Hari masih pagi, Senin 17 November 2025, sekitar pukul 05.00 WIB. Di penginapan Mimpi Inn, Kota Semarang, Basuki keluar dari kamar 210. Polisi berpangkat AKPB itu tertangkap CCTV lima kali keluar-masuk kamar dan mondar-mandir di koridor lantai 2 guest house itu.
Di penginapan tersebut, ada 12 CCTV yang menyala di lantai 1 dan 2. Koridor utama pada kedua lantai setidaknya dipasang tiga CCTV—dua di masing-masing sudut koridor bagian depan dan belakang, dan satu di tengah yang menyorot ke belokan koridor serta tangga di lantai dua.
CCTV yang mengarah ke tangga disebut mati, tetapi CCTV di koridor utama lantai 2 menyala. Posisi kamar 210 berada di lantai 2, tepat di belokan di ujung belakang koridor. Di sudut koridor tersebut, ada satu CCTV yang mengarah ke belokan itu. Sehingga siapa saja yang keluar dari pintu kamar 210 pasti terpantau.
Selain Basuki—yang merupakan Kasubdit Dalmas Ditsamapta Polda Jateng, di kamar 210 itu ada Dwinanda Linchia Levi, dosen hukum pidana Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang.
"Pasti dia (AKBP Basuki) panik, bingung. Kalau panik-bingung kan mesti ada masalah. Keluar-masuk tanpa melakukan apa pun," kata Zainal Petir, kuasa hukum keluarga Levi, menggambarkan informasi rekaman CCTV.
Levi, dosen FH Untag Semarang, tewas di kostel daerah Gajahmungkur, Semarang. Foto: Instagram/ @polsekgajahmungkur
Dalam laporan awal yang beredar, pada pukul 5.30 WIB, Levi ditemukan tewas di kamarnya oleh Basuki. Namun Basuki tak langsung melaporkan temuan itu. Ia disebut lebih dulu "berkonsultasi" dengan temannya via telepon sekitar pukul 8 pagi.
"Oleh temannya disarankan untuk segera lapor polisi … Setelah itu, baru AKBP Basuki ini lapor polisi," terang Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto kepada kumparan, Kamis (27/11).
Basuki melapor sekitar pukul 9–10 pagi. Selanjutnya, personel Polsek Gajahmungkur bersama Tim Inafis Polrestabes Semarang mendatangi tempat kejadian perkara pada tengah hari, sekitar zuhur. Mereka menggelar olah TKP seraya mengevakuasi jenazah Levi.
Sore hari sebelumnya, Minggu (16/11), kondisi kesehatan Levi memburuk. Matanya berkunang-kunang dan ia muntah-muntah.
"Saya datang ke kosnya Levi untuk mengantarnya ke rumah sakit," ujar Basuki kepada kumparan, Selasa (18/11).
Ia menyebut penginapan yang mirip hotel tersebut sebagai tempat kos Levi. Memang, selain disewakan dengan tarif Rp 225 ribu per malam, kamar hotel itu dapat disewa bulanan dengan tarif Rp 2,25 juta. Jika kamar diisi dua orang, maka biayanya ditambah Rp 300 ribu.
Guest house tempat meninggalnya Levi. Ia meninggal di kamar 210 di lantai 2. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Sehari sebelum "menemukan" Levi tewas, Basuki menemaninya tes kesehatan di RS Telogorejo, Pekunden, Semarang Tengah, Minggu (16/11). Berdasarkan data rekam medik yang dirilis Polda Jateng, gula darahnya di angka 600 mg/dL dan 6,4 mmol/L. Kedua indikator itu menunjukkan kadar yang melebihi batas normal.
Petir menyebut Levi sempat diinfus. Keluar dari RS, Levi ternyata ditelepon pihak RS yang memintanya untuk rawat inap atau opname karena hasil tes yang buruk. Sayangnya panggilan telepon itu tak diangkat Levi. Ia sudah pulang ke Mimpi Inn bersama Basuki jelang sore.
