Pembuat film Peter Jackson (kiri) dan CEO Colossal Ben Lamm mengangkat tulang-tulang dari koleksi tulang moa punah milik Jackson di Wellington, Selandia Baru, pada 2024. Foto: Colossal Biosciences via AP
Sutradara film 'The Lord of the Rings', Peter Jackson, punya koleksi pribadi yang tak biasa berupa tulang burung moa, dan kini dia berencana mau membangkitkan burung Selandia Baru yang sejak lama telah punah itu.
Ketertarikannya pada burung yang bentuknya mirip burung unta itu telah menghasilkan kemitraan dengan sebuah perusahaan bioteknologi yang berencana menghidupkan kembali burung moa Selandia Baru.
Perusahaan tersebut adalah Colossal Biosciences. Mereka mengumumkan upaya merekayasa genetika burung hidup agar menyerupai burung moa raksasa Pulau Selatan yang memiliki tinggi 3,6 meter.
Proyek besar ini diperkirakan akan membutuhkan dana sebesar 15 juta dolar AS atau sekitar Rp 244 miliar (kurs Rp 16.297). Dana akan ditanggung oleh Jackson dan mitranya, Fran Walsh. Kolaborasi proyek ini juga melibatkan Pusat Penelitian Ngāi Tahu yang berbasis di Selandia Baru.
"Film adalah pekerjaan saya sehari-hari, dan moa adalah kegiatan yang menyenangkan. Setiap anak sekolah di Selandia Baru terpesona oleh moa," kata Jackson, sebagaimana dikutip AP.
Namun sejumlah ilmuwan skeptis dengan rencana ini. Mereka mengatakan gagasan untuk mengembalikan spesies yang sudah punah ke lanskap modern kemungkinan besar adalah hal yang mustahil, meskipun memodifikasi gen hewan yang masih hidup agar memiliki ciri fisik yang serupa mungkin dapat dilakukan.
Ilustrasi Moa Raksasa. Foto: Shutterstock
Burung moa telah menjelajahi Selandia Baru selama 4.000 tahun hingga punah sekitar 600 tahun lalu, yang disebabkan akibat perburuan berlebihan. Sebuah kerangka besar yang dibawa ke Inggris pada abad ke-19, yang kini dipajang di Museum Yorkshire, memicu minat internasional terhadap burung berleher panjang ini.
"Tahap pertama proyek moa adalah mengidentifikasi tulang-tulang yang terawat baik yang dimungkinkan untuk mengekstraksi DNA," ujar Beth Shapiro, kepala ilmuwan Colossal Biosciences.
"Ada banyak rintangan ilmiah yang perlu diatasi dengan spesies apa pun yang kita pilih sebagai kandidat untuk dide-extinction. Kita masih dalam tahap yang sangat awal," lanjut Shapiro.
Arah dari proyek besar ini akan dibentuk oleh para cendikiawan Māori di Pusat Penelitian Ngāi Tahu, University of Canterbury. Arkeolog Ngāi Tahu, Kyle Davis, seorang ahli tulang moa, mengatakan bahwa penelitian ini bisa membangkitkan kembali minat untuk meneliti tradisi dan mitologi.
Di salah satu situs arkeologi yang dikunjungi Jackson dan Davis untuk mempelajari sisa-sisa moa yang disebut Lembah Piramida, terdapat pula seni cadas antik yang dibuat oleh masyarakat Māori yang di antaranya menggambarkan moa sebelum kepunahannya.