Sejarah Pagebluk di Tatar Sunda (1)

Halaman ini telah diakses: Views
Ilustrasi virus. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi virus. Foto: Shutter Stock

Pagebluk atawa sasalad COVID-19 geus ngarobah kahirupan masarakat — ogé tiap jalma. Katelahna virus cukang lantaran panyakit COVID-19 nu mimiti kapanggih di tiongkok taun 2019, terus sumebar ka mancanagara, kaasup ka Indonésia, ogé di tatar Sunda.

Tilu taun leuwih, sasalad COVID-19 ramé jadi catur matak ibur salelembur éar sajajagat. Loba nu nyebutkeun yén dunya geus robah salawasna. Sasalad Covid-19 maksakeun larangan dina kagiatan sosial antar jalma, nimbulkeun kabiasaan anu béda ti kahirupan samemehna.

Tapi taun 2023 ieu, mun vaksin bisa ngurangan inféksi bari varian virusna ogé teu nambah parah, kahirupan bakalan normal deui. Tah, dina waktos éta, palajaran naon anu bakal urang kumpulkeun ti taun ka tukang? Kusabab ingetan manusa mah pondok, jeung naon anu pernah dialaman gancang luntur.

Padahal dina sajarahna, urang Sunda baheula mah percaya, yén kasakit téh asal-muasalna tina hawa kotor jeung kadaharan. Matak papagon ogé patali jeung kaséhatan. Contona, hirup kudu berséka, ulah odoh, jeung ulah tambarakan.

Ku kituna, sasalad COVID-19, ogé sasalad nu geus liwat, mundel pisan diémut bari ditulis. Tulisan ieu jadi palajaran utama dina kaséhatan masarakat pikeun ngingetkeun urang jeung generasi ka hareup, sangkan sajarah henteu malikan deui.

Tulisan di atas kira-kira begini artinya: Pandemi COVID-19 telah mengubah kehidupan banyak orang — juga setiap orang. Diketahui, virus penyebab penyakit COVID-19 pertama kali ditemukan di China pada tahun 2019, kemudian menyebar ke luar negeri, termasuk Indonesia juga di wilayah Sunda.

Tiga tahun kemudian, penyebaran COVID-19 telah menjadi pembicaraan banyak pihak dan menyebar ke seluruh dunia. Banyak yang mengatakan bahwa dunia telah berubah selamanya. Karena, di masa pandemi Covid-19 terjadi pemberlakuan pembatasan aktivitas sosial antar manusia sehingga menimbulkan kebiasaan yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya.

Tapi tahun 2023 ini, jika vaksin bisa mengurangi infeksi sementara varian virusnya juga tidak bertambah parah, aktivitas dan kehidupan masyarakat akan normal kembali. Tapi, pada saat itu, pelajaran apa yang akan kita kumpulkan dari tahun-tahun sebelumnya? Karena ingatan manusia pendek, dan apa yang telah dialami memudar dengan cepat.

Padahal dalam sejarahnya masyarakat Sunda percaya bahwa penyakit berasal dari udara dan makanan yang kotor. Sehingga pepatah sunda kuna, banyak terkait Kesehatan dan mengajarkan cara mencegah penyakit. Misalnya, hidup harus bersih sehat, tidak makan sembarangan.

Oleh karena itu, pandemi COVID-19, serta wabah yang telah berlalu, sangat penting ditulis. Artikel ini menjadi pelajaran penting kesehatan masyarakat untuk mengingatkan kita dan generasi mendatang, agar sejarah wabah tidak terulang kembali.

Pengantar

Ilustrasi virus MERS. Foto: Shutter stock
Ilustrasi virus MERS. Foto: Shutter stock

Di dunia yang semakin saling terhubung saat ini, ancaman kesehatan di mana pun akan menjadi ancaman bagi seluruh negara. Patogen baik berupa virus, bakteri atau jamur yang dibawa manusia dapat menyebar dari desa terpencil ke kota-kota besar atau sebaliknya di seluruh benua hanya dalam waktu satu setengah hari.

Penyakit wabah seperti COVID-19, MERS, Ebola dan lainnya menimbulkan ancaman terhadap keamanan kesehatan global, nasional dan lokal dengan cara yang prinsipnya hampir sama dengan serangan tentara asing mengancam keamanan nasional.

Itu sebabnya dunia membutuhkan global health security, yang bukan hanya fokus pada pelayanan kesehatan, akan tetapi semua tingkatan pemerintahan perlu mempersiapkan diri terhadap ancaman kesehatan dan cara mengendalikannya, tidak hanya merespons ketika banyak penduduk di wilayahnya sudah jatuh sakit.

Oleh karenanya, belajar dari sejarah wabah penyakit (pagebluk atau sasalad) merupakan salah satu cara untuk memahami dan merespons ancaman pagebluk masa kini dan di masa depan.

Sebelum pagebluk COVID-19 merebak tahun 2020 hingga saat ini (2023), warga Jawa Barat sudah karib dengan berbagai pagebluk di zaman sebelum dan selama kolonialisme Belanda. Faktor-faktor seperti pergerakan manusia, urbanisasi, karakteristik lanskap tanah parahyangan, iklim tropis dan adanya perubahan iklim dan ekosistem saat ini semakin meningkatkan kemungkinan kontak antara manusia dan vektor penyakit sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya pagebluk di tatar sunda.

