Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid bicara soal Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas) yang disahkan Presiden Prabowo Subianto pada 28 Maret.
Menurutnya, PP Tunas adalah salah satu langkah pemerintah untuk melindungi anak dari risiko media sosial dan platform digital.
Aturan ini menekankan pentingnya penundaan akses akun anak terhadap media sosial, tergantung usia dan profil risikonya.
"Yang pada prinsipnya adalah meminta para platform untuk melakukan penundaan akses akun anak terhadap sosial media termasuk, tapi PSE secara keseluruhan, sampai batas usia 13 sampai 18 tergantung profil risiko," kata Meutya dalam acara Festival Hari Anak Sedunia di Hotel Lumire, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (20/11).
Menkomdigi Meutya Hafid saat acara Festival Hari Anak Sedunia di Hotel Lumire, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Alasan Tak Batasi Usia Anak Akses Medsos
Meutya menjelaskan Indonesia tidak menerapkan batas usia tunggal untuk akses media sosial, karena penyusunan aturan dilakukan dengan melibatkan berbagai pemerhati anak dan mendengarkan suara anak-anak secara langsung.
"Kenapa kita berbeda dengan negara lain yang saklek di satu usia? Karena ketika kita membuat, kita banyak berbicara dengan pemerhati tumbuh kembang anak," ujarnya.
Menurutnya, tumbuh kembang anak tidak bisa disamaratakan. Anak di bawah 13 tahun belum diperbolehkan mengakses media sosial, namun rentang usia 13 hingga 18 tahun akan dilihat berdasarkan profil risiko masing-masing.
"Di bawah 13 tahun memang tidak, tapi 13 ke 18, karena (sesuai) undang-undang, anak Indonesia adalah 18, kita melihat tumbuh kembang anak ini berbeda-beda. Sehingga ada yang memang baru bisa diakses 13. Ada yang dengan risiko yang amat tinggi, 18 ke atas," jelasnya.
Peran Orang Tua
Meutya menegaskan, pendampingan orang tua menjadi bagian penting dari PP Tunas dan tertulis langsung dalam regulasi.
"Pun di usia 13, pendampingan orang tua menjadi penting dan ditulis di dalam PP ini. Karena kita tetap meyakini bahwa pendampingan orang tua itu menjadi amat sangat penting," tegasnya.
Ia menekankan isu pendampingan digital bukan hanya tanggung jawab ibu atau perempuan semata, tetapi tugas seluruh orang tua.
"Sosialisasi utamanya harus adil ya, enggak cuma kepada ibu-ibu. Jadi seolah-olah ini hanya tugas perempuan dan anak, tidak. Ini tugas orang tua termasuk bapak-bapaknya yang juga mengingatkan anak-anaknya dan mendampingi anak-anaknya," ujar Meutya.
Cara Biar Anak Tak Kecanduan Medsos
Dalam PP Tunas, aspek perlindungan data dan profil risiko adiksi juga menjadi perhatian utama. Platform dengan tingkat adiksi tinggi akan langsung dikategorikan sebagai risiko tinggi.
"Untuk platform dengan adiksi yang tinggi akan otomatis terkena ranah risiko tinggi. Jadi adiksi juga menjadi (perhatian), tidak hanya kontennya misalnya aman, tapi ini menimbulkan adiksi yang sangat tinggi, itu juga menjadi gambaran kita dalam menentukan profil risiko," jelasnya.
Meutya menambahkan, aturan ini merupakan langkah yang cukup baru di dunia. Indonesia dan Australia menjadi negara yang paling tegas dalam menerapkan penundaan akses berdasarkan usia.
"Ini sesuatu yang baru bahkan di dunia pun yang melakukan betul-betul penundaan akses mungkin baru Australia dan Indonesia. Beberapa negara lain memiliki hal yang mirip, tapi tidak sekeras itu," tutupnya.
Ilustrasi dampak media sosial. Foto: SrideeStudio/Shutterstock