Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, usai Rapat Umum Pemegang Saham PT Timah di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (12/6/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
PT Timah (Persero) Tbk (TINS) optimistis target produksi bijih timah dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2025 bisa tercapai sebesar 21.500 ton.
Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, mengakui kinerja produksi pada awal tahun 2025 sempat lesu. Hingga semester I 2025, realisasi produksi bijih timah perusahaan baru mencapai 6.997 ton.
"Kami bertekad untuk mencapai target RKAP. Target RKAP sampai dengan akhir tahun ini 21.500 ton per tahun Sn," tegasnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, dikutip Selasa (23/9).
Restu menjelaskan, selama 4 bulan pertama tahun ini, PT Timah tidak bisa mencapai target produksi bulanan yakni sebesar 1.800 ton. Namun, melalui sederet strategi, perusahaan dapat berbenah dan menaikkan kapasitas produksinya hingga melampaui target bulanan pada Agustus lalu.
"Terlihat empat bulan terakhir ini sudah naik. Jadi 1.200, menjadi 1.400, 1.400, 1.700, dan yang terakhir sampai dengan Agustus ini, kami mencatat 1.800 per bulan untuk target bulanan," ungkapnya.
Ilustrasi timah. Foto: PT Timah
Dia menilai jika statistik tersebut bisa terus meningkat, PT Timah diperkirakan bisa mencapai target bulanan hingga akhir tahun ini, bahkan mengejar ketertinggalan. Pencapaian target produksi ini juga akan didukung oleh satuan tugas (satgas), meliputi Satgas Nanggala dan Satgas Halilintar.
Dengan adanya keterlibatan satgas tersebut, lanjut Restu, PT Timah diprediksi dapat mencapai target produksi hingga 30.000 ton Sn pada tahun 2026 mendatang.
"Dengan penguatan Satgas Nanggala yang sekarang sudah mulai bergabung dengan kami, kami berharap atau sangat optimis bisa mencapai 6.500 ton per bulan. Sehingga sampai dengan empat bulan terakhir, September, Oktober, November, Desember, kami bisa mencapai target," tutur Restu.
Perlibatan Satgas dan Mitra Koperasi
Restu menjelaskan, target produksi pada 2025 ini didukung oleh Satgas Internal yang memperbaiki penyelewengan di Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pertama, melakukan penyekatan atau pemagaran wilayah Bangka Belitung supaya tidak bisa dimasuki kegiatan-kegiatan timah ilegal.
"Kami menyadari selama ini di Bangka Belitung itu bersaing bebas atau head-to-head antara yang legal dengan yang ilegal. Kami mendapat tugas untuk melakukan semua proses bisnis secara legal, selama ini kami merasa kalah dengan yang ilegal," ungkapnya.
Ilustrasi PT Timah. Foto: T. Schneider/Shutterstock
Kedua, satgas tersebut melakukan penertiban penambangan ilegal di IUP PT Timah dengan dua cara, yakni dengan melegalkannya menjadi koperasi sehingga masyarakat setempat mendapatkan kepastian hukum. Saat ini, baru ada 30 koperasi yang diberdayakan perusahaan.
"Sekarang kami sudah mulai 30 koperasi penambang, koperasi karyawan, koperasi nelayan, untuk memulai kegiatan ini. Selanjutnya mudah-mudahan bisa lebih banyak lagi, 100, 200, atau 300 koperasi yang dibutuhkan," jelas Restu.
Selain itu, satgas tersebut juga akan menertibkan dan menghilangkan tambang-tambang para kolektor. Menurut Restu, para kolektor tersebut akan dibina agar dapat berjalan secara legal oleh PT Timah. Namun jika ada yang tidak patuh, maka perusahaan akan mengeluarkannya dari wilayah IUP.
"Kami sudah menyiapkan tim untuk mengurangi aktivitas yang ilegal. Kalau mau dibina, diorganisir secara legal, dia bisa melakukan kegiatan dengan baik. Tetapi kalau tidak mau, akan pelan-pelan kami geser dari bisnis pertimahan, khususnya di wilayah Bangka Belitung," ujar Restu.
Penambahan Wilayah IUP
Di sisi lain, PT Timah juga berencana mencaplok wilayah baru pada tahun 2025 dan 2026, yakni Tambang Beriga dengan potensi bijih timah sekitar 4.000 ton Sn, kemdian Rias dengan potensi 2.297 ton Sn, dan Laut Oliver dengan potensi sumber daya sekitar 38.900 ton Sn.
Dalam bahan paparan saat rapat, PT Timah juga menghadapi kesulitan karena perubahan zonasi yang membuat 5 IUP laut perusahaan tidak dapat ditambang dan belum dapat dilakukan perpanjangan IUP Operasi Produksi.
Hal ini lantaran PKKPRL tidak dapat diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sehingga perusahaan kehilangan total potensi sumber daya sebesar 86.452 Ton Sn.
Selain itu, PT Timah juga tengah menyelesaikan pengurusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada IUP yang tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi, dengan total potensi sumber daya terdampak sebesar 8.334 Ton Sn.