6 Mitos soal MPASI dan Faktanya Menurut IDAI - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
6 Mitos soal MPASI dan Faktanya Menurut IDAI
Aug 17th 2025, 12:00 by kumparanMOM

6 Mitos soal MPASI dan Faktanya Menurut IDAI. Foto: Shutterstock
6 Mitos soal MPASI dan Faktanya Menurut IDAI. Foto: Shutterstock

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) merupakan fase penting dalam tumbuh kembang bayi. Namun di Indonesia, praktik pemberian MPASI masih sering dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan turun-temurun yang tidak selalu sesuai dengan rekomendasi medis.

Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, dr. Winra Pratita, Sp.A, M.Ked(Ped), beberapa budaya yang dipengaruhi adat istiadat, tradisi, yang diturunkan dari generasi masih banyak ditemukan di berbagai komunitas saat ini.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui perbedaan antara tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah dan rekomendasi medis yang sudah berdasarkan penelitian. Apa saja mitos MPASI yang masih sering ditemui, dan bagaimana seharusnya pemberian MPASI yang benar menurut IDAI?

Beberapa Mitos soal MPASI yang Perlu Diluruskan Menurut Rekomendasi IDAI

1. Pemberian Madu pada Bayi Baru Lahir

Ilustrasi madu Foto: Shutterstock
Ilustrasi madu Foto: Shutterstock

Di beberapa daerah, masih ada tradisi mengoleskan madu ke langit-langit mulut bayi yang baru lahir, dengan harapan bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, IDAI tidak merekomendasikan pemberian madu pada anak di bawah 1 tahun.

Madu bisa mengandung bakteri Clostridium botulinum yang berisiko menyebabkan infant botulism, yakni infeksi serius yang dapat menyebabkan kelemahan otot, kesulitan bernapas, kelumpuhan, bahkan kematian. Sistem pencernaan bayi belum cukup matang untuk menangkal bakteri ini.

2. Pemberian MPASI dengan Menu Tunggal

Ilustrasi MPASI Sup Telur. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi MPASI Sup Telur. Foto: Shutter Stock

Masih banyak ibu yang memberikan MPASI dengan menu tunggal, misalnya hanya bubur nasi, dan menunda pemberian protein hewani hingga usia 7-8 bulan. Padahal, menurut IDAI, menu tunggal tidak cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.

"Pasien saya juga ada tinggal di kota besar 'Kapan dikasih protein hewani? Sudah pernah?' 'Belum pernah'. Bayi datang sudah 8 bulan tapi tidak pernah diberikan daging ayam, daging sapi, atau pun protein hewani lain," tutur dr. Winradalam acara webinar bersama IDAI seputar Pola Asuh Tradisional vs Pengetahuan Modern: Tantangan dalam Pemberian MPASI, Selasa (12/8).

Menurut IDAI, menu tunggal tidak cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. MPASI sebaiknya langsung diberikan dalam bentuk menu lengkap yang mengandung karbohidrat, protein hewani, lemak, dan sayuran. Pemberian menu tunggal terlalu lama bisa meningkatkan risiko malnutrisi, gagal tumbuh, hingga stunting.

3. Protein Hewani Baru Dikenalkan saat Bayi Berumur 1 Tahun

com-Ilustrasi berbagai macam sumber protein hewani. Foto: Shutterstock
com-Ilustrasi berbagai macam sumber protein hewani. Foto: Shutterstock

Beberapa kepercayaan menyebut bahwa daging sapi atau telur sebaiknya baru diberikan setelah bayi berusia 10–12 bulan karena takut menyebabkan bau mulut atau anak jadi "nakal". Bahkan ada yang takut bayi tersedak duri ikan.

"Jadi rekomendasi IDAI sesuai dengan WHO juga protein hewani harus diberikan sejak 6 bulan. Karena itulah salah satu zat penting untuk mencegah stunting," imbuh dr. Winra.

4. Takut Memberikan Hati Ayam pada MPASI Bayi

Ilustrasi hati ayam. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi hati ayam. Foto: Shutter Stock

Sebagian masyarakat menganggap hati ayam sebagai "jeroan" yang berbahaya atau kotor, sehingga tidak layak diberikan pada bayi. Faktanya, hati ayam adalah sumber zat besi yang sangat baik untuk bayi.

"Padahal rekomendasi IDAI hati ayam adalah sumber zat besi yang baik bagi bayi. Kenapa? Begitu 6 bulan kebutuhan zat besi meningkat 11 mg. Kalau yang diberikan MPASI tidak tinggi zat besi maka anak berisiko kurang zat besi," ujarnya.

Maka pilihlah makanan yang tinggi zat besi salah satunya adalah hati ayam. Di mana sekitar 100 gram hati ayam itu sudah mengandung 10 mg zat besi.

5. Memberikan Makanan yang "Dipapah" atau Dikunyah Dulu

Ilustrasi bayi MPASI. Foto: Shutterstock
Ilustrasi bayi MPASI. Foto: Shutterstock

Ada kepercayaan bahwa makanan yang sudah dikunyah oleh nenek atau ibu akan terasa lebih enak dan cocok untuk bayi. Namun, ini sangat tidak dianjurkan.

"Padahal kita tahu tadi syarat MPASI adalah aman dan higienis. Artinya kalau kita dikunyah dulu sama ibunya kan bisa menjadi media penularan bakteri atau virus patogen, dapat menyebabkan penyakit," sambungnya.

6. Bila Belum Tumbuh Gigi Maka Jangan Beri Makanan Bertekstur

Ilustrasi gigi bayi. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi gigi bayi. Foto: Shutter Stock

Sebagian orang tua enggan memberikan makanan bertekstur karena bayi belum tumbuh gigi. Padahal, pertumbuhan gigi bisa berbeda-beda dan tidak harus menjadi patokan.

"Nah padahal sebenarnya MPASI yang kita berikan itu tidak harus ada gigi dulu ya. Baru bisa mengunyah. Jadi kita memberikan makanan lumat. Tidak harus ada gigi. Lumat ditingkatkan nasi tim kasar hingga akhirnya anak bisa makan makanan keluarga," pungkas dr. Winra.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url