Antara Mitos dan Pengalamanku Mendaki Gunung Sumbing - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Antara Mitos dan Pengalamanku Mendaki Gunung Sumbing
Jul 4th 2025, 13:46 by Mahesa Alfathur

Ilustrasi Pendakian Gunung Sumbing (Sumber : foto pribadi.com)
Ilustrasi Pendakian Gunung Sumbing (Sumber : foto pribadi.com)

Mendaki gunung adalah pengalaman yang tak akan kami lupakan. Karena setiap puncak menawarkan cerita, setiap langkah menyimpan makna. Namun, di pendakian kali ini sangat berbeda. Aku dan teman-teman memutuskan untuk menaklukan Gunung Sumbing, salah satu gunung berapi aktif di Jawa Tengah.

Apa yang tidak kami duga adalah tantangan yang datang bukan hanya dari medan yang terjal, melainkan juga dari mitos yang melekat erat di kalangan pendaki, terutama saat seorang wanita sedang datang bulan.

Persiapan dan Kecemasan Awal

Teman aku, sebut saja Ica, memberitahuku bahwa dia sedang dalam masa haid di saat pendakian. Awalnya, aku berpikiran baik mungkin tidak akan terjadi apa-apa di dalam pendakian kali ini. Aku sudah sering mendaki bersama Ica, dan hal ini bukanlah penghalang berarti.

Namun, beberapa teman aku yang tahu rencana kami mulai berbisik-bisik mengenai tentang mitos larangan mendaki bagi wanita haid. Konon, jika ada pendaki wanita yang sedang menstruasi, gunung akan "marah" dan bisa mendatangkan penunggu yang ada di sana, bahkan bisa terjadi adanya hujan deras, kabut tebal, atau bahkan hal-hal mistis lainnya.

Aku berusaha menenangkan Ica, meyakinkannya bahwa itu hanyalah mitos. Namun, jauh di lubuk hati, sedikit kekhawatiran juga menyelinap. Bagaimana jika mitos itu benar? Bagaimana jika pendakian kita terganggu karena hal ini?

Perjalanan Penuh Tantangan dan Kejadian Tak Terduga.

Kami mulailah pendakian kali ini dengan penuh semangat yang membara. Jalur Sumbing terkenal dengan jalur pendakian yang tidak mudah digapai dengan cuma-cuma, ada beberapa tanjakan curam yang sangat menguras tenaga. Di awal perjalanan, cuaca cerah dan bersahabat. Namun, memasuki pos demi pos, langit mulai menunjukkan perubahan. Kabut mulai turun, disusul rintik hujan yang semakin lama semakin deras.

Beberapa kali kami harus berhenti dan berlindung. Angin bertiup kencang, membuat suhu semakin dingin. Ica mulai terlihat cemas. "Jangan-jangan ini gara-gara aku ya?" bisiknya, dengan nada sedikit takut. Aku mencoba menenangkan hatinya, mengatakan bahwa cuaca di gunung memang tidak bisa diprediksi. Namun, pikiran tentang mitos itu terus menghantui.

Puncaknya, saat kami hampir mencapai area camp, hujan badai turun dengan sangat lebat. Petir menyambar-nyambar di kejauhan. Kami berusaha untuk mempercepat membangun tenda di area camp, berharap cuaca segera membaik. Malam itu, kami kedinginan dan sedikit putus asa. Beberapa kali aku melihat Ica terlihat gelisah, mungkin memikirkan hal yang sama dengan kami.

Mematahkan Mitos, Menemukan Realita

Pagi harinya, setelah badai mereda, kami memutuskan untuk summit menuju puncak Sumbing. Meskipun cuaca masih sedikit mendung, semangat kami kembali bangkit. Dan akhirnya kami berhasil mencapai puncak Sumbing, disambut dengan pemandangan awan yang luar biasa indah.

Saat kami beristirahat di puncak, merenungkan perjalanan kami, aku menyadari satu hal penting. Kejadian tak terduga yang kami alami, seperti hujan badai dan kabut tebal, bukanlah disebabkan oleh haid Ica. Tetapi itu adalah bagian dari dinamika alam pegunungan yang tidak bisa diprediksi. Cuaca di gunung memang sangat cepat berubah, dan kita sebagai pendaki harus selalu siap menghadapi segala kemungkinan.

Mitos-mitos seperti ini mungkin muncul dari kepercayaan lama yang diwariskan turun-temurun, atau sebagai cara untuk menumbuhkan rasa hormat terhadap alam. Namun, seringkali mitos juga bisa menimbulkan kecemasan yang tidak perlu, bahkan diskriminasi.

Ilustrasi Gunung Sumbing Foto: Shutter Stock
Ilustrasi Gunung Sumbing Foto: Shutter Stock

Pelajaran Berharga dari Puncak Sumbing

Pengalaman mendaki Gunung Sumbing bersama Ica mengajarkan aku beberapa hal:

1. Pentingnya Persiapan Fisik dan Mental: Lebih dari sekadar mitos, kesiapan fisik dan mental adalah kunci utama keselamatan saat mendaki.

2. Menghormati Alam, Bukan Menakutinya: Alam memiliki kekuatan dan keindahan yang luar biasa. Kita harus menghormatinya dengan menjaga kebersihan dan mengikuti aturan, bukan dengan takut pada mitos yang tidak berdasar.

3. Mematahkan Stigma: Haid adalah proses alami pada wanita. Tidak seharusnya menjadi penghalang atau stigma dalam melakukan aktivitas apapun, termasuk mendaki gunung.

4. Kebersamaan dan Dukungan: Dalam situasi sulit, dukungan dari teman seperjalanan sangatlah penting. Saling menguatkan adalah kunci untuk mencapai tujuan

Pendakian Gunung Sumbing kali ini tidak hanya meninggalkan jejak kaki di puncak, tetapi juga jejak pelajaran berharga di hati kami. Mitos mungkin akan selalu ada, namun pada akhirnya, logika dan persiapan yang matang lah yang akan mengantarkan kita pada pengalaman mendaki yang aman dan berkesan. Dan yang terpenting, setiap wanita berhak merasakan indahnya puncak gunung, tanpa terkekang oleh mitos yang tak berdasar.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url