Kematian Levi esoknya jadi tanda tanya, apalagi Basuki bersamanya di kamar sebelum ia meninggal. Namun dalam wawancara melalui telepon dengan kumparan, Basuki mengaku menemukan Levi pada Senin pukul 12.30 WIB.
Kamar 210 yang kini pintunya dipasangi tulisan "Sedang Direnovasi" itu jadi saksi bisu tentang apa yang terjadi di sana malam itu.
"Posisi AKBP Basuki ini… sebenarnya yang bersangkutan itu dari hari Sabtu, Minggu, dan sampai kejadian meninggal itu (Senin) dalam satu kamar [dengan Levi] sehingga Basuki ini memang menjadi saksi kunci," ujar Kombes Artanto.
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Yang Janggal di Kematian Levi
Meski gonjang-ganjing meninggalnya Levi sudah muncul Senin pagi, pesan berantai yang mengungkap kronologi awal penemuan jenazah oleh AKBP Basuki baru beredar di kalangan sivitas akademika Fakultas Hukum Untag sekitar pukul 14.30 WIB.
"Kami memang menerima informasi itu—yang kami sayangkan, itu tidak [berasal] dari aparat yang berwenang, kepolisian. Padahal [mereka] pasti tahulah [bahwa Levi dosen Untag]. Ketika olah TKP, ada kan itu data-data di situ," kata Juru Bicara Tim Advokasi Untag, Edi Pranoto.
Perwakilan Untag sempat mengecek TKP, namun jenazah sudah dipindahkan ke RSUP Dr. Kariadi. Seraya menunggu kepastian soal jenazah, FH Untag mencari dan menghubungi keluarga Levi melalui media sosial, sebab Levi tak mencantumkan kontak darurat keluarganya di data-data akademiknya.
Penginapan/kosan tempat meninggalnya Levi. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Keluarganya, yakni kakak laki-lakinya, Vian, dan budenya, Tiwi, sampai di Semarang—masing-masing dari Jakarta dan Magelang—pada Selasa (18/11), sekitar pukul 9–10 pagi. Keluarga Levi dan FH Untag kemudian berdiskusi dan menyepakati bahwa kematian Levi perlu dibuat terang benderang duduk perkaranya sehingga perlu dilakukan autopsi.
Siang itu, autopsi pun dilakukan selama lima jam hingga sore hari di RS Kariadi.
"Kemudian [jenazah] dimandikan, disucikan, dikafani; kita bawa ke masjid kampus untuk proses [disalatkan]. Baru bisa pemakaman jam 21-an," kata Edi.
Edi Pranoto, Juru Bicara Tim Advokasi Fakultas Hukum Untag Semarang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Hasil autopsi disampaikan secara lisan ke sejumlah pihak. Menurut Edi dan Petir, mereka menerima informasi bahwa kematian Levi akibat dari aktivitas berlebihan pada malam itu hingga membuat pembuluh darah menuju jantungnya pecah. Namun, tak ada penjelasan lebih lanjut.
"Aktivitas yang berlebihan kalau malam itu apa? Kan menjadi pertanyaan lagi," kata Petir geram.
Sebagai advokat dan akademisi, Tim Advokasi FH Untag memandang bahwa aktivitas berlebihan bisa didorong oleh berbagai faktor: Apakah karena minum obat berlebihan, atau karena tekanan fisik, atau karena ada perdebatan?
"Itulah yang kemudian kita harapkan Polda [Jateng] nanti dalam gelar perkara bisa terang benderang mengungkap kasus ini," tuntut Edi Pranoto.
Setelah autopsi dilakukan, Polda Jateng kembali melakukan olah TKP lanjutan pada Sabtu (22/11). Polisi mengamankan barang bukti baru, termasuk obat-obatan—lebih dari satu jenis. Meski demikian, tak dijelaskan obat-obatan apa itu.
