Inovasi SDN Papela di Rote, Ubah Sampah Jadi Sarana untuk Tingkatkan Minat Baca - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Inovasi SDN Papela di Rote, Ubah Sampah Jadi Sarana untuk Tingkatkan Minat Baca
Jul 17th 2025, 12:10 by kumparanWOMAN

Ecolitera, program dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia
Ecolitera, program dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia

"Perubahan besar bisa dimulai dari langkah yang sederhana." Ungkapan ini mungkin yang paling cocok untuk menggambarkan usaha para guru dan murid di UPTD SD Negeri Papela dari Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sekolah yang berada dekat dengan pesisir pantai nan indah ini memiliki masalah penumpukan sampah yang begitu meresahkan. Sebab tumpukan sampah yang tak kunjung habis dan aroma tak sedap yang melayang ke ruang kelas mengancam kesehatan murid.

"Saya masih ingat betul, beberapa tahun lalu, banyak murid kami yang sakit hingga tak bisa masuk sekolah. Setelah kami telusuri, ternyata sumbernya adalah bak sampah yang digali di tanah—terbuka, bau, dan bercampur antara organik dan non-organik," ungkap Sri Sidin ketika diwawancarai kumparanWOMAN di Da Nang, Vietnam pada awal Juli lalu.

Pengumpulan sampah yang dilakukan murid dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia
Pengumpulan sampah yang dilakukan murid dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia

Oleh karena itu, ketika Sri Sidin menghadiri undangan seminar yang digagas oleh Bantu Guru Belajar Lagi (BGBL), organisasi yang berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan cara memberikan pelatihan dan dukungan bagi para guru, pada 2024 lalu, keinginan untuk menghadirkan perubahan pun muncul.

"Kami diundang oleh BGBL untuk mengikuti sosialisasi mengenai AIA Healthiest Schools, kami diminta untuk submit proposal program, dan saat itu kami memutuskan mengembangkan ide soal penanganan sampah di sekolah kami secara lebih serius," ungkap Sri yang juga berperan sebagai salah satu PIC (Person in Charge) program.

Awal Mula Ecolitera

Ecolitera, program dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia
Ecolitera, program dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia

Setelah melalui diskusi bersama guru lainnya di sekolah, Sri Sidin dan tim sepakat untuk membentuk program Ecolitera: Sampah Bercerita. Sebuah inisiatif yang berhasil meningkatkan kemampuan literasi siswa hingga 70 persen dan mengubah perilaku membuang sampah di lingkungan sekolah melalui integrasi pengelolaan sampah dan literasi.

Sebab setelah dianalisis lebih lanjut, para guru menemukan korelasi antara kesadaran lingkungan dan tingkat literasi yang rendah—ditunjukkan oleh indeks literasi tahun 2023 oleh BPS NTT yang menunjukkan peringkat Rote Ndao sebagai salah satu yang terendah di wilayah tersebut.

UPTD SDN Papela menyediakan satu jam pelajaran untuk melangsungkan program Ecolitera. Foto: AIA Indonesia
UPTD SDN Papela menyediakan satu jam pelajaran untuk melangsungkan program Ecolitera. Foto: AIA Indonesia

Siswa kesulitan dengan pemahaman membaca, yang membatasi pemahaman mereka tentang isu-isu lingkungan. Selain itu, para guru juga menyadari ada tiga tantangan utama yang mereka identifikasi selama pembentukan program, yaitu kebiasaan buruk, rasa malas, dan rendahnya literasi.

Maka, solusi yang mereka rancang harus menjawab ketiga hal tersebut sekaligus. Ecolitera pun dinilai bisa menjadi jawabannya karena program ini mengintegrasikan kebersihan lingkungan, pendidikan karakter, dan penguatan literasi.

"Kami percaya bahwa perubahan pola pikir bisa dimulai dari kebiasaan membaca. Anak-anak yang membaca akan lebih terbuka pikirannya, lebih paham dampak dari tindakannya, termasuk soal membuang sampah," jelasnya.

Dampak Besar dari Langkah Kecil yang Sederhana

Murid UPTD SDN Papela kini sudah menggunaka kotak bekal untuk jajan dan makan siang sebagai upaya mengurangi sampah di sekolah. Foto: AIA Indonesia
Murid UPTD SDN Papela kini sudah menggunaka kotak bekal untuk jajan dan makan siang sebagai upaya mengurangi sampah di sekolah. Foto: AIA Indonesia

Untuk membuat murid mau terlibat, Sri Sidin dan tim PIC Ecolitera menggunakan pendekatan yang sederhana namun sangat efektif.

"Kami buat sistem poin. Murid-murid yang membawa sampah akan mendapat poin, yang bisa ditukar dengan alat tulis seperti pensil, penghapus, atau buku," jelasnya.

