Nov 1st 2024, 09:11, by Selfy Momongan, kumparanWOMAN
Chitra Subyakto adalah sosok yang tak asing lagi di dunia mode Indonesia. Selain dikenal sebagai penata busana untuk sejumlah film dan artis ternama, Chitra juga merupakan seorang desainer yang memiliki visi kuat untuk mengembangkan industri mode yang lebih berkelanjutan melalui labelnya, Sejauh Mata Memandang.
Chitra adalah salah satu pionir slow fashiondi Indonesia. Konsep ini menekankan pada kualitas daripada kuantitas, serta produksi fashion yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Melalui Sejauh Mata Memandang, Chitra memperkenalkan konsep sirkularitas dalam industri fashion. Konsep ini bertujuan untuk meminimalkan limbah dan memperpanjang siklus hidup pakaian.
Melalui berbagai inisiatif, seperti penggunaan bahan alami, teknik produksi yang ramah lingkungan, serta program daur ulang, Chitra membuktikan bahwa mode bisa menjadi kekuatan positif yang membawa perubahan nyata.
Ditemui kumparanWoman di kantornya di daerah Kemang, Jakarta Selatan, Chitra berbagi cerita tentang 10 tahun pertamanya dalam membesarkan Sejauh Mata Memandang. Banyak suka, duka, dan tentunya pencapaian besar dalam perjalanan satu dekade ini.
Namun diakui Chitra, waktu 10 tahun masih belum cukup untuk mewujudkan seluruh mimpi dan tujuannya. Perempuan 51 tahun itu mengaku masih memiliki mimpi-mimpi besar lainnya. Tidak hanya untuk fashion tapi juga untuk bumi.
Simak perbincangan kumparanWoman dengan Chitra mengenai mimpinya untuk merevolusi industri mode, demi keberlangsungan bumi, planet yang ia panggil 'ibu'.
Tahun ini Sejauh Mata Memandang sudah memasuki usia satu dekade. Bagaimana Mbak Chitra memaknai perjalanan 10 tahun ini?
Chitra: Saya bersyukur sekali. Saya belajar banyak sekali di dalam 10 tahun ini. Setiap tahun saya belajar hal yang baru secara organik. Kami di Sejauh bertemu dengan banyak orang yang memberi masukan. Dari mulai proses pembuatan sebuah kain, pewarna, kemudian bertemu dengan petani kapas, petani nanas, pembatik, sampai ke pendaur ulang.
Dengan semakin belajar, saya juga semakin tahu bahwa industri fashion itu menyebabkan polusi yang sangat besar. Dan bahwa setiap benda yang diciptakan di bumi ini apa pun bentuknya pasti ada dampak buruknya. Saya sempat kayak 'ah, kalau tahu begini, dulu saya nggak bikin label, ya.'
Tapi sebenarnya dengan perjalanan ini, semesta juga mempertemukan kami dengan banyak orang yang memberi input dan masukan. Ternyata banyak sekali solusi opsi untuk bisa membuat sebuah produk dengan lebih bertanggung jawab. Jadi kuncinya hanya mau berubah.
Di perjalanan 10 tahun ini, kebaruan apa yang dihadirkan oleh Sejauh Mata Memandang?
Chitra: Di tahun ke 10 ini kami membuat sebuah transparansi dengan siapa saja kami bekerja atau bermitra. Saya sering diundang untuk ke kampus-kampus atau berbicara dengan para label atau desainer. Mereka suka bingung menemukan akses ketika ingin membuat produk yang lebih bertanggung jawab.
Makanya kami membuat Studio Sejauh, untuk membagi semua informasi tentang mitra-mitra yang bekerja sama dengan sejauh. Dari petaninya, pemintal benang sampai pendaur ulang, semuanya. Supaya semua desainer atau brand atau siapapun bisa punya akses untuk membuat produk yang lebih bertanggung jawab.
