Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menerapkan skema Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mulai 2025 sebagai bagian dari reformasi sistem perpajakan daerah.
Kebijakan ini menggantikan skema sebelumnya, yakni Pajak Hiburan (PB1) yang dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan usaha, teknologi, dan kebutuhan fiskal daerah saat ini.
Transformasi dari PB1 ke PBJT mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Perubahan ini tidak hanya mengubah nomenklatur, tetapi juga mereformasi objek pajak, tarif, dan sistem pelaporan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan transparan.
Latar Belakang Perubahan: Dari PB1 ke PBJT
Sebelum diberlakukannya PBJT, Pemprov DKI memungut Pajak Hiburan (PB1) sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dikenakan atas berbagai bentuk hiburan seperti tontonan film, pertunjukan seni, diskotik, karaoke, spa, permainan bilyar, hingga pertandingan olahraga.
Tarif PB1 sangat bervariasi, bahkan bisa mencapai 75 persen untuk sektor hiburan malam seperti bar dan kelab malam, yang dinilai terlalu membebani pelaku usaha.
Melalui PBJT, Pemprov DKI menyederhanakan jenis pajak dan mengintegrasikan objek-objek pajak yang sebelumnya tersebar di berbagai kategori. Langkah ini bertujuan menghindari tumpang tindih aturan serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan aparatur pemungut pajak.
Objek dan Tarif PBJT
PBJT dikenakan atas lima jenis objek seperti: makanan dan/atau minuman yang disajikan di restoran, rumah makan, atau kafe; tenaga listrik; jasa perhotelan; jasa parkir; hingga jasa kesenian dan hiburan.
Berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, tarif yang berlaku adalah:
Jasa makanan/minuman: 10 persen
Jasa perhotelan: 10 persen
Jasa parkir: 10 persen
Jasa hiburan: 10 persen, kecuali untuk diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa sebesar 40 persen
Penyesuaian tarif ini diharapkan menciptakan struktur pajak yang lebih proporsional sekaligus memberi ruang pertumbuhan bagi pelaku usaha.
Manfaat PBJT bagi Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Masyarakat
Bagi pemerintah daerah, penerapan PBJT diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kepastian sistem perpajakan, mendorong penerimaan daerah secara berkelanjutan, serta memperkuat pembiayaan layanan publik dan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, bagi pelaku usaha, kebijakan ini memberikan kejelasan tarif, kemudahan pelaporan berbasis elektronik, mengurangi beban pajak yang sebelumnya terlalu tinggi, dan meningkatkan daya saing di sektor jasa serta hiburan.
Dari sisi masyarakat, PBJT berpotensi mendorong peningkatan pelayanan publik melalui optimalisasi pemanfaatan pajak, memastikan transparansi harga karena tercantum dalam tagihan, serta menumbuhkan budaya sadar pajak sebagai bentuk kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Menuju Sistem Perpajakan yang Modern dan Inklusif
Penerapan PBJT menjadi langkah strategis menuju sistem fiskal daerah yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Skema ini dirancang untuk mengakomodasi perkembangan teknologi, digitalisasi usaha, dan dinamika ekonomi kreatif.
Dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, PBJT diharapkan menjadi model pajak daerah yang lebih transparan, adil, dan partisipatif, bahkan dapat direplikasi di daerah lain di Indonesia.
Bagi Pemprov DKI Jakarta, PBJT bukan sekadar instrumen untuk meningkatkan pendapatan daerah. Lebih dari itu, kebijakan ini mencerminkan komitmen membangun sistem perpajakan yang mendukung pembangunan kota secara berkelanjutan.
Dengan sistem yang lebih tertata dan teknologi yang menjamin transparansi, Jakarta bergerak menuju tata kelola pajak daerah yang modern, tepercaya, dan berpihak pada kemajuan serta kesejahteraan warganya.