"Apakah obat perangsang? Apakah obat kesembuhan—katanya habis dari RS? Apakah obat kuat? Apakah obat nanti (pencegah) hamil? Kita tidak tahu. Nanti biar yang jelaskan polisi," kata Petir.
Zainal Petir, kuasa hukum keluarga Levi. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Selain soal keberadaan Basuki, teka-teki aktivitas yang berlebihan, dan perkara obat, waktu kematian Levi juga menjadi penting karena beberapa pernyataan awal Basuki dianggap tak sesuai dengan kenyataan.
Sumber kumparan di lingkar kasus ini menyebut, saat jenazah Levi tiba di RS setelah olah TKP Inafis yang dimulai setelah zuhur, waktu kematian korban—yang terlihat dari lebam mayatnya—diperkirakan sudah berlangsung selama 10 jam ke belakang.
Zainal Petir juga mendapat informasi bahwa posisi Levi sudah anyep alias meninggal pada pukul 03.00 dini hari. Jam kematian ini berbeda dengan keterangan polisi bahwa AKBP Basuki menemukan Levi tewas sekitar pukul 5.00 WIB.
Soal waktu dan penyebab kematian Levi, Kombes Artanto menjawab pihaknya tengah berkonsultasi dengan (1) dokter forensik yang melakukan autopsi, (2) ahli patologi anatomi untuk mengidentifikasi struktur dan organ tubuh demi mencari penyebab kematian, dan (3) toksikologi forensik untuk mendalami adakah cairan, racun, alkohol, atau zat adiktif lainnya di tubuh Levi.
"Jadi nanti ketiga ahli tersebut akan menyimpulkan apa penyebab kematian dari yang bersangkutan, saudari D (Dwinanda Levi) tersebut," ujar Kombes Artanto.
Terakhir, kejanggalan yang paling dituntut penjelasannya oleh pihak Untag dan kuasa hukum keluarga Levi ialah soal posisi kematian Levi yang tanpa busana. Hal itu tampak dari foto Levi saat ditemukan tewas yang diterima keluarga dari seorang teman Levi.
Di foto itu tampak bercak darah di dekat paha dan hidung. Sumber-sumber kumparan di lingkaran kasus ini juga mendapat penjelasan bahwa Levi seperti sehabis mandi ketika ditemukan tewas.
Pusara Levi. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Soal posisi dan kondisi meninggal Levi, Artanto menyatakan penyidik tengah menyusun kronologi peristiwa secara utuh. Soal darah di tubuh Levi pun dapat ditanyakan kepada dokter forensik yang melakukan autopsi.
Sementara kriminolog Haniva Hasna menilai, posisi meninggal Levi yang dalam keadaan telanjang tidak terjadi secara kebetulan. Sebelumnya, Basuki sempat mengatakan bahwa Levi tak mengenakan pakaian karena "biasanya kalau orang meninggal itu kepanasan tanpa terkendali."
"Bisa jadi itu (posisi telanjang) merupakan tindakan pelaku, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kalau disengaja, ya mungkin ada aktivitas seksual atau yang lain … Mandi kan bukan aktivitas berlebihan. Kalau olahraga, enggak mungkin telanjang," kata Haniva kepada kumparan.
Ia menyebut ada beberapa kemungkinan tindak kriminal pada peristiwa meninggalnya dosen Levi, misalnya menghilangkan barang bukti, dugaan kekerasan seksual, hingga melalaikan kondisi seseorang yang perlu ditolong.
"Itu masuk ke ranah pidana. Jadi ranah pidana itu kalau enggak salah ada tiga. Yang pertama dia melakukan pemaksaan, yang kedua dia melakukan kekerasan, yang ketiga dia melalaikan ketika ada seseorang membutuhkan pertolongan," ujar Hasna.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat, meskipun tewasnya Levi tanpa ada kesengajaan, keberadaan Basuki yang dalam satu kamar dengan korban harus tetap diusut secara pidana maupun etik. Apalagi ada upaya Basuki berbohong karena mengaku baru menemukan korban pada pagi hari.