Kenapa akhirnya Mbak Chitra membagikan informasi soal mitra-mitra ini?
Chitra: Karena untuk mendapatkan akses itu susah. Jadi dengan ini kita punya harapan lebih banyak lagi generasi muda untuk bikin brand yang lebih sirkular, bukan yang lebih cepat ya. Dan saya sendiri merasa senang sekali sih dengan membuat studio ini.
Kemarin koleksinya baru rilis perdana di PIMFW dan Fashionation. Apakah nantinya akan ada kolaborasi lainnya?
Chitra: Iya. Kami sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan mitra-mitra kami, dengan brand lain atau desainer lain. Karena kemarin hasil obrolan, semuanya kayak 'wah kepingin juga berkolaborasi.' Misalnya pengin bikin denim dari benang hasil recycle.
Di 2014 waktu Sejauh Mata Memandang baru berdiri, apa tantangan terbesar yang Chitra hadapi?
Chitra: Mungkin sih sebenarnya kalau saya boleh bilang, dari dulu sebenarnya udah banyak. Tapi, dulu kan, dunia sosial media belum terlalu ada ya. Jadi mungkin kita kurang bisa tahu banyak.
Kesusahannya pada saat itu adalah akses. Akses untuk tahu siapa mitra-mitra pembuat kain kain ini. Beruntung sekali waktu itu saya pergi ke Museum Tekstil, kemudian saya bertanya pada mereka dan mereka memberikan saya beberapa nama artisan. Terus kami hubungin, kami berdiskusi. Akhirnya kami ketemu dengan dua tiga orang yang memang sampai sekarang masih kerja sama terus.
Hal apa yang terus mendorong Chitra untuk konsisten mendukung sirkular fashion?
Chitra: Dorongannya sih banyak sekali ya. Jadi kita ini kan sekarang hidup udah di masa bumi mendidih ya. Jadi rasanya tuh tanggung jawab setiap individu, setiap usaha untuk membuat sebuah produk yang bertanggung jawab.
Produk harus bisa diperbaiki, harus bisa didaur ulang, harus bisa dipakai ulang, reparable, reusable, recyclable.
Kalau sebuah benda itu tidak bisa melakukan hal itu semua, udah harus dilarang sih. Karena artinya dia beracun, mencemari, dan khususnya mencemari kesehatan kita sih. Kalau kita nggak mengubah sistem kita dalam berproduksi itu kita egois ya.
Jadi kita harus melakukan yang namanya circular di mana pada saat kita mendesain kita udah memikirkan tuh dia hasil akhirnya akan menjadi sampah abadi kah kalau misalnya menggunakan Polyester? Atau dia bisa diputar terus dan terus. Mungkin apa yang kita lakukan juga tidak akan mengubah dunia, gitu. Tapi bukan berarti kita diam aja.
Bagaimana proses belajar Chitra hingga akhirnya bisa masterized di bidang sirkular fashion ini?
Chitra: Saya belajar untuk punya keingintahuan, curiosity tentang sesuatu, dan riset. Dan sampai hari ini saya bisa lumayan tahu cukup banyak informasi tentang circular fashion itu karena saya senang research. Juga kemudian semesta mempertemukan saya dengan orang-orang yang pintar, yang ada di sistem dari hulu ke hilir.
Ada pembuat indigo, ada petani rami. Justru saya banyak belajarnya dari mereka. Karena mereka sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun udah di lapangan. Jadi saya beruntung sekali ketemu mereka. Kemudian saya juga banyak baca. Jadi semua aspek itu digabung. Kalau saya nggak ngerti, saya tanya ke mereka untuk berdiskusi.
Sirkular fashion bukan sesuatu yang bisa dilakukan sendiri. Ini bukan sesuatu yang self made. Tapi sesuatu yang bisa tercapai dengan sebuah rangkaian gotong royong. Jadi apapun kalau dilakukannya bersama-sama pasti tujuannya akan lebih mudah tercapai.
