Mengenakan kemeja putih dan celana hitam yang bak setelan ikoniknya, Jokowi berdiri di pantai yang disirami terik mentari. Kamis (3/7) siang itu, ia menemani tiga cucu dari putrinya bermain pasir. Ya, liburan sekolah ini, mereka vakansi ke Bali.
Sudah seminggu Jokowi dan cucu-cucunya itu berlibur ke Bali. Mereka berangkat dari Solo sepekan sebelumnya, Kamis (26/6). Kala itu, di luar kediamannya, Jokowi tersenyum dan melambaikan tangan—dengan wajah yang masih tampak radang.
"[Saya] baik-baik saja tapi masih sedikit pemulihan," ujar Jokowi ketika itu.
Ya, momen liburan Jokowi dan keluarganya berlangsung di tengah sorotan publik soal kesehatannya. Musababnya, sejak Mei 2025, muncul ruam di wajah, leher, dan tangan Jokowi. Ia pun absen pada peringatan Hari Bhayangkara ke-29 yang digelar meriah oleh Polri di Monas, Selasa (1/7).
Padahal acara itu dihadiri oleh presiden-presiden dan wapres-wapres RI yang masih hidup seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, dan Try Sutrisno. Hanya Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo—yang sedang berlibur—yang tidak hadir.
Ajudan Jokowi, Kompol Syarif Fitriansyah, mengatakan Jokowi diundang datang, namun masih di luar kota (Bali) bersama cucu-cucu dan keluarganya.
"Walaupun tidak hadir, beliau tetap mengucapkan selamat Hari Bhayangkara kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui kiriman karangan bunga ke lokasi perayaan," kata Syarif pada kumparan, Jumat (4/7).
Jokowi, meski tengah berlibur, sempat menerima kunjungan dari Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang juga pernah menjabat sebagai menteri penting pada periodenya.
Luhut menemui Jokowi usai kunjungan kerjanya di Bali. Ia mengunggah cerita soal perjumpaan itu melalui akun Instagramnya, Rabu (2/7), tanpa menyebut lokasi pertemuan dan tanpa membagikan fotonya bersama Jokowi saat itu.
Alih-alih mengunggah foto terbaru bersama Jokowi di Bali, Luhut justru mengunggah potret lama mereka, ketika ia dan Jokowi masih menjabat sebagai menteri dan presiden, dengan setelan jas lengkap.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berjalan bersama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) sebelum uji coba kereta cepat rute Jakarta-Bandung di Stasiun Halim, Jakarta, Rabu (13/9). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Luhut, pertemuannya dengan Jokowi berlangsung sekitar satu jam dalam suasana hangat. Luhut dan Jokowi sama-sama ditemani istri mereka, Devi Simatupang dan Iriana.
Mereka berbincang tentang banyak hal, mulai dari kenangan semasa bekerja bersama hingga kabar soal keluarga masing-masing. Sambil mengobrol santai dan bersenda gurau, ujar Luhut, Jokowi menemani cucunya bermain.
Luhut juga menyampaikan salam dari Presiden Prabowo Subianto, yang dibalas dengan titipan salam dari Jokowi—beserta pujian atas kerja keras Prabowo memimpin bangsa.
"Sebelum berpamitan, saya dan istri mendoakan secara khusus kesembuhan beliau. Semoga Tuhan YME mengangkat segala penyakit beliau, dan memulihkan kondisi beliau agar dapat kembali beraktivitas dengan penuh semangat, seperti biasanya," kata Luhut.
Sehari usai unggahan cerita Luhut, Jokowi membagikan momen santai dengan ketiga cucunya di pantai.
"Senang dapat bermain bersama cucu-cucu di pantai saat liburan sekolah. Momen seperti ini sederhana, tapi menyegarkan pikiran dan menenangkan hati," tulis Jokowi dalam unggahannya di Instagram.
Selang dua hari, Jokowi kembali membagikan kegiatan liburannya bersama keluarga. Ia mencoba mengendarai ATV di pantai.
Asal Mula Jokowi Sakit
Jokowi dikabarkan mulai sakit sekembalinya dari Vatikan untuk mewakili Presiden Prabowo menghadiri pemakaman Paus Fransiskus pada 26 April 2025. Ketika itu, Prabowo mengutus Jokowi ke Vatikan bersama Wamenkeu Thomas Djiwandono, Menteri HAM Natalius Pigai, dan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan—yang seluruhnya Katolik.