"Kalaupun tidak ada mens rea, tidak ada niat pun, itu juga bisa diusut. Mengapa muncul 'aktivitas berlebihan' di lokasi? Apalagi mengingat dua orang ini tidak memiliki hubungan suami istri‚ hubungan pernikahan," ucap Bambang pada kumparan, Jumat (28/11).
Asmara Tersembunyi Levi-Basuki
Saat Levi ditemukan tewas, Basuki awalnya tak mengaku memiliki hubungan asmara dengan Levi. Perwira menengah kepolisian itu berkilah sudah tua dan telah menginjak usia 56 tahun.
Tetapi belakangan kepada penyidik, pria beranak satu itu mengakui punya hubungan asmara dengan Levi sejak 2020, sebelum Levi menjadi dosen di Untag pada 2022.
AKBP Basuki jadi saksi kunci. Foto: Dok. Istimewa
Basuki mengaku mengenal Levi ketika kuliah S3 di Undip. Ia pun membantu membiayai Levi mencapai gelar doktor usai kedua orang tua Levi meninggal.
Sumber-sumber kumparan di lingkar FH Untag menyebut Levi memang memiliki hubungan asmara dengan Basuki. Dua sumber menyebut Levi pernah dijemput dari salah satu hotel bintang 4 di Semarang oleh Basuki.
Suatu ketika sumber ini bertanya kepada Levi mengapa menjalin hubungan asmara dengan polisi yang sebentar lagi pensiun. Levi hanya merespons dengan tawa.
Menurut Edi, Basuki tak pernah kelihatan di Untag. Menurutnya, rekan dosen hanya tahu ada sopir yang kerap menjemput Levi menggunakan mobil Basuki. Menurut keluarga Levi sebagaimana diceritakan Zainal Petir, Levi tak bisa naik motor karena selalu diantar jemput mendiang ayahnya ke kampus.
Levi saat wisuda pascasarjana di Unsoed. Foto: Dok. Istimewa
Ketika mendaftar menjadi dosen di Untag, Levi masih ber-KTP Purwokerto (Kabupaten Banyumas). Setelah diterima, ia mengubah data kependudukannya menjadi tinggal di Perumahan Kampoeng Semawis, Kedungmundu, Kecamatan Tembalang. Perubahan itu untuk urusan sertifikasi dosen agar kampus tempatnya mengajar tak terlalu jauh dengan tempat tinggalnya.
Alamat itu rupanya alamat yang sama dengan keluarga AKBP Basuki. kumparan melihat nama Levi tercantum di KK beranggotakan 4 orang itu (Basuki, istri, anak, dan Levi yang berstatus sebagai famili lain).
Awalnya, Ketua RT 2 RW IX Kedungmundu, Arif, tak mengenal nama Levi sebagai warganya. Ia baru menjadi Ketua RT pada 2024, dan data yang ia miliki terkait kartu keluarga Basuki ialah KK per Januari 2022 yang beranggotakan tiga orang.
Seiring berjalannya kasus, Arif mengetahui hal itu dari keluarga Levi sendiri—yang ketika itu datang ke rumahnya untuk memproses surat keterangan kematian. Keluarga Levi membawa berkas yang menunjukkan Levi sudah masuk KK keluarga Basuki yang diterbitkan 12 Oktober 2022.
"Saya sebagai RT yang baru [menjabat pada 2024] ini tidak mengetahui, dan informasi yang saya tahu dari keluarganya sendiri, yaitu dari Ibu [Basuki], mereka juga tidak tahu [nama Levi masuk dalam KK]," kata Arif.
