Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Rose Adeline tidak pernah membayangkan bahwa pemeriksaan dini yang ia jalani akan menyelamatkan hidupnya. Berkat langkah sederhana itu, ia mengetahui adanya tumor ganas ketika ukurannya masih kecil dan kanker belum menyebar.
Temuan dari deteksi dini ini membuat penanganan kanker payudara dapat dimulai lebih cepat dan peluang pemulihan terbuka lebih besar.
Ia pertama kali merasakan benjolan tak wajar di payudara kiri pada 2021 ketika usianya baru menginjak 18 tahun. Benjolan tersebut ia temukan secara tidak sengaja ketika sedang mandi, lalu ia pastikan kembali dengan memeriksa sisi kanan untuk melihat adanya perbedaan bentuk.
Setelah yakin bahwa benjolan tersebut tidak wajar, ia bercerita kepada ibunya, dan sepakat untuk segera menjalani pemeriksaan medis. Pada tahun itu, pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang ia lakukan di Jakarta menunjukkan bahwa benjolan tersebut merupakan tumor jinak.
"Kata dokter aku nggak perlu khawatir. Dia bilang cukup jaga makan aja, nggak berbahaya," ujarnya menirukan ucapan dokter dalam wawancara bersama kumparanWOMAN.
Karena tidak ada indikasi serius, dokter hanya meminta pemantauan berkala sambil memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan ulang di Penang menunjukkan adanya tumor ganas
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Selama dua tahun, Adeline menjalani kegiatan sehari-hari tanpa keluhan berarti. Benjolan itu tetap ada, tetapi tidak menimbulkan rasa sakit atau perubahan mencolok yang mengganggu.
Hingga pada 2023, ketika ia dan keluarganya melakukan medical check-up di Penang dalam rangka pemeriksaan rutin, pemeriksaan ultrasonografi (USG) Adeline menunjukkan hasil yang berbeda dari dua tahun sebelumnya.
Dokter menemukan adanya tumor ganas berukuran sekitar 1,3 sentimeter di payudara kiri. Adeline kemudian didiagnosis kanker payudara stadium awal dan kondisinya memerlukan penanganan segera.
"Aku nggak ada ekspektasi itu cancer sama sekali," ungkapnya.
Adeline mengakui ia tidak mengetahui penyebab pasti kanker yang dialaminya sebab tidak ada keluarganya yang memiliki riwayat penyakit kanker. Dokter pun tidak memberikan penjelasan yang memuaskan.
"(Kata dokter) aku nggak perlu cari-cari kenapa sih aku bisa kayak gini tuh, nggak perlu, karena nggak ada yang tau, dan orang-orang yang kena juga memang mungkin orang-orang terpilih aja," katanya ketika diwawancarai oleh kumparanWOMAN pada Selasa (21/10).
Proses kemoterapi membuat kondisi fisiknya naik-turun
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Setelah diagnosis ditetapkan, Adeline menjalani sebanyak delapan kali kemoterapi dengan jarak waktu sekitar tiga minggu. Pengobatan membuatnya harus bolak-balik Indonesia dan Penang selama hampir setahun. Kemoterapi kemudian diikuti dengan operasi pengangkatan tumor dan radioterapi.
Efek samping dari kemoterapi menjadi tantangan terbesar bagi Adeline. Setiap siklus kemoterapi yang dilakukannya menimbulkan rasa mual, melemahkan tubuh, sampai menyebabkan perubahan fisik seperti kerontokan rambut yang signifikan.
"Naik-turun banget. Sakitnya luar biasa. Aku bahkan nggak menyangka tubuh aku bisa merasakan sakit seperti itu," ujarnya.
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Adeline mengatakan ada hari-hari ketika ia dapat beraktivitas seperti biasa, tetapi ada pula momen ketika tubuhnya terlalu lemah bahkan untuk sekadar bangun dari tempat tidur. Ia bercerita bahwa rasa sakit yang tak tertahankan itu sempat mematahkan semangatnya untuk berjuang.
"Bahkan habis kemo yang pertama itu aku ingin menyerah. Aku udah mikir mau bilang ke orang tua, aku udah nggak kuat lagi, aku udah nggak mau kemo. Cuma, pada akhirnya aku tahu ternyata aku nggak punya pilihan. Kemo harus dijalani," pungkasnya.
Dukungan keluarga dan sesama pejuang kanker membantunya bertahan
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Selama masa kemoterapi yang berat, Adeline mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekatnya dan sesama penyintas kanker payudara.
Ia berbagi cerita ketika masih menjalani perawatan di Penang, ada seorang perawat rumah sakit yang juga merupakan pejuang kanker payudara stadium 4. Perawat itu menemani hari-hari Adeline di Penang dan memberinya banyak dukungan emosional.
"Dia yang benar-benar membuat aku bisa kuat, aku ngerasa kalau waktu itu dia benar-benar berjasa dalam treatment aku," cerita Adeline.
Adeline mengatakan bahwa masa-masa menjalani kemoterapi juga mengubah cara pandangnya terhadap hidup.
"Walaupun dulu rasanya dunia hancur banget, tapi semuanya akan baik-baik aja. Aku bakal sembuh, bisa hidup normal lagi, ketemu orang-orang baik, jadi bertahan aja," katanya.
Kalimat itu ia ucapkan sebagai pengingat bagi dirinya sendiri ketika kondisi fisiknya sedang melemah, bahwa masih ada masa depan yang menantinya.
Menghadapi stigma dan pesan bagi perempuan yang sedang berjuang melawan kanker payudara
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
Selain harus menghadapi proses pengobatan yang berat, Adeline juga berhadapan dengan stigma bahwa kanker terjadi karena gaya hidup penyintas yang tidak sehat. Ia bercerita bahwa beberapa orang, termasuk keluarganya sendiri, sempat mengaitkan penyakit tersebut dengan gaya hidupnya.
"Bahkan dari orang tua sendiri. Mereka bilang mungkin karena aku begini atau begitu dan menurut aku itu emang nggak bisa dihindari. Maksudnya, bukan salah mereka kalau mereka berasumsi hal-hal itu," katanya.
Ia mengakui bahwa ia sempat juga mempertanyakan apakah gaya hidupnya yang menyebabkan munculnya tumor ganas pada payudaranya. Ia mengatakan bahwa ia memang jarang berolahraga, kerap mengonsumsi makanan cepat saji, dan mudah stres.
Namun, setelah bertemu banyak pejuang kanker lain selama menjalani perawatan, ia menyadari bahwa faktor penyebab kanker tidak serta-merta bersandar pada gaya hidup saja.
Rose Adeline, penyintas kanker payudara. Foto: Dok. Pribadi
"Banyak dari mereka gaya hidupnya jauh lebih sehat, tapi tetap kena (kanker). Jadi sebenarnya kalau ada orang yang berasumsi negatif, aku kayak, oh ya nggak apa-apa mereka berasumsi gitu, cuman aku nggak jadiin itu patokan," ujarnya.
Kepada para perempuan yang sedang berjuang, Adeline menyampaikan pesan untuk tetap bertahan. Ia mengatakan bahwa masa perawatan sering kali membuat pejuang kanker meragukan kemampuan diri sendiri, tetapi ia percaya bahwa para penyintas kanker lebih kuat dari yang mereka kira.
"Aku juga pernah di posisi itu. Aku percaya orang-orang di luar sana yang lagi berjuang juga mereka semua bisa ngelewatin ini dan mereka sebenarnya kuat, cuma mereka nggak tau dan nggak sadar. Tapi aku percaya mereka kuat dan mereka bakal bisa ngelewatin itu," pesannya.