Sepulangnya ke tanah air dua hari kemudian, 28 April, Jokowi masih aktif bolak-balik Solo-Jakarta. Salah satu aktivitas publiknya yang terekam adalah saat mendatangi Polda Metro Jaya pada 30 April untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu.
Pada 2 Mei, Jokowi santap siang bersama para relawannya di sebuah restoran di Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Berikutnya, 20 Mei, Jokowi terlihat kembali menyambangi Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sekaligus mengambil kembali ijazahnya yang sebelumnya jadi bukti pelaporan.
Presiden ketujuh Joko Widodo (tengah) menjawab pertanyaan wartawan di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (30/4/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Sampai saat itu, penampilan Jokowi masih seperti biasanya. Belum tampak ruam di wajah Jokowi. Namun delapan hari kemudian, 28 Mei, saat diwawancara awak media depan rumahnya di Solo, ruam sudah terlihat di wajah dan leher Jokowi.
Potret Jokowi dengan bercak-bercak putih dan kehitaman itu lantas ramai dibahas warganet di media sosial.
Pekan berikutnya saat Jokowi melaksanakan Salat Idul Adha, 6 Juni, wajahnya masih tampak kemerahan. Ketika itu, Jokowi mengatakan mengalami alergi sepulang dari Vatikan. Namun, menurutnya, kondisi itu tidak menghambat aktivitasnya.
"Alergi biasa, waktu ke Vatikan kemarin… [Ini] biasa saja. Beraktivitas bisa, ke mana-mana bisa. Badan masih fit, nggak ada masalah," ujar Jokowi.
Lalu saat merayakan ulang tahun pada 21 Juni, bercak yang muncul di wajah Jokowi menjalar hingga leher dan terlihat semakin jelas. Alhasil, netizen makin menggunjingkan kondisi kesehatan Jokowi.
Terlebih, foto menunjukkan bagian perut Jokowi, di balik kemeja putihnya, tampak menonjol, seperti ada alat kesehatan yang dipasang di area tersebut. Namun Jokowi maupun orang-orang dekatnya tak menjelaskan soal itu.
Presiden ke-7Joko Widodo saat mengantarkan cucu-cucunya berlibur di Solo, Kamis (26/6/2025). Foto: kumparan
Tak Ada Penjelasan Resmi Pemerintah soal Penyakit Jokowi
Walau sudah sebulan lebih mengidap alergi kulit, baik keluarga Jokowi maupun Tim Dokter Kepresidenan tidak memberikan pernyataan medis resmi terkait kondisi Jokowi.
Kabar terkini ihwal kesehatan Jokowi hanya disampaikan ajudannya, Kompol Syarif. Menurutnya, "Pak Jokowi sehat walafiat. Beliau tidak dirawat."
Padahal, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2018 tentang Dokter Kepresidenan mengatur bahwa setiap presiden, wakil presiden, mantan presiden, dan mantan wakil presiden beserta keluarga mereka mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan berupa Tim Dokter Kepresidenan. Dan Dokter Kepresidenan bertanggung jawab terhadap Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.
Untuk itu, terkait kesehatan Jokowi, kumparan mencoba menghubungi Mensesneg Prasetyo Hadi dan Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO). Namun keduanya tidak memberikan jawaban.
Tangkapan layar Presiden ke-6 Republik Indonesia yang juga Chairman The Yudhoyono Institute (TYI), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di acara TYI Lecture di Kabupaten Sleman, Senin (12/5/2025). Foto: Istimewa
Jika menengok ke belakang, penanganan medis Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat mengidap kanker prostat dilakukan secara terbuka. Informasi pertama disampaikan langsung oleh staf pribadi SBY, Ossy Darmawan, tak lama setelah SBY menjalani serangkaian pemeriksaan—mulai dari MRI, biopsi, PET-SMA scan, hingga pemeriksaan lanjutan lainnya. Saat itu, kanker prostat yang dialami SBY masih berada dalam stadium awal pada 2021 silam.
Setelah berkonsultasi dengan tim dokter kepresidenan dan mendapat hasil patologi, SBY memutuskan menjalani operasi di Mayo Clinic, Amerika Serikat. Ia didampingi dua dokter spesialis urologi asal Indonesia yakni Prof. Rainy Umbas dan dr. Robertus Bebet Prasetyo.
