Kejagung soal Sita Uang Rp 11 Triliun Kasus CPO: Terbesar dalam Sejarah - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kejagung soal Sita Uang Rp 11 Triliun Kasus CPO: Terbesar dalam Sejarah
Jun 18th 2025, 13:42 by kumparanNEWS

Petugas merapikan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Petugas merapikan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Kejaksaan Agung menyita uang sebesar Rp 11,8 triliun dari lima korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group. Penyitaan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

Tumpukan uang pecahan Rp 100 ribu yang terbungkus dalam plastik dengan masing-masing bungkus senilai Rp 1 miliar itu ditampilkan di hadapan awak media dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (17/6).

Tumpukan uang yang ditampilkan Kejagung itu hanya senilai Rp 2 triliun. Uang yang ditumpuk itu terlihat bak candi dan mengelilingi area konferensi pers.

Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa uang sitaan Rp 11,8 triliun merupakan yang terbesar sepanjang sejarah penyitaan oleh instansi adhyaksa.

"Yang pertama bahwa untuk kesekian kali kita melakukan release press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar," ujar Harli dalam konferensi pers.

Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar bersama Kapuspenkum Harli Siregar dan dan sejumlah pejabat menunjukkan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Kejagung, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar bersama Kapuspenkum Harli Siregar dan dan sejumlah pejabat menunjukkan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Kejagung, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

"Dan barangkali hari ini merupakan press conference terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar," jelas dia.

Dalam kesempatan itu, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menjelaskan alasan pihaknya hanya menampilkan tumpukan uang senilai Rp 2 triliun.

Menurutnya, ada pertimbangan tempat dan faktor keamanan yang membuat Kejagung tak bisa memperlihatkan uang sebesar Rp 11,8 triliun di hadapan awak media.

"Yang kita lihat sekarang ini di sekeliling kita ini ada uang, ini total semuanya nilainya Rp 2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari uang yang tadi kita sebutkan Rp 11.880.351.802.619," tutur Sutikno.

"Kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan para terdakwa korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group," ungkapnya.

Disita dari Lima Korporasi

Petugas berjalan didekat barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Petugas berjalan didekat barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Adapun uang senilai Rp 11,8 triliun itu disita dari lima korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group. Lima korporasi itu yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Uang sebesar Rp 11,8 triliun tersebut sesuai dengan jumlah yang dibebankan kepada kelima korporasi itu akibat kerugian negara yang ditimbulkan.

"Bahwa dalam perkembangannya, kelima terdakwa korporasi tersebut beberapa saat yang lalu mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan. Total seluruhnya seperti kerugian yang telah terjadi yaitu Rp11.880.351.802.619 [Rp 11,8 triliun]," ucap Sutikno.

Adapun rincian masing-masing uang yang dikembalikan oleh kelima korporasi tersebut yakni:

  • PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 3.997.042.917.832,42;

  • PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964,94;

  • PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417,33;

  • PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077,64; dan

  • PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 7.302.288.371.326,78.

Selanjutnya, kata Sutikno, uang sitaan itu diajukan sebagai tambahan memori kasasi atas vonis lepas yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap para terdakwa itu.

"Sehingga, keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi, khususnya terkait uang tersebut supaya dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa korporasi," tutur dia.

Minta Dua Grup Korporasi Lain Segera Kembalikan Kerugian Negara

Petugas merapikan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Petugas merapikan barang bukti uang sitaan saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Setelah penyitaan terhadap lima korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group itu, Kejagung juga mengimbau dua terdakwa korporasi lainnya di kasus CPO untuk segera mengembalikan kerugian negara yang dibebankan kepadanya.

Dalam kasus CPO itu, ada tiga terdakwa korporasi dijerat Kejagung. Ketiganya yakni Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group. Hingga saat ini, baru Wilmar Group yang telah mengembalikan uang sebesar Rp 11,8 triliun.

"Saat ini yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh lima grup Wilmar telah utuh dikembalikan," papar Sutikno.

Sutikno pun meminta dua terdakwa korporasi lainnya segera mengembalikan sejumlah uang yang dibebankan kepadanya terhadap kerugian negara yang ditimbulkan.

Untuk Musim Mas Group, yakni sebesar Rp 4.890.938.943.794,1 atau Rp 4,89 triliun. Sementara, Permata Hijau Group sebesar Rp 937.558.181.691,26 atau Rp 937,5 miliar.

"Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Group, kita berharap ke depan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut," terang dia.

"Mereka sedang berproses, kita harapkan mereka akan mengembalikan secara utuh juga," imbuhnya.

Status Uang Sitaan Tunggu Putusan Inkrah

Pengembalian uang dari Wilmar Group dilakukan di tengah proses kasasi di Mahkamah Agung. Pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis lepas para terdakwa korporasi karena dinilai perbuatannya bukan korupsi.

Lantaran vonis lepas tersebut, Kejagung kemudian mengajukan kasasi. Meski belum ada putusan, lima korporasi pada Wilmar Group mengembalikan uang ke Kejagung.

Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, menyebut bahwa uang senilai Rp 11,8 triliun itu disetor oleh lima korporasi tersebut melalui Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus Bank Mandiri dalam dua kali penyerahan, yakni pada 23 Mei dan 26 Mei 2025.

Setelah penyitaan itu, lanjut dia, uang tersebut tidak akan langsung disetor ke kas negara. Lantas, bagaimana statusnya?

"Nah, dilihat putusannya, itu yang saya bilang tadi, apa putusan hakim. Kalau itu dirampas untuk negara, ya kita setor ke kas negara, disetor nanti dipindahkan dia dari akun RPL itu ke kas negara, gitu," tutur Harli.

"Nanti kalau misalnya dia sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap, [diputuskan] uang itu dirampas untuk negara, maka jaksa eksekutor akan menyetorkan ke kas negara, berkuranglah uang di RPL, begitu," pungkasnya.

Kasus CPO

Perkara ini bermula ketika Kejagung menjerat 5 orang. Mereka adalah eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Parulian Tumanggor; mantan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alamlestari, Stanley MA; mantan General Manager (GM) Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Weibinanto disebut mengobral izin ekspor kepada sejumlah eksportir. Untuk memuluskan aksinya, Weibinanto bekerja sama dengan Indra Sari dan menguntungkan sejumlah pihak. Mereka kemudian dinyatakan bersalah oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus tersebut kemudian berkembang dan menyeret tiga grup korporasi minyak goreng, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dalam sidang putusan, ketiga grup tersebut dinyatakan bersalah. Namun hakim menyatakan perbuatan korporasi itu bukan suatu tindakan pidana. Dengan begitu, ketiganya dijatuhi vonis lepas atau ontslag oleh Majelis Hakim.

Sebelumnya dalam tuntutannya, JPU menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan uang pengganti.

Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.

Lalu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.

Bagi terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.

Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.

Lantaran vonis lepas, Kejagung kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Belakangan, Kejagung mengendus adanya dugaan suap di balik putusan lepas tersebut. Dalam pengusutan kasus itu, sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung.

Para tersangka dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.

Sementara, untuk pihak penerima suap ada lima orang tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url