JAKARTA--MICOM: Direktur kelompok bioskop 21, TR Anitio, membantah PT Omega berada dalam satu manajemen dengan kelompok usaha tersebut.
Selain itu, tidak benar juga bahwa salah satu anggota keluarga Presiden RI berada di balik perusahaan tersebut, sehingga memuluskan PT Omega menjadi distributor film box office Hollywood di Indonesia. Seperti Harry Potter and the Deathly Hollow part 2, dan Transformers.
"Keterkaitan kita dengan PT Omega memang erat, karena mereka distributor dan kita sebagai pemutar filmnya. Tetapi, kalau manajemen dan pengurusnya kita sama sekali berbeda," ujar Anintio di gedung Jakarta Theatre, Jakarta, Rabu (10/8).
Dalam kesempatan itu, Anitio mengungkapkan, mengenai persolan pajak, tiga distributor saat ini sedang berperkara di pengadilan pajak.
"Menurut kami, pengenaan bea masuk dan pungutan impor lain atas nilai hak edar film ini merupakan hal yang tidak lazim dalam praktik kepabeanan internasional," ungkapnya.
Ia mengatakan, negara-negara lain seperti Amerika, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan lainnya tidak mengenakan bea masuk atas hak edar film atau royalti, antara lain didasarkan pada ketetantua WTO dalam article VII GATT 1994.
"Kami sependapat bahwa nilai hak edar film atau royalti tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditambahkan ke dalam nilai pabean. Oleh karenanya kami tidak menyetujui hasil audit Dirjen Bea cukai."
Namun, Anintio menyatakan, ke depan, setelah segala upaya dilakukan termasuk banding yang saat ini sedang dilakukan dan pihaknya kalah di pengadilan, mereka akan mentaati keputusan tersebut.
Yang pasti, dia membantah pihaknya melakukan penggelapan atau pengemplangan pajak. Dia menambahkan, yang terjadi saat ini adalah semata-mata masalah interprestasi atas peraturan ketentuan UU Pajak.
"Sengketa perpajakan merupakan hal yang lazim dalam dunia usaha," katanya.
Ihwal isu monopoli, yang ditudingkan kepada kelompk 21, TR Anitio berdalih pihanya berusaha keras untuk mematuhi setiap larangan dan ketentuan yang diatur UU No 5 Tahun 1999.
"Kami persilahkan memonitor, menyelidiki, dan memeriksa kegiatan usaha kami. Kalau sekarang kami yang memegang distribusi film-film MPA, itu karena mereka yang meminta," katanya.
Dia mengakui sejak MPA menghentikan peredarannya di Indonesia karena sengketa pajak yang masih berlangsung sampai saat ini, pemasukan (uang) kelompok usaha 21 turun hingga 50%. (Eri/OL-3)