Produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan, salah satunya kegemukan (overweight) dan obesitas pada orang dewasa hingga anak. Produk GGL banyak ditemukan pada berbagai pangan olahan dan siap saji, yang banyak tersedia di pasaran.
Membandingkan data Riskesdas 2018 dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, rata-rata terjadi kenaikan konsumsi pangan berisiko atau tinggi GGL. Beberapa jenis makanan berisiko atau tinggi GGL yang meningkat konsumsinya adalah:
Makanan manis (naik 6,5 persen)
Minuman manis (naik 3,8 persen)
Makanan berlemak, berkolesterol tinggi, gorengan (naik 4,5 persen)
Makanan yang mengandung bumbu penyedap (naik 3,8 persen)
Mi instan atau makanan instan lainnya (naik 1,8 persen)
Sementara makanan asin, soft drink, dan minuman berenergi cenderung stagnan namun konsumsinya juga masih cukup tinggi.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengendalikan tingkat obesitas. Sebab, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan 2018, SKI tahun 2023, dan WHO tahun 2022, menunjukkan terjadi peningkatan anak-anak overweight dan obesitas di Indonesia.
Menurut data yang dipaparkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, prevalensi anak usia 5-12 tahun mengalami overweight mencapai 11,9 persen, dan obesitas 7,8 persen pada tahun 2023. Sementara itu, prevalensi overweight dan obesitas anak di dunia juga mengalami peningkatan, yakni 8 persen di tahun 1990 menjadi 20 persen di tahun 2022.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Dalam PP tersebut diatur pengetatan iklan dan pembatasan pemasaran produk makanan dan minuman yang tidak sehat.
"Bersama Komdigi, kami melakukan restriksi terhadap iklan-iklan yang bisa memengaruhi anak-anak dan remaja kita. Kita tahu, anak-anak dan remaja kita sebagian besar hampir 99 persennya mengakses informasi melalui media elektronik. Kita tidak ingin lewat media elektronik itulah iklan atau pemasaran makanan yang tidak sehat memengaruhi pemikiran dan pola konsumsi mereka ke depannya," jelas dr. Siti Nadia dalam webinar Pemasaran Makanan Tidak Sehat, dilihat dari YouTube UNICEF Indonesia.
"Dan juga penerapan daripada label gizi, pelarangan penjualan yang melebihi batas GGL pada kawasan-kawasan tertentu, terutama pada sekolah dan tempat-tempat di mana anak-anak kita berada," imbuh dia.
Dorong Anak Lakukan Cek Kesehatan dan Pemahaman Tentang Pangan yang Sehat
Ilustrasi anak obesitas Foto: Shutterstock
Kondisi overweight dan obesitas rentan mengalami berbagai macam penyakit, termasuk hipertensi dan diabetes mellitus. Apalagi, dr. Siti Nadia menyoroti dalam beberapa tahun terakhir terjadi tren peningkatan kasus penyakit tidak menular. Padahal, penyakit ini bisa dicegah lho, Moms!
"Pola hidup kita yang tidak sehat harus dikendalikan supaya lingkungan kita cukup kondusif. Anak mau tumbuh dalam lingkungan sehat tentunya lingkungannya harus dibuat untuk menjadi sehat. Sulit bagi generasi muda kita akan tumbuh dalam kondisi yang tidak sehat, itu strugglingnya jauh lebih besar. Maka kewajiban kita sebagai orang tua menyediakan lingkungan yang sehat," tegas dia.
Maka dari itu, obesitas sangat bisa dicegah sejak dini. dr. Siti Nadia mengingatkan pentingnya orang tua membawa anaknya untuk mengikuti Cek Kesehatan Gratis, yang salah satunya bisa dilakukan pemeriksaan apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak. Hasil CKG juga akan memastikan apakah data anak mengalami overweight dan obesitas bertambah atau berkurang dari data SKI 2023 sebelumnya.
Kemudian, Kemenkes juga bekerja sama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berupaya memperkenalkan kurikulum yang bisa mengedukasi anak-anak tentang pangan sehat dan beraktivitas fisik.
"Apalagi saat ini melalui program Makan Bergizi Gratis kami berharap Badan Gizi Nasional juga dapat bersama-sama kita menyediakan makanan-makanan yang lebih sehat dan tentunya makanan-makanan yang bermanfaat dari sisi gizinya," tutup Nadia.