May 21st 2024, 15:00, by Fajarina Nurin, kumparanWOMAN
Ilustrasi KDRT. Foto: Paul Biryukov/Shutterstock
Artikel ini menjawab beberapa pertanyaan tentang KDRT yang masih sering diajukan masyarakat. Dengan memahami permasalahan KDRT secara baik, diharapkan masyarakat dapat segera mengatasinya apabila mengalami tindak kekerasan tersebut di lingkup rumah tangganya.
Simak di bawah ini hingga habis untuk sederet pertanyaan tentang KDRT, lengkap dengan penjelasannya.
Pertanyaan tentang KDRT
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
Merangkum laman Komnas Perempuan, NNEDV (National Network to End Domestic Violence), dan Undang-Undang PKDRT, berikut ini beberapa pertanyaan tentang KDRT dan penjelasannya:
1. Apa Itu KDRT?
Menurut situs National Network to End Domestic Violence, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan pola perilaku yang memaksa dan mengendalikan, mencakup kekerasan fisik, emosional atau psikologis, pelecehan seksual, dan kekerasan finansial untuk melakukan kontrol.
Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan yang dapat mengancam jiwa, tanpa memandang status usia, status ekonomi, ras, orientasi seksual, gender, agama, tingkat pendidikan, dan kemampuan seseorang dalam suatu hal.
Umumnya, pasangan yang melakukan kekerasan akan mempersulit korban untuk melepaskan diri dari hubungan yang sudah tak sehat. Penting bagi para korban untuk mengetahui bahwa kekerasan yang dialami bukan karena kesalahan mereka.
Sudah ada undang-undang yang mengatur tentang KDRT di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Undang-Undang ini telah diimplementasikan dalam pencegahan dan penanganan perempuan korban kekerasan.
Melalui undang-undang ini, pemerintah menjamin korban untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagaimana tercantum dalam undang-undang PKDRT tersebut pasal 4, tujuan dibentuk undang-undang PKDRT, yaitu:
Mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
3. Siapa Saja yang Masuk ke dalam Lingkup dalam UU PKDRT?
Pada pasal 2 dalam undang-undang PKDRT dijelaskan ruang lingkup undang-undang tersebut, yakni:
Suami, istri, dan anak.
Orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tersebut.
4. Apa Saja Bentuk-Bentuk Kekerasan KDRT?
Ilustrasi KDRT. Foto: Mary Long/Shutterstock
Mengutip laman Komnas Perempuan, Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (General Recommendation No. 19 (1992) CEDAW Committee) menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender yang dimaksud adalah bentuk kekerasan baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi karena perbedaan berbasis gender dan jenis kelamin yang kuat dalam masyarakat.
Sementara, bentuk kekerasan dalam undang-undang PKDRT ada empat, tercantum dalam pasal 5, yakni kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga.
5. Apakah Pelaku KDRT Menunjukkan Tanda-Tanda Peringatan?
Ilustrasi KDRT. Foto: TORWAISTUDIO/Shutterstock
Sebenarnya, tak ada cara untuk mengenali pelaku kekerasan secara kasat mata, tetapi sebagian besar pelaku memiliki beberapa karakteristik yang sama. Dikutip dari NNEDV, berikut ini beberapa tanda-tandanya:
Pelaku bersikeras untuk segera menjalin hubungan dengan korban.
Pelaku sangat menarik dan mungkin tampak "too good to be true".
Pelaku bersikeras agar korban berhenti berpartisipasi dalam beberapa aktivitas untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman.
Pelaku sangat cemburu dan suka mengontrol.
Pelaku tak bertanggung jawab atas tindakan mereka dan menyalahkan orang lain atas segala kesalahan yang terjadi.
Pelaku suka mengkritik penampilan pasangannya dan sering melontarkan kata-kata yang merendahkan.
Kata-kata dan tindakan pelaku tak sinkron.
6. Apa Saja Dampak KDRT terhadap Anak?
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga. Foto: Shutterstock
Anak-anak yang tinggal di rumah dengan kekerasan dari orang tuanya adalah anak-anak yang rentan dan berada dalam bahaya. Dikutip dari laman Komnas Perempuan, berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa terjadi pada anak-anak yang mengalami atau menyaksikan KDRT:
Orang tua yang menganiaya pasangannya dapat pula menganiaya anak.
Korban yang mendapatkan kekerasan dari pasangannya bisa mengarahkan kemarahan dan frustasi pada anak.
Anak dapat cedera secara tak sengaja, mengalami gangguan kesehatan, dan psikologis.
Anak sulit mengembangkan perasaan tentram, ketenangan, dan kasih sayang. Kehidupan anak-anak akan dipenuhi kebingungan, ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan ketidakjelasan tentang masa depan. Anak-anak juga tak dapat belajar bagaimana mencintai secara tulus, serta menyelesaikan konflik dan perbedaan dengan cara yang sehat.
Anak-anak akan menganggap bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar bahkan mungkin seharusnya dilakukan.
7. Ke Mana Harus Melapor Apabila Mengalami KDRT?
Ilustrasi KDRT. Foto: sdecoret/Shutterstock
Apabila Anda mengalami kekerasan dalam rumah tangga, disarankan untuk segera mencari perlindungan. Berikut beberapa layanan laporan KDRT:
Kepolisian terdekat.
SAPA 129 melalui telepon 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
Komnas Perempuan melalui telepon +62-21-2902962 atau surel pengaduan@komnasperempuan.go.id
Situs lapor.go.id, aplikasi SPAN LAPOR!, SMS 1708, atau Twitter @lapor1708.
8. Apa Saja Hak-Hak Korban KDRT?
Ilustrasi kekersan (KDRT). Foto: Shutterstock
Setiap korban KDRT mendapatkan hak sebagaimana tercantum dalam pasal 10 Undang-Undang PKDRT, yakni:
Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan bimbingan rohani.
Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).