Selama proses pengobatan, komunikasi antara tim medis Mayo Clinic dan jajaran dokter kepresidenan yang dipimpin Letjen TNI Budi Sulistya tetap berjalan hingga SBY sembuh. Kala itu, Kemensetneg melalui Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, juga menyatakan proses pengobatan SBY didampingi oleh dokter kepresidenan dan seluruh biayanya ditanggung negara.
Maka, menurut analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat), sebaiknya Tim Dokter Kepresidenan melakukan pemantauan dan tindakan atas penyakit yang diderita Jokowi.
"Harusnya dokter kepresidenan menakar [kesehatan Jokowi]. Di Jakarta kan ada RSPAD yang memang disiapkan untuk merawat presiden," kata Hensat.
Ragam Spekulasi: dari Medis sampai yang Gaib
Tidak adanya Dokter Kepresidenan yang muncul ke publik untuk menjelaskan perkara penyakit Jokowi membuat masyarakat menebak-nebak sendiri. Berbagai spekulasi pun berembus, mulai dugaan bahwa Jokowi terkena autoimun, sindrom Stevens-Johnson (SJS), bahkan sampai isu-isu nonmedis yang tak logis.
"Memang membingungkan karena katanya kan Jokowi sakit sejak pulang dari Vatikan, tapi yang lain (orang yang juga ke Vatikan) oke-oke saja kelihatannya," kata Hensat.
Penasihat Khusus Presiden Muhadjir Effendy yang ikut mengunjungi Jokowi di hari ulang tahunnya, 21 Juni, sempat menduga alergi kulit Jokowi dipicu oleh sabun yang digunakan saat berkunjung ke Vatikan.
Menurutnya, setiap kunjungan ke luar negeri, Iriana selalu membawakan sabun khusus untuk Jokowi. Namun, dalam kunjungan ke Vatikan, sabun itu tertinggal sehingga Jokowi menggunakan sabun yang tersedia.
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Iriana Joko Widodo bersilaturahmi dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Ibu Wury Ma'ruf Amin melalui panggilan video. Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Dokter spesialis kulit yang juga Kepala Bidang Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Cashtry Meher, menyatakan ada tiga kemungkinan medis terkait penyakit kulit Jokowi, yakni Stevens-Johnson Syndrome (SJS), vitiligo, dan psoriasis.
SJS terjadi karena reaksi alergi serius akibat konsumsi obat-obatan tertentu seperti antibiotik dan antiinflamasi nonsteroid. Gejalanya mencakup ruam, lepuh, nyeri tubuh, dan luka pada selaput lendir.
"Tingkat keparahan SJS dapat mengancam jiwa karena berhubungan dengan mukosa atau selaput lendir," jelas Cashtry.
Sementara vitiligo ialah penyakit autoimun yang menyebabkan hilangnya pigmen pada kulit. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun kulit pengidapnya berubah warna menjadi putih susu.
Sementara psoriasis adalah penyakit autoimun kronis yang menimbulkan bercak merah bersisik yang terasa gatal. Biasanya psoriasis dipicu kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Dr. dr. Cashtry Meher, M.Kes, M.Ked (KK), MH.Kes, SpDV, FIHFAA, FISqua. Foto: Instagram/ @cashtry_meher
Dari ketiga dugaan medis tersebut, menurut Chastry, yang paling memungkinkan adalah SJS dan vitiligo. Namun, tegasnya, dugaan-dugaan tersebut hanyalah diagnosis berdasarkan pengamatan visual dari tayangan televisi dan unggahan medsos.
Selain tiga dugaan tersebut, ada pula dugaan penggunaan obat kortikosteroid berdasarkan perubahan visual pada wajah Jokowi. Berdasarkan dugaan ini, bengkak pada wajah Jokowi merupakan efek dari obat yang ia konsumsi, bukan tanda penyakitnya makin parah.
"Saya lihat wajahnya Pak Jokowi itu seperti moon face, seperti ada sembab. Itu efek dari obat steroid. Karena steroid itu salah satu efek sampingnya adalah moon face atau wajah menjadi sembab," jelas Cashtry.
Yang mengejutkan, di luar dugaan-dugaan medis tersebut, beredar pula desas-desus nonmedis yang dibincangkan masyarakat di ruang publik, termasuk media sosial. Beberapa kalangan, misalnya, menyebut "tameng" Jokowi sudah lepas sehingga membuatnya rentan. Malahan, ada yang bilang kemungkinan terjadi paparan zat berbahaya tertentu seperti arsenik.
