Sejumlah anak mengikuti sikat gigi bareng Komodo dalam acara kumparanMOM Festival Hari Anak 2025 di Ex Taman Anggrek, GBK, Jakarta, Minggu (27/7/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sikat gigi dua kali sehari menjadi pilar utama menjaga kesehatan mulut. Namun, kebiasaan ini belum tentu cukup untuk mengatasi masalah bau mulut.
Dokter gigi menyebut, halitosis atau bau mulut seringkali dipicu hal-hal yang tidak bisa diatasi dengan sikat gigi saja. Kenapa napas masih bisa berbau tak sedap meski sudah rajin menyikat gigi? Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?
Menurut dr. Jaclyn Tomsic, ahli bedah mulut sekaligus pakar kesehatan gigi dari Better & Better, salah satu penyebab paling sering tapi sering diabaikan adalah tidak menggunakan benang gigi (flossing).
"Makanan mudah terjebak di sela-sela gigi. Kalau cuma disikat, sisa makanan bisa tetap menempel lalu membusuk dalam hitungan hari. Inilah yang sering memicu bau mulut," kata Tomsic, mengutip Live Science.
Ia menyarankan untuk flossing sekali sehari. Benang gigi tradisional dianggap paling efektif, tapi floss pick atau water flosser juga bisa dipakai, asalkan rutin. Meski sudah sikat gigi dan flossing, bakteri penyebab bau bisa tetap hidup di mulut.
Ilustrasi bau mulut. Foto: Doucefleur/Shutterstock
Dr. Fatima Khan, dokter gigi sekaligus pendiri Riven Oral Care, menjelaskan bahwa bakteri penghasil sulfur sering tumbuh di permukaan lidah dan belakang tenggorokan. Bakteri ini cepat memecah protein makanan dan menghasilkan gas belerang berbau busuk (volatile sulfur compounds) yang mirip bau telur busuk.
Hal serupa disampaikan dr. Jenna Chimon, dokter gigi kosmetik di Long Island Veneers. Menurutnya, banyak pasien sikat gigi tapi lupa membersihkan lidah.
"Bakteri tetap ada dan menghasilkan bau, seberapa pun minty pasta giginya," tuturnya.
Solusinya, bersihkan lidah setiap hari, bisa dengan tongue scraper atau bagian belakang sikat gigi.
Lebih lanjut, menurut dr Khan, mulut kering juga bisa jadi biang kerok. Kondisi ini biasanya muncul akibat obat-obatan tertentu, misalnya antihistamin, kebiasaan bernapas lewat mulut, atau sering pakai obat kumur antiseptik. Air liur berfungsi sebagai pembersih alami mulut. Kalau produksinya berkurang, bakteri bisa berkembang biak lebih cepat.
Di sisi lain, dr. Chimon menambahkan, kurang minum juga memperparah masalah ini. Bahkan, minum kopi terlalu sering bisa membuat mulut makin kering.
"Kafein menurunkan produksi air liur hingga dua jam setelah diminum," ujarnya.
Ilustrasi perempuan merokok Foto: Solid photos/Shutterstock
Beberapa makanan beraroma kuat seperti bawang putih dan bawang bombay ikut berkontribusi. Aroma senyawa dari makanan ini masuk ke aliran darah, menuju paru-paru, lalu ikut keluar saat bernapas.
Kebiasaan merokok juga membuat mulut tetap bau meski sudah sikat gigi. Partikel asap bisa menempel di mulut, tenggorokan, hingga paru-paru. Selain itu, rokok juga membuat mulut kering sehingga memperburuk bau. Penyakit gusi alias periodontitis adalah penyebab umum lainnya.
"Infeksi atau peradangan pada gusi menciptakan kantong tempat bakteri tumbuh, dan itu memicu bau mulut," kata Chimon.
Perokok punya risiko lebih tinggi mengalami penyakit gusi. Untuk meredakan peradangannya, Khan menyarankan berkumur dengan air garam hangat.
"Selain membersihkan area gusi, air garam juga mengurangi inflamasi dan menghambat pertumbuhan bakteri jahat," jelasnya.
Masalah kesehatan lain bisa jadi penyebab. Misalnya, gangguan sinus yang memicu post-nasal drip atau asam lambung naik (GERD) yang mengiritasi tenggorokan. Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol dapat memicu kondisi bernama ketoasidosis, saat tubuh membakar lemak alih-alih glukosa. Dampaknya, napas penderita akan mengeluarkan bau manis khas seperti buah.