Sampah yang sudah dikumpulkan oleh para murid kemudian diubah menjadi sarana belajar. Siswa kelas 1 dan 2 diajak untuk belajar mengeja tulisan yang ada pada kemasan sampah. Lalu kelas 3 dan 4 mulai mencari tahu apa arti dari kata-kata yang mereka temukan pada sampah. Sedangkan untuk kelas 5 dan 6, mereka diminta untuk menyusun kata dan membuat cerita dari sampah-sampah yang sudah terkumpul.

Murid ikut berpartisipasi dalam program Ecolitera dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia
Murid ikut berpartisipasi dalam program Ecolitera dari UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT. Foto: AIA Indonesia

Selanjutnya, pada satu jam terakhir tiap minggunya, para guru dan murid bekerja sama mengubah sampah menjadi ecobrick, membuat fasilitas sekolah dari sampah yang sudah diolah, hingga membuat pot tanaman.

Para orang tua pun ikut mendukung dengan mengumpulkan dan membersihkan sampah sebelum diberikan kepada anak mereka. Sampah-sampah ini kemudian juga diolah menjadi berbagai produk, seperti ecobrick, ecoenzyme, hingga bahan edukasi lainnya.

Masyarakat di area UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT, juga ikut membantu mendukung program dengan meminimalisir penggunaan sampah plastik. Foto: AIA Indonesia
Masyarakat di area UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT, juga ikut membantu mendukung program dengan meminimalisir penggunaan sampah plastik. Foto: AIA Indonesia

Fakta ini menambah bukti bahwa program Ecolitera yang mereka jalankan bisa membawa perubahan. Bahkan Sri Sidin mengatakan bahwa Ecolitera bukan hanya menggerakkan sekolah tapi juga desa. Saat ini Ecolitera juga sudah mulai diterapkan di tingkat kabupaten karena mereka didukung penuh oleh pemerintah dari Kabupaten Rote Ndao.

Terkait dampak baik yang lebih jauh, Sri Sidin mengaku terdapat perubahan perilaku pada murid-muridnya.

Murid UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT, membuat ecoenzym dari sampah organik di sekolah. Foto: AIA Indonesia
Murid UPTD SDN Papela, Rote Ndao, NTT, membuat ecoenzym dari sampah organik di sekolah. Foto: AIA Indonesia

"Anak-anak juga saling membantu teman mereka yang belum cukup poin. Dari situ, kami melihat bullying juga ikut menurun. Sebab mereka jadi lebih kompak dan saling bantu," jelasnya.

Sri juga dengan bangga menceritakan bahwa prestasi para murid meningkat. Beberapa siswa berhasil menjuarai lomba bercerita tingkat kabupaten. "Dan semua ini dimulai dari memilah sampah," ujar sang guru dengan mata berkaca.

Harapan yang Lebih Besar

UPTD SDN Papela dari Rote Ndao, NTT, menang sebagai juara regional AIA Healthiest Schools 2025. Foto: AIA Group
UPTD SDN Papela dari Rote Ndao, NTT, menang sebagai juara regional AIA Healthiest Schools 2025. Foto: AIA Group

Perjuangan guru dan murid ini pun membuahkan hasil. Setelah memenangkan kategori nasional, UPTD SDN Papela memenangkan kompetisi AIA Healthiest Schools tingkat regional. Mengalahkan negara-negara lainnya, seperti Filipina, Australia, Vietnam, hingga Malaysia.

Sri Sidin, PIC program Ecolitera: Sampah Bercerita dari UPTD SDN Papela. Foto: Avissa Harness/ kumparan
Sri Sidin, PIC program Ecolitera: Sampah Bercerita dari UPTD SDN Papela. Foto: Avissa Harness/ kumparan

Pengumuman pemenang ini diselenggarakan melalui sebuah acara yang meriah bertajuk AIA Healthiest Schools Regional Awards Ceremony 2025 di Da Nang, Vietnam, pada Kamis (3/7).

"Bahagia sekali rasanya, bangga, inisiatif kami yang sederhana ini bisa memenangkan kompetisi AHS. Semoga apa yang kami lakukan bisa memberikan dampak baik dan dapat menyebar ke seluruh Indonesia," pungkas Sri Sidin.

Atas kemenangan ini, UPTD SDN Papela akan menerima dana sebesar USD 100.000 dalam bentuk fasilitas dan sarana untuk mendukung kebutuhan program.

Namun bagi mereka, nilai program ini jauh lebih besar dari sekadar dana. Ini adalah warisan, yang ingin mereka jaga agar tidak terhenti saat ada perubahan kurikulum atau saat tim guru berpindah.

"Kami sedang menyusun kurikulum dan SOP-nya agar program ini bisa berjalan jangka panjang, tidak bergantung pada individu tertentu. Kalau suatu hari saya atau guru lain sudah tidak di sini, program ini tetap hidup," begitu harapan Sri Sidin.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url