Petugas kesehatan memeriksa kondisi telinga siswi saat pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah di SD Negeri 2 Cideng, Jakarta, Senin (4/8/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendukung program Cek Kesehatan Gratis (CKG) bagi anak sekolah yang dicanangkan baru-baru ini. Namun IDAI juga mengingatkan agar pemerintah tidak lupa dengan hak anak yang tidak sekolah.
Sebab berdasarkan data Kemendikdasmen ada lebih dari 4 juta anak-anak putus sekolah di Indonesia. Selain itu, masalah kesehatan yang sering terlewat justru banyak terjadi di wilayah dengan keterbatasan fasilitas kesehatan dan distribusi tenaga medis yang belum merata.
"IDAI berharap program Cek Kesehatan Gratis untuk anak usia sekolah yang sangat baik ini dapat dilakukan secara menyeluruh dan merata pada semua anak Indonesia dan bukan hanya di sekolah-sekolah perkotaan atau daerah dengan fasilitas kesehatan memadai," kata Sekretaris Umum PP IDAI, DR. dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A, Subsp. Hema-Onk(K), dalam keterangan yang diterima kumparanMOM, Jumat (8/8).
Karena program CKG dilakukan melalui sekolah, maka perlu juga dipikirkan bagaimana untuk menjangkau anak putus sekolah," imbuhnya.
Program Cek Kesehatan Gratis Sangat Bermanfaat
Petugas kesehatan memeriksa kondisi gigi siswa saat pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah di SD Negeri 2 Cideng, Jakarta, Senin (4/8/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Ya Moms, IDAI menyebut program ini merupakan langkah strategis untuk mendeteksi dini masalah kesehatan, memantau tumbuh kembang anak, serta mencegah penyakit yang dapat mengganggu proses belajar dan kualitas hidup generasi penerus bangsa.
Melalui pemeriksaan kesehatan rutin pada anak usia sekolah, dapat dilakukan deteksi dini masalah kesehatan karena pemeriksaan berkala mampu mengidentifikasi gangguan seperti malnutrisi, anemia, gangguan penglihatan/pendengaran, infeksi, atau penyakit kronis.
Selain itu, program ini juga bermanfaat untuk memantau tumbuh kembang anak dan memastikan mereka mencapai milestone (tahap) pertumbuhan fisik, kognitif, dan emosional sesuai usia, sambil memberikan edukasi kesehatan tentang gizi seimbang, kebersihan diri, dan pencegahan penyakit menular.
Secara keseluruhan, menurut IDAI, data hasil pemeriksaan dapat menjadi acuan intervensi kesehatan berbasis bukti dan dasar kebijakan kesehatan nasional.
IDAI juga mendorong agar hasil pemeriksaan diikuti dengan rujukan ke puskesmas atau rumah sakit, terutama bagi anak dari keluarga kurang mampu sehingga saat terdeteksi, anak bisa mendapatkan penanganan lebih lanjut meski orangtua tidak memiliki biaya atau akses.
Selain itu, IDAI mendorong kesiapan infrastruktur. Sebab masih banyak daerah yang mengalami keterbatasan alat pemeriksaan dasar (timbangan, stadiometer, atau alat ukur hemoglobin). Hal ini menyebabkan pemeriksaan sering terbatas pada pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah, tanpa pemeriksaan lanjutan seperti tes hemoglobin (untuk anemia), pemeriksaan kesehatan gigi-mulut, atau skrining gangguan mental.
"Tentunya ini akan mengurangi efektivitas program tersebut. Dalam jangka panjang, beberapa penyakit penting juga diharapkan menjadi bagian dari Cek Kesehatan Gratis seperti skrining thalasemia yang pembiayaannya sangat besar," sebut IDAI.
Skrining thalasemia sangat penting untuk mencegah terjadinya sakit thalasemia sehingga akan sangat mengurangi pembiayaan kesehatan.
Dari sisi masyarakat, masih ada tantangan untuk menyadarkan orang tua dan pihak sekolah. Masih terdapat persepsi bahwa cek kesehatan hanya diperlukan untuk anak yang sedang sakit, bukan sebagai tindakan preventif. Program PKG seharusnya disertai juga dengan penguatan edukasi masyarakat mengenai upaya pencegahan penyakit.
IDAI berharap program ini tidak hanya menjadi formalitas, tetapi dapat berjalan secara berkelanjutan. Selama ini, program sering bergantung pada pendanaan jangka pendek sehingga tidak konsisten. Diperlukan pula koordinasi antarsektor, baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun organisasi profesi terkait.
"Dengan anggota lebih dari 5.600 dokter spesialis anak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, IDAI berkomitmen mendukung program ini melalui berbagai cara, seperti pelatihan tenaga kesehatan untuk memperkuat kapasitas dokter umum, perawat, dan kader kesehatan sekolah dengan standar pemeriksaan anak berbasis ilmu terkini," kata ketua Umum PP IDAI, R Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subs Kardio(K).
"Selain itu, IDAI melakukan sosialisasi dan advokasi pentingnya cek kesehatan rutin. Kedua program ini telah dijalankan sejak 2022 melalui Paediatrician Social Responsibility (PSR), yang telah menjangkau tenaga medis di puluhan wilayah di Indonesia. IDAI juga telah mengembangkan panduan protokol pemeriksaan kesehatan anak sekolah yang terstandarisasi," imbuhnya.
Program Cek Kesehatan Gratis untuk anak sekolah adalah langkah penting, tetapi masih memerlukan perbaikan dari sisi cakupan, kualitas pemeriksaan, dan tindak lanjut. IDAI siap berperan dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi program bersama pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta, serta membantu menginisiasi proyek kolaboratif di daerah prioritas sebagai model replikasi nasional.
"Kami menegaskan bahwa kesehatan anak adalah investasi masa depan bangsa. IDAI mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersama-sama memastikan program ini berjalan efektif dan berkelanjutan. Dengan kolaborasi semua pihak, program ini dapat memberi dampak yang lebih besar bagi kesehatan anak Indonesia," tutup dr. Hikari.