun depan.
Dengan kondisi tersebut, laju kredit perbankan maupun pertumbuhan dana pihak ketiga akan tumbuh di kisaran 7-11 persen pada tahun ini maupun tahun depan.
"Sektor yang menarik bagi perbankan di antaranya consumption goods, retailers, transportation & Storage, accommodation & food beverages industry, business services, property residential, information & communication technology (ICT), education, energy, foods estate, dan downstream industry," jelasnya.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, juga menilai penempatan dana Rp 200 triliun bisa cukup efektif mendorong ekspansi kredit dan penggerak ekonomi, meskipun keberhasilannya bergantung pada desain eksekusi dan penguat permintaan di hilir.
Dia menghitung estimasi DPK dapat bertambah sekitar 1,7 persen, mengangkat pertumbuhan kredit sekitar 0,8 -1,4 persen menuju kisaran 10 -11 persen (yoy), serta memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi sekitar 0,3- 0,6 persen.
"Dengan efek ke inflasi yang tergolong terbatas sekitar 0,3 - 0,5 persen bila penyaluran tepat sasaran," ungkap Joshua.
Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Josua menyebutkan, kebijakan ini akan efektif di tengah kondisi penawaran kredit saat ini relatif mendukung karena suku bunga dasar cenderung menurun, serta pengawasan dan larangan penggunaan untuk instrumen pasif membuatnya lebih terarah ke sektor riil.
"Indikator perbankan yang masih sehat dan likuid memberi modal awal yang baik untuk eksekusi, tetapi hasil akhirnya akan ditentukan oleh seberapa cepat dan tepat dana ini bekerja di sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan menaikkan pendapatan rumah tangga," jelasnya.
Sementara itu, Chief of Economist Bank Central Asia (BCA), David Sumual, juga menyebutkan inflasi relatif rendah saat ini sehingga meskipun ada kucuran Rp 200 triliun untuk tambahan kredit bank, inflasi masih akan terkendali.
"Inflasi sekarang relatif rendah, jadi kita masih di bawah pertumbuhan potensial kita, jadi masih bisa bergerak naik. Kalau inflasi relatif masih terkendalikan ya," ujarnya.
David menilai kuncinya keberhasilan kebijakan ini yakni dari sisi pengawasan dan kreditnya disalurkan kepada sektor produktif yang bisa menyerap lapangan kerja, terutama program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), program 3 juta rumah, dan Koperasi Desa Merah Putih.
"Program-program ini harus diimbangi pengembangan kapasitas domestiknya. Misalnya program MBG kan banyak tuh, mulai dari infrastruktur dapur, peralatan-peralatan, kalau bisa ya jangan impor. Kalau bisa kita daya gunakan pengusaha domestik," tegasnya.