Arsip Melayu Menuju Memory of the World: Mengikat Sejarah, Merawat Ingatan - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Arsip Melayu Menuju Memory of the World: Mengikat Sejarah, Merawat Ingatan
Aug 20th 2025, 07:58 by Dedi Arman

Arsip tentang laporan keuangan bangsal (usaha pengolahan gambir) tahun 1938 di Lingga, Keresidenan Riau. Sumber : Koleksi Museum Linggam Cahaya Lingga
Arsip tentang laporan keuangan bangsal (usaha pengolahan gambir) tahun 1938 di Lingga, Keresidenan Riau. Sumber : Koleksi Museum Linggam Cahaya Lingga

Empat negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) sedang bersiap mengajukan nominasi Arsip Melayu ke dalam program Memory of the World (MoW) UNESCO periode 2025–2026.

Nominasi ini mengusung arsip yang merekam perjalanan sejarah kawasan Asia Tenggara, khususnya pembentukan entitas budaya politik yang dikenal sebagai dunia Melayu. Nah, yang mengundang pertanyaan adalah konsep Melayu apa yang digunakan dan kriteria Arsip Melayu yang diusulkan.

Konsep Melayu tidak hanya merujuk pada suku atau etnis, melainkan juga mencakup kesatuan bahasa, budaya, dan sejarah yang berkembang secara dinamis. Menurut Leonard Y. Andaya (2019), istilah ini meluas dari Sumatra ke Semenanjung Malaya sejak abad ke-15 dan membentuk jaringan komunitas pesisir yang terhubung melalui perdagangan dan agama.

Dalam kajian antropologi, komunitas Melayu mencakup masyarakat di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, hingga Afrika Selatan (Husni Tamrin, 2018). Dengan cakupan itu, arsip-arsip Melayu sangat layak disebut sebagai milik bersama dunia.

Warisan dokumenter Melayu memiliki nilai sejarah yang penting. Di antaranya adalah arsip surat-surat kerajaan, naskah hukum Islam, hikayat, syair, dan dokumen perdagangan yang menggunakan aksara Arab-Melayu (Jawi), bahkan bahasa Belanda dan Arab. Karya-karya Raja Ali Haji seperti Tuhfat al-Nafis dan Gurindam Dua Belas menjadi bukti tingginya tradisi literasi di dunia Melayu.

Tak hanya pria, perempuan di dunia Melayu tampil tokoh sejarah seperti Engku Putri Raja Hamidah dan Aisyah Sulaiman, penulis Kerajaan Riau Lingga yang produktif. Ada Tengku Agung Syarifah Latifah, pelopor pendidikan perempuan dari Kerajaan Siak. (Dahlan, 2014).

Tantangan Mendasar

Meski sepakat pada urgensi pengajuan, terdapat dua tantangan besar yang dihadapi dalam proses nominasi ini. Pertama, penentuan nama resmi nominasi. Malaysia mengusulkan istilah "Arsip Melayu Nusantara", namun usulan ini menuai perdebatan. Istilah ini tidak lazim digunakan di Indonesia.

Penggabungan keduanya dinilai berpotensi membingungkan serta menimbulkan perbedaan tafsir identitas di antara negara-negara pengusul. Ini bukan sekadar perdebatan istilah, melainkan menyangkut sensitivitas sejarah dan politik kawasan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah "Melayu" merujuk pada suku bangsa dan bahasa yang tersebar di Sumatra, Semenanjung Malaysia, serta berbagai daerah lain di Asia Tenggara, sementara dalam Kamus Dewan Edisi Empat (Malaysia), "Melayu" diartikan sebagai nama suatu bangsa dan bahasa, khususnya di Semenanjung Malaysia, serta mengandung makna kultural dan religius, yakni mengikuti cara hidup orang Melayu atau masuk Islam.

Istilah "Nusantara" dalam KBBI diartikan sebagai sebutan bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia, menekankan aspek geografis dan politik dalam konteks kenegaraan Indonesia modern. Sebaliknya, Kamus Dewan mendefinisikan "Nusantara" sebagai Kepulauan Melayu, yang mencakup wilayah yang lebih luas dan bersifat kultural, meliputi seluruh kawasan dunia Melayu. Perbedaan ini menunjukkan bahwa baik "Melayu" maupun "Nusantara" dipahami secara berbeda oleh Indonesia dan Malaysia, sesuai dengan konstruksi sejarah, identitas, dan kebijakan kebudayaan masing-masing negara.

Berbicara Melayu sebenarnya perlu mengesampingkan konsep nation. Melayu itu entitas yang kompleks dan cenderung borderless. Penggunaan istilah 'Nusantara" pun sebenarnya berpotensi juga memicu perdebatan. Jadi dalam pengajuan MoW ke UNESCO sebaiknya menggunakan istilah Arsip Melayu saja. Istilah ini familiar dan lebih meyakinkan karena Melayu yang lintas batas wilayah atau mendunia.

Tantangan kedua adalah memilih dan menetapkan arsip yang akan diajukan. Ada ribuan bahkan jutaan Arsip Melayu. Tak cukup hanya menampilkan dokumen berbahasa Melayu atau beraksara Jawi. Arsip-arsip itu harus saling terkait dan mampu membentuk satu narasi utuh tentang kontribusi dunia Melayu dalam sejarah global.

Kurasi yang tepat sangat penting agar warisan ini tidak hanya sah secara administratif, tetapi juga kuat secara akademik dan bermakna secara historis. Artinya, yang diajukan bukan sekadar koleksi lokal, tetapi jejaring dokumentasi yang menggambarkan dinamika diplomasi, perdagangan, dan peradaban Melayu yang melintasi batas negara.

Lebih dari sekadar pengarsipan, inisiatif ini adalah langkah strategis dalam membangun diplomasi budaya kawasan. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand memiliki kepentingan bersama dalam melestarikan warisan Melayu. Dengan semangat kolektif, pengajuan nominasi ini dapat memperkuat solidaritas kultural dan memperkenalkan Asia Tenggara sebagai pusat pengetahuan dunia Melayu.

Saatnya Indonesia Memimpin

Sebagai leading sector, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memiliki peran kunci dalam memimpin koordinasi lintas negara. ANRI perlu memperkuat diplomasi budaya, menyusun strategi komunikasi internasional, serta menggandeng sejarawan, budayawan, dan akademisi untuk membangun narasi bersama yang solid. Kurasi arsip harus dilakukan dengan pendekatan tematik dan historis yang representatif, tidak hanya dari sisi Indonesia, tetapi juga peradaban Melayu secara keseluruhan. Misi ini bukan semata pengajuan nominasi, melainkan juga bagian dari upaya membangun posisi strategis Indonesia dalam diplomasi kearsipan global.

Jumlah arsip asal Indonesia yang telah ditetapkan UNESCO sebagai bagian dari MoW kini mencapai 14 dokumen. Penetapan terbaru dilakukan pada 2025 terhadap tiga arsip penting, yaitu Arsip Tarian Jawa: Tarian Khas Mangkunegaran (1861–1944), Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian, dan Naskah Sunda Kuno Abad ke-16.

Jika tidak sekarang, kapan lagi. Warisan dokumenter Melayu bukan hanya milik masa lalu, tapi juga kunci masa depan. Melalui pengakuan global sebagai Memory of the World, dunia akan menyadari bahwa dari tanah-tanah Melayu pernah lahir peradaban yang besar, terbuka, dan berilmu. Seperti kata Hang Tuah, 'Tak Melayu hilang di bumi." Kini saatnya dunia ikut menjaga agar ingatan itu tak hilang dari sejarah peradaban dunia. **

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url