TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah berencana menetapkan plafon teratas biaya masuk perguruan tinggi. Langkah ini diambil menyikapi keluhan masyarakat soal semakin tingginya biaya masuk perguruan tinggi. Dengan pembatasan ini akan lebih banyak warga yang bisa mendapatkan pendidikan tinggi. "Kita siapkan plafon batas atasnya berapa," ujar Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh di kantor Wakil Presiden, Rabu, 20 Juli 2011.
Menurut dia, kini pemerintah tengah mengkaji penerapan batas atas itu. Beberapa hal menjadi perhatian dalam menentukan kebijakan tersebut.
Pertama, perbandingan besaran biaya di setiap fakultas. Tiap fakultas membutuhkan biaya berbeda karena variabel ongkos prakteknya. "Ada fakultas yang cost praktikum yang besar, ada yang fakultas kecil," ucapnya.
Kedua, disesuaikan dengan derajat biaya hidup di suatu daerah. Yang ketiga ialah kemapanan finansial perguruan tinggi yang bersangkutan. Sejumlah universitas masih membutuhkan investasi besar untuk dapat terus maju, tetapi ada pula kampus yang sudah mapan.
Ia memperkirakan pembatasan itu baru bisa dimulai tahun depan. Sebab, kini masyarakat sudah memulai pendaftaran dan pembayaran biaya perguruan tinggi untuk tahun ajaran yang dimulai tahun ini.
Nuh menambahkan, Kementerian juga sedang menyusun desain soal tata kelola keuangan perguruan tinggi. Rancangan itu tercantum dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi.
Salah satu poin penting dalam rancangan beleid itu adalah kebijakan pemberian insentif untuk perguruan tinggi yang bekerja sama dengan kalangan industri. "Ini memotivasi mencari sumber pendanaan, tidak membebani ke mahasiswa," katanya
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan mengusulkan penghapusan biaya masuk perguruan tinggi negeri karena dinilai terlalu membebani masyarakat kurang mampu. Auditor negara itu menyarankan biaya masuk kampus pelat merah dialihkan pada negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BUNGA MANGGIASIH