TEMPO Interaktif, Belu - Warga Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak pembangunan terminal internasional lintas negara antara Indonesia- Timor Leste.
Pembangunan terminal yang dibiayai Kementrian Perhubungan itu dinilai bermasalah. Lahan tempat pembangunan terminal di Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Utara, atau yang dikenal dengan sebukan Kilometer 9 merupakan tanah adat atau tanah hak ulayat warga, namun diklaim sebagai milik Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Aksi penolakan warga nyaris ricuh, saat Gubernur NTT Frans Lebu Raya melakukan peletakan batu pertama pembangunan terminal internasional tersebut, Sabtu 13 Agustus 2011.
Kepala Suku Funan-Oepahala, Theodorus Funan, mengatakan pembangunan terminal internasional tersebut ilegal, karena dibangun di atas tanah ulayat milik suku Funan-Oepahala. "Pemda tidak ada lahan di kilometer 9 yang menjadi lokasi pembangunan terminal internasional," kata Theodorus sambil berteriak.
Tidak hanya Theodorus. Ibu-ibu asal dari suku Funan-Oepahala yang hadir pada acara itu juga meneriaki Gubernur dan Bupati. Mereka menuntut agar acara peletakan batu pertama itu dihentikan.
Theodorus mengaku Pemerintah Kabupaten TTU telah membohongi warga karena mengklaim lahan seluas 4 hektare itu miliki pemerintah daerah. "Kita sudah berulangkali dibohongi berulang kali oleh pemerintah daerah," papar Theodorus masih dengan nada berteriak.
Walaupun mendapat protes warga, namun acara pelatakan batu pertama oleh Gubernur NTT tetap dilakukan. Sengkan warga yang melakukan aksi protes mendapat pengawalan ketat dari aparat keamanan.
Bupati TTU, Raymundus Fernandez, mengatakan lahan yang dipersoalkan warga suku Funan-Oepahala tersebut sudah diserahkan ke pemerintah untuk dijadikan sebagai kawasan hutan. Kemudian lahan itu oleh Pemerintah daerah diusulkan untuk ditukar guling ke Kementrian Kehutanan dengan lahan seluas 850 hektare.
Sebagian kecil dari lahan tersebut digunakan untuk pembangunan fasilitas umum yang diwujudkan dengan pembangunan terminal internasional. Penggunaan tanah untuk pembangunan terminal internasional pun sudah mendapatkan ijin prinsip dari Kementrian Kehutanan. "Tanah itu sudah dihibahkan ke pemda untuk pembangunaan fasilitas umum," papar Raymundus.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya meminta kepada warga dan Pemda TTU untuk menyelesaikan masalah tersebut secara baik sehingga tidak mengorbankan kepentingan umum. "Saya berharap pemerintah daerah dan warga bisa duduk bersama untuk menyelesaikan persolan itu," ucapnya.
Untuk pembangunan terminal internasional tersebut, Kementrian Perhubungan menyediakan anggaran selama tiga tahun sejak 2011 hingga tahun 2013 senilai Rp 24 miliar.
Untuk tahap pertama tahun 2011, disediakan anggaran Rp 4 miliar, tahun 2012 dan tahun 2013 masing-masing Rp 10 miliar.
YOHANES SEO