Menjembatani Dua Budaya: Komunikasi dalam Pernikahan Campuran Antarnegara - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Menjembatani Dua Budaya: Komunikasi dalam Pernikahan Campuran Antarnegara
Sep 12th 2025, 14:03 by Sevina Sandria viary

Ilustrasi pasangan campuran antar negara. Foto: CANVA/Sevina Sandria Viary
Ilustrasi pasangan campuran antar negara. Foto: CANVA/Sevina Sandria Viary

Pernikahan lintas negara atau yang kerap disebut mix married kini semakin marak seiring terbukanya batas geografis dan sosial akibat globalisasi. Pertemuan lewat pendidikan luar negeri, kerja internasional, atau bahkan media sosial membuat lebih banyak orang menemukan pasangan hidup dari latar budaya yang sangat berbeda. Namun di balik romantisme hubungan ini, tersembunyi tantangan besar yang tak banyak dibicarakan secara terbuka: komunikasi antarbudaya dalam kehidupan pernikahan.

Pernikahan tak hanya menyatukan dua insan, tetapi juga menyatukan dua sistem nilai, bahasa, kebiasaan, bahkan cara memandang dunia. Perbedaan budaya bisa menjadi pemicu konflik apabila tidak dikelola dengan bijak.

"Saya terbiasa dengan budaya Barat yang langsung to the point. Tapi suami saya orang Jawa yang terbiasa menyampaikan sesuatu secara halus. Awalnya saya sering salah paham dan merasa dia tidak jujur," ujar Melissa, perempuan asal Jerman yang telah menikah dan tinggal di Yogyakarta sejak 2019.

Menurut Dr. Fadli Nur Huda, dosen komunikasi antarbudaya di Universitas Indonesia, komunikasi dalam pernikahan campuran menuntut lebih banyak kesadaran budaya. "Bukan hanya soal bahasa yang berbeda, tapi cara menyampaikan emosi, cara memproses konflik, hingga makna keheningan bisa berbeda jauh antarbudaya," ungkapnya.

Sebagai contoh, dalam budaya Jepang, mengungkapkan perasaan secara langsung bukanlah hal yang lazim, berbeda dengan budaya Indonesia yang lebih ekspresif secara verbal dan emosional. Hal ini sering menyebabkan pasangan merasa tidak dimengerti atau bahkan tidak dicintai, padahal hanya karena beda cara menyampaikan.

Bahasa tubuh, nada bicara, dan bahkan konteks diam bisa bermakna sangat berbeda. Hal-hal kecil seperti siapa yang memulai percakapan, siapa yang lebih dominan saat berdiskusi, atau seberapa sering pasangan mengucapkan "I love you" bisa menjadi sumber miskomunikasi jika tak dikomunikasikan secara terbuka.

Pasangan mix married juga harus terus-menerus melakukan negosiasi budaya dalam kehidupan rumah tangga. Tradisi apa yang akan dijalankan? Hari raya mana yang akan dirayakan? Anak akan dididik dalam bahasa dan budaya siapa? Keputusan-keputusan ini memerlukan kesepakatan yang tak jarang menantang.

Clara, warga Indonesia yang menikah dengan pria asal Prancis, berbagi kisah uniknya. "Kami punya dua pohon Natal: satu versi Eropa yang penuh lampu, satu lagi ala tropis. Anak kami diajarkan dua bahasa dari kecil, dan kami saling belajar masakan masing-masing. Tidak mudah, tapi kami belajar saling memberi ruang."

Menariknya, banyak pasangan yang melihat tantangan ini sebagai proses memperkaya kehidupan. Mereka menyebut pernikahan lintas budaya memberi pelajaran tentang toleransi, empati, dan kemampuan melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

Kemajuan teknologi juga memainkan peran penting dalam membentuk narasi pasangan mix married. Banyak dari mereka yang mendokumentasikan kehidupan mereka melalui YouTube, TikTok, dan Instagram — berbagi pengalaman tentang cinta lintas budaya, parenting bilingual, dan tips menjalani hubungan yang sehat.

Akun seperti @indofrancouple, @japanwithnana, atau @buleindonesia menjadi tempat bertemunya pengalaman nyata, edukasi budaya, dan hiburan. Dalam banyak kasus, mereka tidak hanya menjadi inspirasi tetapi juga wadah untuk membangun komunitas.

"Lewat media sosial, kami tidak merasa sendirian. Kami tahu ada banyak pasangan lain yang juga mengalami dinamika serupa," kata Lusi, seorang istri WNA asal Australia.

Namun demikian, pasangan lintas negara juga tidak terlepas dari tantangan serius seperti perbedaan agama, sistem hukum keluarga yang berbeda, status imigrasi, hingga diskriminasi budaya dari lingkungan sekitar. Bahkan, keluarga besar dari kedua belah pihak bisa memiliki reaksi yang berbeda, mulai dari mendukung hingga menentang.

Selain itu, faktor jarak geografis dan perbedaan zona waktu juga kerap menjadi ujian, terutama dalam masa awal hubungan. Tidak sedikit pasangan yang memulai dari hubungan jarak jauh (LDR) sebelum akhirnya menikah.

Jadi, pernikahan lintas negara bukan hanya kisah cinta antar dua manusia, tapi juga kisah besar tentang komunikasi, budaya, dan proses adaptasi tanpa henti. Dibalik foto mesra dan konten romantis, terdapat dinamika kompleks yang menuntut lebih dari sekadar cinta — yaitu komunikasi lintas budaya yang terbuka, jujur, dan saling menghargai.

Jika dikelola dengan kesadaran dan empati, perbedaan budaya justru menjadi sumber kekuatan, bukan kelemahan. Mereka yang berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan perbedaan bukan sebagai penghalang, tetapi sebagai jembatan untuk saling belajar dan bertumbuh bersama.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url