Perumahan Kampoeng Semawis jadi alamat Levi—yang juga rumah AKBP Basuki. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Meski KK dan KTP Levi mencantumkan alamat di Kedungmundu, pihak kampus baru tahu alamat faktual Levi setelah ia meninggal. Levi rupanya ngekos di penginapan yang juga jadi TKP penemuan jenazahnya.
Sumber kumparan menyebut, ada indikasi Basuki juga kerap tinggal di tempat yang sama dengan Levi, sebab di sana ditemukan pakaian Levi, pakaian Basuki, hingga foto Basuki.
kumparan menanyakan lebih jauh soal meninggalnya Levi ke penginapan Mimpi Inn, namun penjaga guest house enggan memberikan keterangan dan meminta kami undur diri. kumparan juga ke rumah Basuki di Kampoeng Semawis, Kamis (27/11), namun ketika bel dibunyikan dan pintunya diketuk, tak ada yang menanggapi.
Karangan bunga di pusara Levi. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Nasib Basuki Kini
Sejak 19 November, Basuki menjalani penempatan khusus selama 20 hari karena melanggar kode etik Polri lantaran tinggal dengan Levi tanpa ikatan perkawinan yang sah. Ia kemudian dicopot dari jabatannya sebagai Kasubdit Dalmas Ditsamapta Polda Jateng.
"Hal tersebut merupakan pelanggaran berat bagi anggota Polri karena menyangkut masalah kesusilaan dan perilaku di mata masyarakat," kata Kombes Artanto.
Kasus ini juga telah naik statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan pada 25 November dengan penerapan Pasal 359 KUHP. Pasal itu mengatur tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.
Komisioner Kompolnas Gufron Mabruri menegaskan, kasus tewasnya Levi dan hubungannya dengan Basuki harus sama-sama berproses secara etis dan pidana. Menurutnya, potensi penambahan pengenaan pasal dimungkinkan tergantung pada hasil pemeriksaan forensik.
Gufron menyebut anggota kepolisian dilarang memiliki istri/suami lebih dari satu sesuai Perpol Nomor 6 Tahun 2018 Pasal 4.
"Enggak boleh secara etik. Itu pelanggaran yang sanksinya bisa sampai PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat)," kata Gufron.
AKBP Basuki (baju kuning) kini dipatsuskan. Foto: Dok. Polda Jateng
Adapun Bambang Rukminto menjelaskan, pada Perkap Nomor 9 Tahun 2010 di era Kapolri Bambang Hendarso Danuri, belum ada larangan soal beristri/suami lebih dari satu. Tetapi aturan itu diubah di era Kapolri Tito Karnavian.
Menurut Bambang, urusan pasangan lebih dari satu yang dilakukan oknum Korps Bhayangkara erat kaitannya dengan perilaku koruptif yang berakar dari gaya hidup hedon. Menurutnya, di kalangan aparat ini sudah jadi rahasia umum.
"Gaji polisi itu berapa sih? Apakah mampu untuk membiayai dua orang [pasangan]? Ya aturan itu memang membatasi. Kalau nanti dijawab polisi kan bisa mencari tambahan-tambahan yang lain untuk membiayai istrinya, ya akhirnya muncul perilaku koruptif," kata Bambang.
Ia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menertibkan perilaku koruptif tersebut. Bambang berpendapat, Basuki mesti di-PTDH lantaran selingkuh dan berada di pusaran kasus meninggalnya Levi.
Kombes Artanto menegaskan, penyidik Polda Jateng akan bekerja secara profesional, kredibel, dan akuntabel terhadap proses penyidikan kasus kematian Levi. Ia meminta masyarakat bersabar menunggu pengungkapan peristiwa ini.
"Perselingkuhannya tidak benar—dia (Basuki) sudah menyalahi etika kepolisian, PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) harus dilakukan. [Lalu] proses pidana karena ini menyangkut hilangnya nyawa seseorang," tutup Bambang.