TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Semen Gresik (Persero) Tbk sedang berfokus memangkas pengeluaran biaya energi. Langkah itu dilakukan karena total pengeluaran biaya energi terhitung tinggi, sekitar 38 persen dari beban pokok pendapatan. "Sejak tiga tahun lalu kami menyiapkan tahapan untuk mengatasi ancaman energi," kata Direktur Utama Semen Gresik Dwi Soetjipto, akhir pekan lalu.
Total konsumsi batu bara perseroan tahun lalu sekitar 2,77 juta ton, atau turun 1,19 persen ketimbang tahun sebelumnya, 2,8 juta ton. Penurunan konsumsi batu bara dipengaruhi merosotnya produksi clinker sebesar 2,91 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, kebutuhan listrik justru naik menjadi 1,77 megawatt dari konsumsi 1,74 juta MW tahun sebelumnya.
Salah satu strategi mengurangi biaya energi dengan peralihan penggunaan batu bara kalori tinggi ke kalori rendah. Peralihan itu akan menambah volume kebutuhan batu bara sekitar 18 persen. Namun tetap ada efisiensi biaya sekitar 7 persen karena harga batu bara berkalori rendah lebih murah. "Pada 2013, kami berharap semua unit produksi menggunakan batu bara kalori rendah," kata Dwi.
Menurut Direktur Keuangan Semen Gresik Ahyanizzaman, selain batu bara dan listrik, perseroan sedang mengincar penghematan penggunaan bahan bakar minyak. Saat ini porsi biaya BBM dari total biaya pengangkutan 20-30 persen. Jika ada peningkatan harga sekitar 10 persen, porsi biaya BBM dalam total biaya pengangkutan diperkirakan meningkat 2-3 persen.
"Untuk itu, kami berupaya melakukan strategi move closer to the customer. Kami juga akan menggiring semen dengan kapal sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan. Selain itu, umumnya pengiriman semen curah biayanya lebih murah," ujar Ahyanizzaman.
Tahun lalu total volume penjualan Semen Gresik mencapai 17,9 juta ton atau turun 3 persen dibanding pada 2009. Penjualan terdiri atas volume penjualan domestik 17,6 juta ton atau turun 1,1 persen, dan volume penjualan ekspor 0,3 juta ton atau turun 57,4 persen. Tahun ini perusahaan memperkirakan penjualan tumbuh 9-10 persen.
Dwi mengatakan hingga Juli tahun ini volume penjualan perseroan tumbuh sekitar 9,3 persen. Alasannya, cuaca tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu, sehingga curah hujan tidak sebesar tahun lalu. Cuaca kering sangat menguntungkan produsen semen. "Tahun ini kami memperkirakan pertumbuhan lebih baik daripada tahun lalu," ujarnya.
Perseroan masih berfokus pada pemenuhan kebutuhan semen dalam negeri karena dinilai memberi margin optimal. Harga semen dalam negeri 15-20 persen lebih baik, atau berbeda US$ 15-20 dibanding ekspor. Perseroan hanya mengekspor ke sejumlah negara yang tidak memproduksi semen, semisal Bangladesh, Sri Lanka, Maladewa, dan Afrika bagian timur.
Pertumbuhan konsumsi menjadi peluang bagi Semen Gresik, yang tahun lalu menguasai pasar nasional sekitar 43,3 persen. Pertumbuhan konsumsi semen bergantung pada pertumbuhan ekonomi, harga komoditas, dan program infrastruktur. "Bunga bank, kalau bisa diterima masyarakat, akan memberi pengaruh kuat di sektor properti," kata Investor Relations Semen Gresik Agung Wiharto.
EVANA DEWI