Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ditemui di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta Selatan pada Rabu (1/10/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merespons pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyatakan perbedaan harga barang-barang subsidi yang selisihnya ditanggung pemerintah dan dinilai masih jauh di bawah harga keekonomiannya, salah satunya LPG 3 kg.
Purbaya menyinggung harga keekonomian LPG 3 kg yang berada di Rp 42.750 per tabung, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 12.750, yang menandakan bahwa pemerintah harus menanggung Rp 30.000 per tabung.
Bahlil menilai Purbaya kemungkinan keliru dalam membaca data terkait subsidi tersebut.
"Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin (Purbaya) butuh penyesuaian, belum dikasih masukan oleh Dirjennya dengan baik atau oleh timnya," kata Bahlil saat ditemui di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (3/10).
Bahlil menyampaikan data mengenai subsidi masih dalam tahap pematangan, dengan kerja sama yang terus dijalin bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
Bahlil menegaskan kebijakan subsidi LPG saat ini tengah dijalankan, di mana BPH Migas berperan mengawasi penyalurannya dengan nilai mencapai sekitar Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun per tahun.
"Karena itu ke depan, subsidi ini harus kita jaminan dan kita pastikan untuk tepat sasaran," tambahnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) dan Wakil Menteri Keuangan Thomas A. M. Djiwandono (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Selain berkomentar soal harga subsidi LPG 3 kg, Purbaya juga membeberkan harga subsidi Pertalite, yang seharusnya Rp 11.700 per liter, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 10.000. Subsidi lebih besar berlaku pada Solar, di mana dari harga keekonomian Rp 11.950 per liter, harga jual ke masyarakat hanya Rp 6.800.
Minyak tanah pun disubsidi besar, dari harga keekonomian Rp 11.150 per liter menjadi Rp 2.500, sehingga APBN menanggung Rp 8.650 atau 78 persen, dengan realisasi Rp 4,5 triliun untuk 1,8 juta rumah tangga.
Sektor kelistrikan juga menyerap subsidi dan kompensasi besar. Untuk rumah tangga 900 VA bersubsidi, harga listrik hanya Rp 600/kWh dari harga keekonomian Rp 1.800/kWh. Selisih Rp 1.200 atau 67 persen ditutup melalui subsidi, dengan realisasi Rp 156,4 triliun pada 2024 untuk 40,3 juta pelanggan. Sementara itu, rumah tangga 900 VA nonsubsidi tetap mendapat kompensasi Rp 400 per kWh, dengan realisasi Rp 47,4 triliun bagi 50,6 juta pelanggan.
Subsidi juga berlaku untuk pupuk. Harga pupuk Urea yang seharusnya Rp 5.558/kg dijual Rp 2.250/kg, sementara pupuk NPK dari Rp 10.791/kg menjadi Rp 2.300/kg. Dengan skema ini, pemerintah menanggung 59 hingga 78 persen harga, setara puluhan triliun rupiah.
Meski begitu, Purbaya mengakui data Susenas menunjukkan kelompok masyarakat mampu masih menikmati porsi signifikan dari subsidi energi.