Sep 11th 2024, 06:13, by Donny Syofyan, Donny Syofyan
Ini adalah The Scream lukisan ikonik karya Edvard Munch yang telah lama memukau dan meresahkan imajinasi manusia dengan ekspresi horornya. Tapi, apa jadinya jika lukisan yang terkenal ini seakan-akan hidup dalam bentuk yang lebih nyata—dalam kematian? Inilah saatnya saya memperkenalkan Anda pada sosok mengerikan yang disebut Mumi yang Menjerit (Screaming Mummy).
Mumi ini adalah jenazah seorang wanita Mesir kuno yang berusia lebih dari 3.500 tahun. Pertama kali ditemukan pada tahun 1935 di sebuah peti mati kayu di dekat Luxor, Mesir, penemuan ini segera menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam dunia Egiptologi.
Tapi apa yang membuat mumi ini begitu mengerikan dan dikenal sebagai Mumi yang Menjerit? Jawabannya terletak pada ekspresi wajah yang mengejutkan dan sangat tidak biasa.
Mumi tersebut tampak seolah-olah terkunci dalam jeritan abadi, dengan mulut terbuka lebar, menciptakan pemandangan yang menyeramkan dan membangkitkan ketakutan yang mendalam. Ekspresi ini seperti menyuarakan jeritan yang tak pernah berhenti, seolah-olah menggema dari masa lalu yang jauh. Pernahkah Anda menonton film "The Mummy"?
Sosok mengerikan ini telah menghantui mimpi buruk banyak orang selama bertahun-tahun, bahkan sampai memicu meme internet yang tak terhitung jumlahnya. Dalam meme tersebut, Mumi yang Menjerit sering dibandingkan dengan balita yang menangis histeris ketika tidak mendapatkan yang diinginkannya, sementara manusia dewasa membalas dengan teriakan sebagai simbol dominasi.
Namun, di balik meme yang mengundang tawa, tetap ada satu pertanyaan mendasar yang menggantung: Mengapa mumi ini menjerit? Apa yang terjadi pada wanita ini hingga dia terkunci dalam ekspresi abadi yang begitu mengejutkan?
Pertanyaan ini telah lama membingungkan para ilmuwan, memicu spekulasi dan hipotesis selama bertahun-tahun. Namun, kini mereka akhirnya mulai mengungkap misteri di balik ekspresi mengerikan mumi ini. Diduga kuat bahwa wanita ini meninggal dengan cara yang sangat menyakitkan, mungkin saat mengalami rasa sakit yang hebat atau tekanan emosional yang luar biasa.
Para peneliti percaya bahwa mulutnya yang terbuka lebar adalah akibat dari kematian yang mendadak atau kejang otot yang membuat wajahnya terkunci dalam jeritan abadi. Tampaknya, para pembalsem yang bertanggung jawab atas proses mumifikasinya tidak mampu menutup mulutnya, sehingga ia terawetkan dengan ekspresi yang menghantui hingga ribuan tahun kemudian.
Meskipun penyebab pasti kematiannya masih menjadi misteri, para ilmuwan telah menemukan beberapa petunjuk yang mengarah pada penjelasan yang lebih dalam.
Salah satu temuan paling mencengangkan adalah tidak adanya sayatan pembalseman pada tubuh mumi ini, yang berarti bahwa organ-organ dalam tubuhnya masih utuh dan tidak pernah diangkat.
Ini sangat mengejutkan, mengingat metode mumifikasi klasik Mesir biasanya melibatkan pengangkatan semua organ tubuh, kecuali jantung, sebagai bagian dari proses persiapan untuk kehidupan setelah kematian.
Dalam kepercayaan Mesir Kuno, menjaga tubuh sedekat mungkin dengan keadaan aslinya dianggap esensial bagi perjalanan roh ke alam baka. Oleh karena itu, organ-organ biasanya disimpan dalam wadah terpisah yang dikenal sebagai canopic jars, sementara seluruh tubuh dikeringkan dari kelembapan untuk memastikan keabadian yang lebih sempurna.
Keberadaan organ-organ yang utuh di dalam mumi ini menimbulkan pertanyaan baru tentang proses mumifikasi dan perlakuan khusus yang mungkin diterima wanita ini. Apakah dia berasal dari kalangan tertentu, atau ada alasan lain yang membuat pembalsem tidak melakukan prosedur mumifikasi secara lengkap?
Semua ini membuat Mumi yang Menjerit tidak hanya sebuah fenomena visual yang mengerikan tetapi juga sebuah teka-teki sejarah yang terus menggoda para ilmuwan untuk mencari kebenaran di balik jeritan abadinya.
Proses mumifikasi di Mesir Kuno dilakukan dengan ketelitian luar biasa, sehingga tubuh mumi dapat bertahan dalam kondisi yang sangat baik bahkan setelah 3.000 tahun. Proses yang rumit ini melibatkan berbagai teknik pengawetan yang memerlukan usaha besar untuk memastikan tubuh tetap utuh setelah kematian. Biasanya, proses mumifikasi diperuntukkan bagi Firaun dan anggota keluarga kerajaan, yang dianggap sebagai makhluk suci.
Proses ini sering melibatkan ratusan orang, termasuk pembalsem ahli, pengrajin, dan pekerja yang membangun makam-makam megah yang dihiasi dengan seni dan simbolisme keagamaan. Meski demikian, bukan hanya Firaun yang dimumikan; anggota bangsawan, pejabat tinggi, dan terkadang orang biasa yang mampu membayar biaya yang mahal juga mendapatkan perlakuan yang serupa.
Namun, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa meski persiapan yang sedemikian rumit telah dilakukan, proses mumifikasi tidak selalu berjalan mulus sesuai rencana.
Seberapa pun sempurna upayanya, kadang ada hal-hal yang tidak terduga yang mengganggu proses tersebut. Dalam kasus Mumi yang Menjerit, proses pengawetan tampaknya tidak berhasil dengan sempurna, meninggalkannya dalam keadaan yang jauh dari ideal.
Jika mumi ini memiliki suara, ia mungkin akan berteriak setuju bahwa kematiannya dan proses mumifikasinya tidak berlangsung seperti yang diharapkan.
Mumi yang Menjerit menjadi bukti nyata bahwa, bahkan dalam kematian, hal-hal tak terduga dapat tetap menghantui—sebuah pengingat bahwa tidak semua rencana manusia dapat berjalan sempurna, bahkan di hadapan kematian yang diawetkan selama ribuan tahun.