Jokowi dan Megawati bertemu empat mata di Istana Batu Tulis. Foto: Dok. Istimewa
Pihak lain yang dahulu bersinggungan dengan Istana—dan tak mau namanya disebutkan—juga bercerita soal kemungkinan keterkaitan antara kondisi Jokowi kini dengan Sumpah Batu Tulis menjelang pelantikannya sebagai presiden pada 2014.
Menurutnya, Jokowi sempat berikrar di hadapan benda peninggalan Bung Karno. Dalam tafsir spiritual tertentu, jika ikrar itu dikhianati, maka akan muncul ganjaran berupa tulah atau teguran dari semesta.
kumparan yang mencoba menghubungi Jokowi melalui ajudannya, tak dapat mewawancarainya lantaran ia masih di luar kota. Sementara guru spiritual Jokowi, KH Abdul Karim (Gus Karim), juga tidak bersedia diwawancarai.
Rombongan dari Indonesia yang terdiri dari Jokowi, Ignasius Jonan dan Thomas Djiwandono di tempat persemayaman Paus Fransiskus. Foto: Dok. Istimewa
Masih terkait isu nonmedis yang beredar, kunjungan Jokowi ke Vatikan pada masa Yubelium atau tahun suci (tahun pengampunan dosa dan pertobatan) dalam Gereja Katolik juga ikut dianalisis dari kacamata keagamaan.
Dalam tradisi Katolik, perjalanan semacam itu diyakini membawa berkah, meski jika disertai niat yang tidak murni bisa berdampak pada kondisi fisik.
Namun, dugaan-dugaan tersebut ditampik oleh loyalis Jokowi, Silfester Matutina. Ia heran karena sakitnya Jokowi dikait-kaitkan dengan sesuatu yang bernuansa mistis. Ia berkata, reaksi alergi bisa dialami siapa saja, sehingga tak seharusnya publik bersikap seolah lebih tahu dari dokter.
"Namanya alergi kan bisa-bisa saja [diidap siapa saja]. Sebagian masyarakat kita kayak Tuhan saja. Jangan sok tahulah, apalagi bilang itu karena kutukan. Ya enggaklah," tegas Silfester.
Cover Lipsus, Misteri Penyakit Jokowi. Foto: Adi Prabowo/kumparan
Pengamat budaya Jawa dari UGM, Rudy Wiratama, mengingatkan adalah keliru jika masyarakat mencampuradukkan antara kejawen dan klenik dalam perkara sakitnya Jokowi. Menurutnya, dua hal itu memiliki makna dan akar berbeda secara konseptual.
Kejawen merupakan identitas budaya dan spiritual masyarakat Jawa yang mencakup nilai-nilai hidup, laku spiritual, serta ekspresi budaya seperti tradisi adat. Sementara klenik merujuk pada ilmu atau praktik yang dilakukan secara samar dan tidak selalu berkaitan dengan tradisi Jawa.
Mengenai dugaan sakit Jokowi yang dikait-kaitkan dengan kunjungannya ke Vatikan, Rudy berpandangan anggapan seperti itu tidak tepat dan cenderung dipaksakan. Ia menekankan, kejawen dan keimanan Katolik adalah dua hal berbeda, baik dalam akar budaya maupun sistem kepercayaannya.
"Kita mempercayai hal-hal spiritual, oke, boleh. Tapi nek apa-apa terus digotak-gathuk'e seperti itu kan yang kasihan malah bukan Pak Jokowi, tapi agama Katolik-nya, atau agama Islam-nya," tutur Rudy.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengikuti ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022). Foto: Humas Pemda DIY
Dr. dr. Cashtry Meher menekankan, informasi terkait sakit Jokowi sebaiknya dijelaskan langsung oleh tim dokter yang bertanggung jawab.
"Yang punya wewenang untuk memberikan penjelasan resmi terkait penyakitnya Pak Jokowi adalah DPJP atau dokter penanggung jawabnya," tegasnya.
Ia menambahkan, apa yang dialami Jokowi merupakan penyakit medis yang gejalanya ada dalam teori kedokteran. Oleh sebab itu, ujarnya, penting untuk menjaga sikap dalam menanggapi kabar mengenai kondisi kesehatan Jokowi.
"Mari sama-sama memberikan support agar beliau (Jokowi) lebih semangat sehingga memperbaiki kualitas hidupnya. Maka penyakitnya akan menjadi lebih ringan dan bisa mempercepat kesembuhan beliau," tutup Cashtry.