Aug 2nd 2024, 11:47, by Selfy Momongan, kumparanWOMAN
Pemerintah resmi menghapus praktik sunat perempuan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (26/7).
Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa kebijakan penghapusan praktik sunat pada perempuan merupakan upaya mendukung ketahanan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
"Menghapus praktik sunat perempuan," demikian bunyi Pasal 102 huruf a.
Tak hanya menghapus sunat perempuan, dalam beleid ini pemerintah juga berkomitmen untuk mengedukasi balita dan anak prasekolah agar mengetahui organ reproduksinya, mengedukasi mengenai perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan, mengedukasi untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh, mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat pada organ reproduksi dan memberikan pelayanan klinis medis pada kondisi tertentu.
Mengutip hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, sunat perempuan didefinisikan sebagai prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan bagian luar. Namun istilah yang lebih tepat untuk prosedur ini adalah mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation). Pasalnya, bukan hanya kulup atau lipatan kulit yang mengelilingi klitoris yang diangkat dalam prosedur ini, tetapi juga klitoris itu sendiri.
Isu Sunat Perempuan di Indonesia
Sunat perempuan menjadi isu kontroversial setelah World Health Organization (WHO) secara tegas menyatakan sunat perempuan merupakan tindakan mutilasi yang dilarang karena melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia praktik sunat perempuan pernah dilarang oleh pemerintah melalui Surat Edaran Dirjen Kesehatan Departemen Kesehatan RI Nomor HK 00.07.1.31047a tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan. Berdasarkan surat edaran tersebut, sunat perempuan dinyatakan tidak bermanfaat bagi kesehatan, bahkan merugikan dan menyakitkan bagi perempuan.
Namun larangan tersebut tidak berlangsung lama setelah muncul berbagai protes dan penolakan. Pada tahun 2010 sunat perempuan kembali diatur namun hanya boleh dipraktikkan oleh petugas kesehatan yang tercermin pada Permenkes RI Nomor 1636 tentang Sunat Perempuan. Namun pada akhirnya aturan tersebut kembali dicabut pada tahun 2014 melalui Permenkes RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Permenkes No.1636 Tahun 2010.
Meski demikian, sampai dengan tahun 2021, ternyata 50,5 persen perempuan berumur 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami sunat perempuan. Proporsi mereka yang disunat di daerah perkotaan mencapai 50,9 persen, hampir sama besar dengan proporsi di daerah pedesaan 50,0 persen.