Sekilas Potensi dan Tantangan Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Ilustrasi salam sunda sampurasun. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi salam sunda sampurasun. Foto: Shutter Stock

Pada tahun 1815, seluruh Jawa dan Madura hanya berpenduduk lima juta jiwa. Sedangkan tahun 1851, terdapat 786.000 orang Sunda dan 217 orang Eropa di Jawa Barat. Dalam 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua kali lipat dan Priangan menjadi pusat perdagangan dengan masuknya pengusaha barat dan imigran Asia (kebanyakan Cina) yang menyertainya. Pada awal abad ke-19, diperkirakan Sebagian besar lahan pulau Jawa tertutup hutan atau lahan kosong, hanya sekitar seperdelapannya yang dihuni manusia.

Pada tahun 2022, suku Sunda yang merupakan peringkat kedua sebagai Suku dengan populasi terbanyak di Indonesia, memiliki populasi 36.701.670 jiwa atau setara dengan 15 persen dari total penduduk Indonesia (BPS, 2022).

Kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat, namun ada pula yang bermukim di Banten, Jakarta dan sebagian wilayah barat Jawa Tengah yang mencakup (sebagian wilayah Kabupaten Cilacap, sebagian Kabupaten Brebes, hingga sebagian kecil Kabupaten Banyumas).

Populasi suku Sunda secara signifikan juga dapat ditemukan di wilayah provinsi lain di Indonesia, dan di luar negeri seperti di Taiwan, Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Eropa, Jepang, Korea Selatan, Hongkong (Tiongkok) dan negara-negara lainnya sebagai tempat bagi para diaspora Sunda. Penulis sendiri merupakan diaspora Sunda yang berada di Australia.

Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasa dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, riang cenderung humoris, mudah bersosialisasi dan bersahaja. Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang Sunda bersifat jujur dan pemberani.

Orang Sunda juga adalah suku bangsa pertama yang melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka.

Kendati demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok masyarakat yang masih kurang dikenal di dunia. Nama suku Sunda kerap dianggap sebagai orang Sudan di Afrika, berbeda misalnya dengan Bali atau Jawa. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sundanese atau Sunday. Berita baiknya, saat ini, basa Sunda sudah masuk salah satu bahasa yang ada di Google translate.

Sebagai Provinsi terpadat di Indonesia dengan jumlah hampir 50 juta penduduk, Jawa Barat memiliki bentang alam pegunungan dan dataran tinggi yang beragam, bersama dengan tujuh gunung berapi aktif dan patahan seismik.

Hal tersebut merupakan hasil dari tingkat eksposur dan kerentanan yang tinggi, hal ini harus diimbangi dengan tingkat kapasitas bertahan yang juga tinggi. Selain itu, adanya tekanan lingkungan akibat urbanisasi yang cepat dan konektivitas yang tinggi memerlukan penguatan kapasitas kesehatan di wilayah Jawa Barat.

Data menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki Kapasitas Pelayanan Kesehatan secara keseluruhan terendah ke-7 pada tingkat nasional, yang antara lain disebabkan oleh jumlah Perawat dan Bidan terendah ke-2 per 10.000 orang (9,46) dan jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit terendah ke-3 per 10.000 orang (8,5).

Selain itu, Rumah Sakit dan Puskesmas yang terakreditasi jumlahnya kurang dari 70%. Dengan kondisi tersebut, belajar dari pagebluk COVID-19, maka Jawa Barat harus berupaya keras meningkatkan kualitas dan kuantitas rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) yang terakreditasi untuk menjamin pemerataan tenaga, peralatan medis dan perbekalan kesehatan.

Tentunya hal ini harus disertai adanya jumlah tenaga profesional bidang kesehatan yang memadai dengan dukungan kesejahteraan, sarana dan prasarana sehingga bisa bekerja maksimal di wilayah pedesaan dan daerah lain di dalam provinsi Jawa barat yang masih kurang terlayani.

Tantangan dan isu strategis di provinsi Jawa barat seperti tercantum dalam RPJMD provinsi jawa barat tahun 2018-2023 adalah masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat, dengan beberapa permasalahan bidang kesehatan antara lain: masih banyaknya jumlah kematian ibu dan bayi, masih tingginya penyakit menular dan tidak menular, masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat, masalah gizi masyarakat, rendahnya kualitas pemerataan dan keterjangkauan kesehatan dan terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.

Pembangunan di Jawa Barat selama ini telah memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun demikian masih banyak kinerja kesehatan yang harus ditingkatkan dan tantangan yang harus dihadapi. Berkaitan dengan itu, tulisan ini selain dimaksudkan untuk mengangkat kekayaan sejarah kesehatan tanah Sunda dan peran sejarah "urang Sunda" dalam kaitan isu kesehatan seperti pagebluk COVID-19 dan lainnya, sekaligus juga untuk pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah sehingga bermanfaat untuk meningkatkan ketangguhan dan rujukan rencana pembangunan Jawa Barat di masa mendatang. (Bersambung)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url