Ilustrasi rujak soto khas Banyuwangi. Foto: Shutterstock
Rujak soto dan kue bagiak kini sah tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, setelah pemerintah daerah setempat menerima surat pencatatan dari Kementerian Hukum.
Itu artinya, lewat pengakuan ini, dua kuliner tersebut resmi diakui sebagai warisan budaya asli yang dilindungi hukum, mencegah klaim dari pihak lain. "Ini adalah salah satu upaya untuk menjaga warisan leluhur," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dikutip dari Antara, Jumat (23/5).
Mengutip laman KI Komunal Indonesia, rujak soto merupakan perpaduan antara rujak janganan dan soto. Awalnya, rujak yang digunakan hanyalah rujak sayur biasa, yaitu berisi sayuran dan bumbu kacang. Namun seiring waktu, muncul inovasi rujak ini disiram dengan kuah soto daging berwarna kuning.
Meski asal-usul pencipta rujak soto belum dapat dipastikan secara jelas, banyak yang meyakini bahwa hidangan unik ini mulai dikenal luas sejak era 1970-an di Banyuwangi.
Ilustrasi rujak soto dari Banyuwangi Foto: Shutterstock
Salah satu ciri khas rujak khas Jawa Timur, termasuk rujak soto ini, terletak pada penggunaan petis, saus kental berwarna gelap hasil olahan ikan atau udang yang memberikan rasa gurih dan aroma laut yang khas. Tapi, petis ini berbeda dengan terasi. Uniknya lagi, bumbu rujak di Banyuwangi juga menggunakan pisang klutuk atau pisang batu yang memberi tekstur dan rasa tersendiri.
Rujak soto Banyuwangi disiapkan dengan bumbu kacang yang diracik dari kacang tanah goreng, garam, gula merah, terasi, petis hitam, cabe rawit, dan tentunya pisang batu. Isian rujaknya terdiri dari tempe dan tahu goreng, tauge, kangkung rebus, mentimun segar, telur rebus, dan lontong.
Sementara itu, kuah sotonya dibuat dari racikan bumbu seperti bawang putih, kunyit, jahe, kemiri, merica, serai, daun jeruk, dan daun bawang. Untuk isiannya, digunakan babat dan jeroan sapi yang direbus hingga empuk. Rujak soto Banyuwangi punya rasa khas asin, gurih, dan pedas.
Ilustrasi kue bagiak. Foto: Shutterstock
Sedangkan, bagiak adalah camilan khas Bantuwangi yang terbuat dari singkong dan gula merah. Kue kering khas Banyuwangi ini menawarkan rasa manis yang lembut.
Konon, kue ini pertama kali dibuat oleh para nelayan sebagai bekal saat melaut. Teksturnya yang padat dan daya tahannya yang lama menjadikannya pilihan praktis saat harus berada berhari-hari di tengah laut.
Meski populer di Banyuwangi, kue bagiak juga bisa ditemukan di daerah lain, seperti Maluku. Namun, ada perbedaan mencolok di antara keduanya. Bagiak khas Banyuwangi cenderung lebih lembut, sementara versi Maluku biasanya lebih keras dan renyah.
Menariknya lagi, bagiak dulu hanya disajikan pada momen tertentu, terutama saat Hari Raya Idul Fitri. Lebih dari sekadar makanan, kue ini menjadi simbol rasa syukur atas hasil panen yang melimpah serta lambang kemenangan setelah sebulan penuh menahan diri di bulan Ramadan. Kini, bagiak telah menjadi camilan yang bisa dinikmati setiap waktu.
Menurut Ipuk, ke depannya pemerintah daerah setempat akan terus memfasilitasi agar kuliner dan produk-produk Banyuwangi yang lain bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum.
Sejak 2021, Pemkab Banyuwangi juga telah memfasilitasi pengajuan 220 produk lokal ke Kementerian Hukum. Produk-produk yang meliputi kuliner, kriya, dan nama dagang ini sebagian besar telah mendapatkan pengakuan KIK, meski masih ada beberapa yang sedang diproses.
"Kami terus mendorong makanan dan budaya warisan leluhur lainnya untuk dicatatkan sebagai 'karya' dari Banyuwangi, tahu walik, dan pindang koyong sudah kami ajukan tahun 2023 lalu," ujar Ipuk.
Pada tahun ini, enam produk telah diajukan oleh Pemkab Banyuwangi ke Kementerian Hukum untuk dicatatkan sebagai bagian dari kekayaan intelektual daerah. Di antara produk tersebut adalah tagline Kabupaten Banyuwangi "The Sunrise of Java", dan event sport tourism Internasional Tour The Banyuwangi Ijen (ITDBI) sebagai ajang olahraga yang diinisiasi oleh Pemkab Banyuwangi.
Selain mencatatkan kekayaan intelektual komunal, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual pribadi juga terus dilakukan. Ipuk mendorong pelaku UMKM dan masyarakat umum agar mendaftarkan hak cipta atas karya mereka.
"Sosialisasi terus dilakukan agar pelaku UMKM maupun masyarakat umum sadar untuk mendaftarkan hak cipta atas karya mereka, dan Pemkab juga memberikan fasilitasi bagi siapa saja yang ingin mengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum," katanya.
Sebelumnya, lima kuliner Banyuwangi telah mendapatkan status sebagai KIK Pengetahuan Tradisional dari Kementerian Hukum, yakni, sego cawuk, sego tempong, pecel pitik, ayam kesrut, dan pecel rawon.