Mbah Sumbuk, jemaah tertua dari Indonesia tiba di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Foto: Dok. Media Center Haji
Mata Mbah Sumbuk berkaca-kaca saat menginjakkan kaki di Arab Saudi. Mulutnya terlihat bergetar sambil berucap pelan mengenai rasa syukurnya tiba di Tanah Suci.
"Alhamdulillah. Mbah tekan kene [sampai sini]," ucap Mbah Sumbuk.
Ucapan syukur itu meluncur begitu saja saat kursi rodanya didorong masuk ke Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Minggu (18/5) pagi.
Tak sedikit yang terharu melihatnya. Seorang nenek sederhana yang lahir di Kebumen, Jawa Tengah, yang kini menjadi jemaah haji tertua Indonesia tahun ini, di usianya yang mencapai 109 tahun.
Ia tergabung dalam kloter JKS-33 dari Embarkasi Jakarta-Bekasi. Meski tubuhnya sudah renta, semangatnya untuk berhaji begitu besar. Ia datang bersama anaknya yang kesepuluh, menggenggam tangannya erat sepanjang perjalanan.
Setibanya di terminal, dari atas kursi rodanya, Mbah Sumbuk memandang berkeliling.
Nenek Sumbuk berusia 109 tahun jadi jemaah haji tertua di musim haji 2025. Foto: Kemenag RI
"Alhamdulillah, nembe kiye numpak [baru kali ini naik] pesawat, wis [sudah] tua," ujar Mbah Sumbuk.
Mbah Sumbuk kemudian menoleh ke kanan dan kiri, lalu bertanya dengan suara lirih namun penuh harap.
"Ngendi lemeté, Le? Kowe ngerti ora, ana lemet ora neng kéné? ["Mana lemetnya? Kamu tahu tidak? Ada lemet enggak di sini?]," tanya beliau kepada para petugas.
Lemet adalah makanan sederhana dari singkong parut dan gula jawa menjadi simbol kerinduannya akan kampung halaman. Petugas yang menyambut pun tersenyum, terhibur oleh kesederhanaan permintaan sang nenek.
Kata Sukmi (56), anak yang mendampingi perjalanan Mbah Sumbuk, selama kurang lebih sembilan jam penerbangan, sang ibu enggan untuk makan. Maka tak heran, ketika tiba di Jeddah, Mbah Sumbuk mulai mencari makanan favoritnya.
Salah satu petugas, Warijan, yang juga bertugas sebagai bagian dari Media Center Haji (MCH), menghampiri. Saat mengetahui bahwa Warijan juga berasal dari Kebumen, wajah Mbah Sumbuk langsung berubah cerah.
"Kowe wong [saya orang] Kebumen, Le?" tanya Mbah Sumbuk.
Tanpa ragu, Mbah Sumbuk menggenggam tangan Warijan. "Yo wis, melok nyong wae yo nang [ya sudah, ikut saya ya di] Makkah. Bareng-bareng wae [saja], Le," pinta Mbah Sumbuk.
Warijan membalas dengan lembut, "Duh, Mbah… kulo [saya] tugasnya namung neng [di] bandara. Wis, tenang, Mbah. Mengko nang Makkah akeh kancane aku sing nemenin, [Nanti di Makkah banyak teman saya yang menemani], Mbah. Ana wong [ada orang] Kebumen. Mbah bakal keprungukaro sedulur-sedulur [ketemu dengan saudara-saudara]," kata Warijan.
Nenek Sumbuk berusia 109 tahun jadi jemaah haji tertua di musim haji 2025. Foto: Kemenag RI
Di tengah percakapan itu, cuaca Jeddah yang terik mulai terasa. Mbah Sumbuk tampak kehausan dan meminta air. "Aku pan ngombe [mau minun], Le," pintanya pelan. Petugas segera membantu memberinya air dan memastikan ia nyaman.
Untuk perjalanan menuju Makkah, Mbah Sumbuk disiapkan bus khusus yang dilengkapi lift hidrolik. Kursi rodanya langsung diangkat ke dalam bus tanpa perlu dipindahkan, memastikan kenyamanan dan keselamatannya. Semuanya dilakukan dengan penuh kehormatan, layaknya tamu agung yang ditunggu-tunggu.
Mbah Sumbuk bukan sekadar jemaah sepuh. Ia adalah simbol dari kekuatan niat, panjangnya harapan, dan dalamnya cinta kepada Allah. Di usia yang senja, ia datang memenuhi panggilan suci dengan jiwa yang utuh dan hati yang bersih.