Penulis Ratih Kumala saat sesi diskusi di kumparan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Penulis novel dan skenario Ratih Kumala telah meluncurkan novel terbarunya, Koloni, pada Agustus lalu. Saat mempersiapkan fabel pertamanya itu, Ratih sempat mengganti semesta cerita lantaran tak puas dengan draf pertamanya.
"Cita-citanya aku mau menulis historical fiction. Tapi kemudian setelah jadi sekitar 20 persen, 30 persen, nggak aku teruskan karena hasil tulisannya penuh dengan kemarahan," ujar Ratih saat berbincang dengan kumparan, Rabu, 19 November 2025.
Novelis yang karyanya telah dialih wahanakan menjadi serial Netflix Gadis Kretek ini mengungkapkan, dorongan menulis Koloni lahir dari kekesalannya terhadap kondisi politik Indonesia pada 2024.
"Aku merasa aku harus menuliskan tentang itu. Akhirnya aku membuat satu cerita yang ketika itu judulnya bukan Koloni. Dan karakternya adalah karakter manusia," tuturnya.
Setelah melihat draf pertama yang penuh kemarahan, Ratih mencoba mendiamkan dulu karyanya.
"Akhirnya setelah aku endapkan, aku tahu bahwa aku tetap harus menulis cerita ini. Aku mencari bentuk yang baru, bentuk yang lebih menyenangkan," tutur perempuan yang juga menulis skenario film Satu Imam Dua Makmum ini.
Ratih kemudian ingat masa ia masih bekerja di gedung yang tinggi. Kala itu, ia melihat manusia di bawah yang hendak pulang bekerja mirip dengan koloni semut.
"Jadi akhirnya aku punya ide, gimana kalau cerita yang sama, aku tulis tapi universe dan karakternya benar-benar berbeda, yaitu dunia semut. Jadilah Koloni," ujarnya.
Vibe Dongeng
Koloni, kata Ratih, punya atmosfer yang berbeda dengan karyanya yang lebih dulu populer, novel Gadis Kretek.
"Kalau Gadis Kretek, pembaca bisa menangkap dengan jelas bahwa ini ada hubungannya dengan sejarah, historical fiction. Sedangkan Koloni, pembaca akan merasa ini semacam vibe (atmosfer) dongeng," tutur Ratih.
Bahkan, menurut istri penulis Eka Kurniawan itu, proses riset yang dijalani juga menyenangkan.
Penulis Ratih Kumala menyampaikan paparan saat sesi diskusi di kumparan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Awalnya aku pikir bakal menantang, tapi ternyata studi soal semut sangat mudah ditemukan di internet karena mereka (pemerhati semut) juga punya komunitas," kata penulis yang kini sedang mempersiapkan buku non-fiksi soal penulisan yang bakal terbit tahun depan.
Melalui Koloni, Ratih berharap para pembaca bisa menjadi manusia yang kritis dan menyampaikan kritik dengan cara apa pun.
"Dengan cara yang paling main-main sekalipun, bisa. Dan Koloni ini adalah bentuk aku bermain-main dalam menyampaikan hal-hal yang kritis soal isu-isu yang aku pedulikan," tuturnya.