Bagaimana Chitra melihat perempuan di industri fashion Indonesia? Apakah Chitra masih melihat ada banyak tantangan untuk perempuan sebagai desainer fashion atau entrepreneur?
Chitra: Sebenarnya, saya bersyukur sekali ya di lingkungan saya, perempuan-perempuan sangat independen dan cukup mandiri dalam melakukan berbagai hal. Tapi mungkin di luar lingkaran saya yang kecil ini, khususnya mungkin di luar kota besar, masih ada banyak hal yang sedikit membuat mereka susah untuk berkarya.
Seperti faktor budaya, agama, adat. Yang mengharuskan perempuan ya di rumah aja. Menjadi pabrik anak dan mengurus anak dan keluarga. Padahal perempuan itu di dalam tubuhnya memiliki pabrik untuk bisa membuat manusia. Jadi artinya kan perempuan itu sangat powerful dan sangat mempunyai kelebihan yang mungkin makhluk lain tidak punya.
Jadi harusnya itu menjadi sebuah kekuatan yang membuat dia sebagai perempuan lebih percaya diri untuk maju dan berbuat lebih untuk untuk sekelilingnya dia. Jadi diperlukan sebuah rangkaian gotong royong untuk saling mengajak, membantu. Kadang-kadang kalau rame-rame kan lebih berani ya. Jadi rangkaian gotong royong itu penting sekali sih.
Adakah saran untuk perempuan di luar sana yang mungkin ingin menjadi seperti Citra, mengembangkan bisnis fashionnya sendiri?
Chitra: Masa depan kita adalah sirkular. Karena setiap benda yang diciptakan pasti ada dampaknya. Jadi kita harus memikirkan dari awal saat kita desain dia, nantinya akan jadi apa? Apa bisa diolah lagi? Apakah bisa didaur ulang lagi? Atau dia hanya akan jadi sampah abadi? Karena kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita berbagi dengan banyak orang yang tinggal di ibu bumi kita ini.
Dan kita harus berpikir bahwa CEO kita adalah ibu bumi. Jadi kita harus bisa berpikir untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah kita bikin, apa yang sudah kita produksi. Bahwa itu memang benar-benar bertanggung jawab supaya generasi mendatang masih bisa menikmati bumi seperti kita saat ini.
Bagi kami, Chitra adalah sosok yang patut untuk menjadi role model untuk banyak perempuan. Bagaimana tanggapan Anda soal ini?
Chitra: Speechless. Terima kasih sekali untuk kumparanWoman, saya merasa sangat bersyukur. Bahwa apa yang saya bikin bisa membuka mata dan bisa menjadi inspirasi untuk banyak orang. Mudah-mudahan kedepannya akan lebih banyak lagi perempuan yang bisa menginspirasi untuk kita semua.
Siapa role model Chitra dalam dunia fashion?
Chitra: Role model saya itu banyak ya. Tapi mungkin kalau di dunia fashion ada Vivienne Westwood, Stella McCartney, karena mereka bisa berkarya dan berbuat produk yang indah tapi juga dengan sangat bertanggung jawab dan selalu saya berpikir, kalau mereka bisa artinya kita semua juga bisa.
Apa impian terbesar seorang Chitra Subyakto?
Chitra: Impian paling besar saya adalah saya bisa terbangun di suatu hari dan kita tidak perlu memikirkan keadaan bumi karena memang bumi baik-baik aja. Tapi sayangnya sekarang bumi tidak baik-baik aja. Jadi impian saya, semua individu—dimulai dari 1 persen makhluk bumi yang sangat berperan penting dalam menentukan regulasi, dalam menentukan segala usaha yang berjalan di seluruh dunia ini—mau berubah cara pemikiran mereka. Supaya mereka bisa mikirin 99 persen masyarakat yang tinggal di bumi yang terdampak atas setiap perilaku mereka dalam berkarya dan berproduksi.